Lawan Freeport di Arbitrase Situasi Terburuk Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai dapat mengalami situasi terburuk jika meladeni PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga ke badan arbitrase internasional. Sebab, proses hukum internasional membutuhkan waktu lama dan belum tentu menguntungkan Indonesia.
Sebelum masuk ke arbitrase, pemerintah disarankan berunding sebaik-baiknya dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Sehingga, tidak perlu mengeluarkan banyak biaya dan hasil belum tentu menguntungkan bagi negara.
"Maksimalkan waktu negosiasi di luar arbitrase," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Minggu (26/2/2017).
Dia menjelaskan, kalau sampai masuk ke arbitrase, pemerintah harus punya hitungan posisinya kuat atau tidak. Proses arbitrase yang panjang juga membuang waktu karena kontrak Freeport berakhir dalam waktu empat tahun lagi.
"Menguntungkan pemerintah atau tidak juga belum tahu, prosesnya cukup panjang cukup ruwet," katanya.
Situasi terburuk dalam proses hukum ini diakuinya pemerintah bisa saja kalah. Jika itu terjadi maka Freeport tetap dengan skema Kontrak Karya.
"Belum lagi ada masalah politik nanti dekat pemilu, belum lagi masalah kedaulatan di Indonesia. Kita tidak berharap pemerintah kalah, tapi pemerintah tidak bisa kendalikan arbitrase. Lebih baik selesaikan di luar arbitrase," tutur Fabby.
Persoalan utama yang sebenarnya terjadi, lanjut dia, karena adanya sengketa kontrak Freeport yang diharuskan berubah jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Untuk aturan baru ini Freeport tidak setuju dan memberi waktu pemerintah berpikir ulang dalam 120 hari.
Menurutnya, pada saat ini pemerintah bisa melihat atau menyiapkan strategi untuk mengatasi Freeport di arbitrase jika dalam 120 hari tidak menemui kesepakatan. Beberapa persoalan pelik harus dihadapi seperti kontrak karya yang memiliki status hukum tinggi.
Pemerintah harus cari solusi yang optimal menyelesaikan semua masalah ini di luar pengadilan. Kalau sampai di Arbitrase, pemerintah harus siap dengan segala argumentasi dan bukti-bukti.
"Kalau Freeport katakan yang kalah di Arbitrase, apa kontrak karya batal sampai 2021? Bisa saja tidak, masih belum tentu, arbitrase bukan soal kontrak tapi substansi pelaksanaan kontrak dari KK ke IUPK yang digugat Freeport," pungkas Fabby.
Sebelum masuk ke arbitrase, pemerintah disarankan berunding sebaik-baiknya dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Sehingga, tidak perlu mengeluarkan banyak biaya dan hasil belum tentu menguntungkan bagi negara.
"Maksimalkan waktu negosiasi di luar arbitrase," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Minggu (26/2/2017).
Dia menjelaskan, kalau sampai masuk ke arbitrase, pemerintah harus punya hitungan posisinya kuat atau tidak. Proses arbitrase yang panjang juga membuang waktu karena kontrak Freeport berakhir dalam waktu empat tahun lagi.
"Menguntungkan pemerintah atau tidak juga belum tahu, prosesnya cukup panjang cukup ruwet," katanya.
Situasi terburuk dalam proses hukum ini diakuinya pemerintah bisa saja kalah. Jika itu terjadi maka Freeport tetap dengan skema Kontrak Karya.
"Belum lagi ada masalah politik nanti dekat pemilu, belum lagi masalah kedaulatan di Indonesia. Kita tidak berharap pemerintah kalah, tapi pemerintah tidak bisa kendalikan arbitrase. Lebih baik selesaikan di luar arbitrase," tutur Fabby.
Persoalan utama yang sebenarnya terjadi, lanjut dia, karena adanya sengketa kontrak Freeport yang diharuskan berubah jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Untuk aturan baru ini Freeport tidak setuju dan memberi waktu pemerintah berpikir ulang dalam 120 hari.
Menurutnya, pada saat ini pemerintah bisa melihat atau menyiapkan strategi untuk mengatasi Freeport di arbitrase jika dalam 120 hari tidak menemui kesepakatan. Beberapa persoalan pelik harus dihadapi seperti kontrak karya yang memiliki status hukum tinggi.
Pemerintah harus cari solusi yang optimal menyelesaikan semua masalah ini di luar pengadilan. Kalau sampai di Arbitrase, pemerintah harus siap dengan segala argumentasi dan bukti-bukti.
"Kalau Freeport katakan yang kalah di Arbitrase, apa kontrak karya batal sampai 2021? Bisa saja tidak, masih belum tentu, arbitrase bukan soal kontrak tapi substansi pelaksanaan kontrak dari KK ke IUPK yang digugat Freeport," pungkas Fabby.
(dmd)