Pemerintah Ungkap Pentingnya RCEP untuk Perekonomian ASEAN
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koordinator (Kemeko) Bidang Perekonomian RI bekerja sama dengan The Habibie Center, Indonesia Services Dialogue, dan Universitas Bina Nusantara menyelenggarakan diskusi Talking ASEAN dalam rangka memperingati 50 tahun ASEAN. Adapun topik yang diangkat adalah mengenai prospek dan tantangan kesepakatan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di tengah dinamika perekonomian regional.
Acara dibuka oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional yang diwakili oleh Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional. Pembicara kali ini terdiri dari perwakilan lembaga think tank yang membahas tentang kesepakatan Trans-Pacific Partnership, akademisi yang mempresentasikan efek noodle bowl akibat dinamika perjanjian ekonomi regional, dan perwakilan sektor swasta yang dalam presentasinya memberikan pandangannya mengenai manfaat kemitraan regional bagi dunia usaha.
"Tujuan dari diskusi ini adalah untuk memberikan pemahaman mengenai potensi RCEP bagi perekonomian negara ASEAN dan mitranya di kawasan Pasifik. Mampukah RCEP menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia di tengah kekhawatiran merebaknya proteksionisme," ungkap Asisten Deputi Kerjasama Ekonomi Regional dan Sub Regional Kemenko Perekonomian Netty Muharni dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/3/2017)
Kenyataan yang terjadi dalam proses perundingan, lanjutnya, tingkat perkembangan ekonomi di antara masing-masing negara RCEP cukup berbeda sehingga untuk mencapai suatu konsesi menjadi tantangan tersendiri, sementara itu sudah disepakatai target penyelesaian kesepakatan adalah tahun ini.
"Kami berharap, RCEP menjadi suatu kesepakatan dengan kualitas tinggi dan menjadi batu loncatan yang kredibel dalam arsitektur perekonomian regional di masa depan," imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden AS ke-45, Donald Trump, telah memutuskan untuk menarik AS dari kesepakatan TPP yang sempat dinilai sebagai salah satu kesepakatan acuan dunia. Keputusan tersebut telah memberikan dampak bagi kawasan Asia Pasik dimana sebagian negara di kawasan tersebut merupakan anggota TPP dan mengharapkan perjanjian tersebut diimplementasi dalam waktu dekat.
Di saat bersamaan, kawasan Asia Tenggara, yang dipelopori oleh ASEAN, menggandeng 6 negara mitranya (China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru) tengah merampungkan kesepakatan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang mewakili 30% GDP dunia, 47% populasi dunia, dan 30% perdagangan dunia. Ini membuat kesepakatan RCEP menjadi sorotan dunia pasca stagnansi proses implementasi TPP.
Indonesia sebagai salah satu negara pelopor RCEP melihat kesepakatan tersebut sebagai salah satu pendorong bagi kemajuan ekonomi nasional. Dengan bergabung dalam RCEP, diharapkan nilai perdagangan Indonesia akan terus meningkat dengan mitra RCEP dan semakin derasnya laju investasi dari negara RCEP ke Indonesia.
Acara dibuka oleh Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional yang diwakili oleh Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional. Pembicara kali ini terdiri dari perwakilan lembaga think tank yang membahas tentang kesepakatan Trans-Pacific Partnership, akademisi yang mempresentasikan efek noodle bowl akibat dinamika perjanjian ekonomi regional, dan perwakilan sektor swasta yang dalam presentasinya memberikan pandangannya mengenai manfaat kemitraan regional bagi dunia usaha.
"Tujuan dari diskusi ini adalah untuk memberikan pemahaman mengenai potensi RCEP bagi perekonomian negara ASEAN dan mitranya di kawasan Pasifik. Mampukah RCEP menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia di tengah kekhawatiran merebaknya proteksionisme," ungkap Asisten Deputi Kerjasama Ekonomi Regional dan Sub Regional Kemenko Perekonomian Netty Muharni dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/3/2017)
Kenyataan yang terjadi dalam proses perundingan, lanjutnya, tingkat perkembangan ekonomi di antara masing-masing negara RCEP cukup berbeda sehingga untuk mencapai suatu konsesi menjadi tantangan tersendiri, sementara itu sudah disepakatai target penyelesaian kesepakatan adalah tahun ini.
"Kami berharap, RCEP menjadi suatu kesepakatan dengan kualitas tinggi dan menjadi batu loncatan yang kredibel dalam arsitektur perekonomian regional di masa depan," imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden AS ke-45, Donald Trump, telah memutuskan untuk menarik AS dari kesepakatan TPP yang sempat dinilai sebagai salah satu kesepakatan acuan dunia. Keputusan tersebut telah memberikan dampak bagi kawasan Asia Pasik dimana sebagian negara di kawasan tersebut merupakan anggota TPP dan mengharapkan perjanjian tersebut diimplementasi dalam waktu dekat.
Di saat bersamaan, kawasan Asia Tenggara, yang dipelopori oleh ASEAN, menggandeng 6 negara mitranya (China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru) tengah merampungkan kesepakatan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang mewakili 30% GDP dunia, 47% populasi dunia, dan 30% perdagangan dunia. Ini membuat kesepakatan RCEP menjadi sorotan dunia pasca stagnansi proses implementasi TPP.
Indonesia sebagai salah satu negara pelopor RCEP melihat kesepakatan tersebut sebagai salah satu pendorong bagi kemajuan ekonomi nasional. Dengan bergabung dalam RCEP, diharapkan nilai perdagangan Indonesia akan terus meningkat dengan mitra RCEP dan semakin derasnya laju investasi dari negara RCEP ke Indonesia.
(akr)