Saham Snap Merosot 12%, Terendah sejak IPO
A
A
A
NEW YORK - Harga saham perusahaan pengelola aplikasi SnapChat yakni Snap Inc (SNAP.N) merosot 12% pada perdagangan kemarin waktu setempat dan ditutup pada level terendah dari tiga sesi sejak melantai di bursa New York Stock Exchange (NYSE) minggu lalu. Snap Inc. menawarkan saham perdananya (Initial Public Offering/IPO) sebesar USD17 per lembar pada Kamis, 2 Maret 2017 waktu New York.
Nilainya naik hingga USD24,48 atau 44% pada akhir perdagangan. Di hari kedua perdagangan, nilai saham Snap kembali naik 10,6%. Tercatat pada tengah pekan kemarin perusahaan teknologi itu menawarkan 3,4 miliar, namun meski sempat melonjak pada awal debutnya setelah sempat melompat 11% di akhir pekan. Saham Snap di awal pekan justru berbalik arah dan jatuh mencapai 12,25% untuk berakhir pada level USD23,77.
"Hal ini tidak selalu karena ada sesuatu yang salah. Semua ini kemungkinan adanya pergerakan terlalu jauh dan terlalu cepat," ujar Direktur Divisi O'Neil Securities Ken Polcari di New York.
Snap sendiri merupakan induk perusahaan dari Snapchat, yaitu sebuah aplikasi yang populer di kalangan anak muda untuk mengirimkan pesan rahasia. Analis Needham Laura Martin menilai, saham Snap di bawah performa dan dia mengibaratkan sahamnya seperti layaknya membeli tiket lotre. Sebanyak enam analis memberikan rekomendasinya di antaranya empat untuk menjual dan tidak ada yang menyarankan membeli.
Sedangkan dua lainnya cenderung netral, berdasarkan data Thomson Reuters. Vice President Investment Strategy E-Trade Mike Loewengart sebelumnya menghimbau investor untuk menunggu laju saham Snap hingga stabil. Menurut dia, banyak penawaran saham perdana yang butuh waktu dan ruang untuk menyesuaikan menjadi perusahaan terbuka. " Terutama perusahaan sosial media," kata dia.
Belum lagi, Snap sempat dilanda berita negatif. Salah satunya isu mengenai perusahaan yang merugi. Snap kehilangan USD514,6 juta pada 2016 dan USD372,9 di tahun sebelumnya. Solomon justru mengatakan berita negatif tersebut bisa saja membantu IPO Snap. Ia mengatakan dalam pasar IPO terkadang terjadi situasi saat saham yang dinilai bagus justru tidak menguntungkan, begitu juga sebaliknya.
Salah satunya penawaran saham Twitter yang bagus saat IPO. Namun setelahnya, saham tersebut tidak berjalan. Contoh lainnya adalah saham Facebook dan Google yang dinilai tidak menarik namun hingga kini nilai jualnya selalu tinggi.
Nilainya naik hingga USD24,48 atau 44% pada akhir perdagangan. Di hari kedua perdagangan, nilai saham Snap kembali naik 10,6%. Tercatat pada tengah pekan kemarin perusahaan teknologi itu menawarkan 3,4 miliar, namun meski sempat melonjak pada awal debutnya setelah sempat melompat 11% di akhir pekan. Saham Snap di awal pekan justru berbalik arah dan jatuh mencapai 12,25% untuk berakhir pada level USD23,77.
"Hal ini tidak selalu karena ada sesuatu yang salah. Semua ini kemungkinan adanya pergerakan terlalu jauh dan terlalu cepat," ujar Direktur Divisi O'Neil Securities Ken Polcari di New York.
Snap sendiri merupakan induk perusahaan dari Snapchat, yaitu sebuah aplikasi yang populer di kalangan anak muda untuk mengirimkan pesan rahasia. Analis Needham Laura Martin menilai, saham Snap di bawah performa dan dia mengibaratkan sahamnya seperti layaknya membeli tiket lotre. Sebanyak enam analis memberikan rekomendasinya di antaranya empat untuk menjual dan tidak ada yang menyarankan membeli.
Sedangkan dua lainnya cenderung netral, berdasarkan data Thomson Reuters. Vice President Investment Strategy E-Trade Mike Loewengart sebelumnya menghimbau investor untuk menunggu laju saham Snap hingga stabil. Menurut dia, banyak penawaran saham perdana yang butuh waktu dan ruang untuk menyesuaikan menjadi perusahaan terbuka. " Terutama perusahaan sosial media," kata dia.
Belum lagi, Snap sempat dilanda berita negatif. Salah satunya isu mengenai perusahaan yang merugi. Snap kehilangan USD514,6 juta pada 2016 dan USD372,9 di tahun sebelumnya. Solomon justru mengatakan berita negatif tersebut bisa saja membantu IPO Snap. Ia mengatakan dalam pasar IPO terkadang terjadi situasi saat saham yang dinilai bagus justru tidak menguntungkan, begitu juga sebaliknya.
Salah satunya penawaran saham Twitter yang bagus saat IPO. Namun setelahnya, saham tersebut tidak berjalan. Contoh lainnya adalah saham Facebook dan Google yang dinilai tidak menarik namun hingga kini nilai jualnya selalu tinggi.
(akr)