DPR Tidak Sepakat Aturan Baru Aset BUMN
A
A
A
JAKARTA - Komisi VI DPR RI bersikeras tidak menyepakati adanya aturan baru mengenai pengalihan saham BUMN sebagai cikal bakal pembentukan holding. Aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 tersebut ditolak secara tegas oleh segenap jajaran parlemen.
"Kita sudah sampaikan ke Menteri Keuangan yang mewakili Menteri BUMN bahwa Komisi VI dengan tegas tidak menyepakati adanya PP 72 sebagai cikal bakal pembentukan holding," ungkap Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijaya dalam rilisnya yang diterima SINDOnews di Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Menurutnya, pemerintah harus menghapus atau menarik kembali PP 72 tersebut karena berbahaya dan berimbas besar terhadap BUMN. "BUMN bisa dialihkan ke perusahaan lain jika menggunakan PP 72 tersebut. Bisa ke perusahaan nonBUMN bahkan perusahaan asing. Kita tidak ingin menyesal di kemudian hari," trutu dia.
Mekanisme pembentukan holding juga harus jelas tanpa embel-embel aturan yang bias. Jika menggunakan aturan PP 72, maka yang terjadi di kemudian hari adalah ketakutan BUMN dialihkan ke asing seperti PT Indosat Tbk beberapa waktu lalu.
"Kasus Indosat jangan sampai terulang. Jika DPR menyetujui adanya PP 72 sama saja kita memberikan cek kosong ke pemerintah dan bisa jadi boomerang bagi kita ke depan," kata Azam.
Pemerintah tidak perlu membahas holding jika tetap bersikeras menggunakan PP tersebut. Dia mengungkapkan, pembentukan holding juga harus dijelaskan lebih jauh apa mekanisme dan keuntungan bagi masyarakat banyak.
"Holding ini perlu pembahasan mendalam. Dijelaskan dulu apa konsepnya, seperti apa bentuknya. Karena kalau lihatq holding yang sudah ada, seperti semen itu bagus. Tapi tidak jika lihat holding perkebunan," tegas Azam.
Bahkan, dia mengaku bahwa hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan pencerahan dan komitmen jelas dari pemerintah untuk mendukung rencana holding migas.
"Bahas dulu satu-satu jangan main bikin holding migas. Kita tak tahu apakah ini bagus apa justru menyesatkan. Jadi, sebaiknya Menteri BUMN jelaskan secara rinci. Kalau holding ini bagus, tidak mungkin ada pro dan kontra seperti saat ini," tuturnya.
"Kita sudah sampaikan ke Menteri Keuangan yang mewakili Menteri BUMN bahwa Komisi VI dengan tegas tidak menyepakati adanya PP 72 sebagai cikal bakal pembentukan holding," ungkap Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijaya dalam rilisnya yang diterima SINDOnews di Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Menurutnya, pemerintah harus menghapus atau menarik kembali PP 72 tersebut karena berbahaya dan berimbas besar terhadap BUMN. "BUMN bisa dialihkan ke perusahaan lain jika menggunakan PP 72 tersebut. Bisa ke perusahaan nonBUMN bahkan perusahaan asing. Kita tidak ingin menyesal di kemudian hari," trutu dia.
Mekanisme pembentukan holding juga harus jelas tanpa embel-embel aturan yang bias. Jika menggunakan aturan PP 72, maka yang terjadi di kemudian hari adalah ketakutan BUMN dialihkan ke asing seperti PT Indosat Tbk beberapa waktu lalu.
"Kasus Indosat jangan sampai terulang. Jika DPR menyetujui adanya PP 72 sama saja kita memberikan cek kosong ke pemerintah dan bisa jadi boomerang bagi kita ke depan," kata Azam.
Pemerintah tidak perlu membahas holding jika tetap bersikeras menggunakan PP tersebut. Dia mengungkapkan, pembentukan holding juga harus dijelaskan lebih jauh apa mekanisme dan keuntungan bagi masyarakat banyak.
"Holding ini perlu pembahasan mendalam. Dijelaskan dulu apa konsepnya, seperti apa bentuknya. Karena kalau lihatq holding yang sudah ada, seperti semen itu bagus. Tapi tidak jika lihat holding perkebunan," tegas Azam.
Bahkan, dia mengaku bahwa hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan pencerahan dan komitmen jelas dari pemerintah untuk mendukung rencana holding migas.
"Bahas dulu satu-satu jangan main bikin holding migas. Kita tak tahu apakah ini bagus apa justru menyesatkan. Jadi, sebaiknya Menteri BUMN jelaskan secara rinci. Kalau holding ini bagus, tidak mungkin ada pro dan kontra seperti saat ini," tuturnya.
(izz)