Petani Tembakau Menentang Kemasan Rokok Polos
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) terus memberikan dukungan penuh kepada Pemerintah Indonesia untuk menentang kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek (plain packaging) yang diterapkan di Australia sejak 2012. Diharapkan, dukungan tersebut dapat memperkuat posisi Indonesia bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba di badan sengketa World Trade Organization (WTO).
Selain konsisten mendukung dalam proses sengketa di WTO, APTI juga melakukan berbagai upaya untuk mencegah negara lain dalam menerapkan kemasan polos tanpa merek. Upaya terbaru yang dilakukan oleh APTI adalah dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah Taiwan pada akhir Februari 2017 terkait rencana perubahan atas Undang-undang Pencegahan dan Pengendalian Bahaya Tembakau di Taiwan.
Saat ini, industri hasil tembakau Indonesia menjadi tumpuan bagi lebih dari 6 juta orang. Membatasi penjualan rokok kretek juga akan merugikan masa depan Indonesia yang juga produsen rokok kretek terbesar di dunia.
“Kami akan terus mendukung Pemerintah Indonesia dan kami harap Pemerintah Taiwan dapat melakukan pertimbangan secara menyeluruh terhadap oposisi Indonesia. Taiwan harus menyadari bahwa kebijakan kemasan polos tanpa merek merupakan kebijakan diskriminatif dan akan melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia yang merupakan sumber mata pencaharian kami,” tegas Soeseno di Jakarta, Kamis (4/13/2017).
Di negara lain, pada tanggal 9 Maret 2017, Kementerian Kesehatan Singapura telah memberikan pandangannya terhadap hasil konsultasi publik tentang usulan tindakan pengendalian tembakau yang diselenggarakan sejak Desember 2015 hingga Maret 2016 lalu. Dalam konsultasi publik tersebut, Singapura sempat mewacanakan penerapan kemasan polos tanpa merek dan juga melarang penjualan rokok Kretek.
Dalam paparan yang diberikan, Kementerian Kesehatan Singapura memutuskan untuk tidak membahas kebijakan kemasan polos tanpa merek ataupun pelarangan rokok kretek lebih lanjut karena adanya oposisi yang kuat dari beragam pemangku kepentingan, khususnya dari Indonesia.
“Kami menyambut baik keputusan yang diambil oleh Pemerintah Singapura. APTI telah menyampaikan secara langsung keberatan kami dan ternyata diterima secara positif. Kami berharap untuk mendapatkan hasil serupa dari Pemerintah Taiwan, sehingga petani-petani tembakau Indonesia dapat terus menopang kebutuhan bahan baku tembakau untuk pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor,” lanjutnya.
APTI, yang beranggotakan 2 juta petani dan buruh tani tembakau di Indonesia, sangat khawatir terhadap kerugian dan efek yang dapat terjadi di masa depan atas rencana Taiwan dan Singapura. Rencana penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek dan pelarangan rokok beraroma berpengaruh negatif terhadap kelangsungan mata pencaharian para petani tembakau dan cengkeh Indonesia, dengan mempertimbangkan hubungan perdagangan di antara dua negara.
Petani tembakau di Indonesia memiliki posisi penting dalam mendukung peningkatan ekspor tembakau Indonesia yang stabil. Indonesia diketahui juga merupakan produsen-eksportir terbesar ke-2 di dunia untuk produk jadi tembakau.
Selain konsisten mendukung dalam proses sengketa di WTO, APTI juga melakukan berbagai upaya untuk mencegah negara lain dalam menerapkan kemasan polos tanpa merek. Upaya terbaru yang dilakukan oleh APTI adalah dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah Taiwan pada akhir Februari 2017 terkait rencana perubahan atas Undang-undang Pencegahan dan Pengendalian Bahaya Tembakau di Taiwan.
Saat ini, industri hasil tembakau Indonesia menjadi tumpuan bagi lebih dari 6 juta orang. Membatasi penjualan rokok kretek juga akan merugikan masa depan Indonesia yang juga produsen rokok kretek terbesar di dunia.
“Kami akan terus mendukung Pemerintah Indonesia dan kami harap Pemerintah Taiwan dapat melakukan pertimbangan secara menyeluruh terhadap oposisi Indonesia. Taiwan harus menyadari bahwa kebijakan kemasan polos tanpa merek merupakan kebijakan diskriminatif dan akan melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia yang merupakan sumber mata pencaharian kami,” tegas Soeseno di Jakarta, Kamis (4/13/2017).
Di negara lain, pada tanggal 9 Maret 2017, Kementerian Kesehatan Singapura telah memberikan pandangannya terhadap hasil konsultasi publik tentang usulan tindakan pengendalian tembakau yang diselenggarakan sejak Desember 2015 hingga Maret 2016 lalu. Dalam konsultasi publik tersebut, Singapura sempat mewacanakan penerapan kemasan polos tanpa merek dan juga melarang penjualan rokok Kretek.
Dalam paparan yang diberikan, Kementerian Kesehatan Singapura memutuskan untuk tidak membahas kebijakan kemasan polos tanpa merek ataupun pelarangan rokok kretek lebih lanjut karena adanya oposisi yang kuat dari beragam pemangku kepentingan, khususnya dari Indonesia.
“Kami menyambut baik keputusan yang diambil oleh Pemerintah Singapura. APTI telah menyampaikan secara langsung keberatan kami dan ternyata diterima secara positif. Kami berharap untuk mendapatkan hasil serupa dari Pemerintah Taiwan, sehingga petani-petani tembakau Indonesia dapat terus menopang kebutuhan bahan baku tembakau untuk pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor,” lanjutnya.
APTI, yang beranggotakan 2 juta petani dan buruh tani tembakau di Indonesia, sangat khawatir terhadap kerugian dan efek yang dapat terjadi di masa depan atas rencana Taiwan dan Singapura. Rencana penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek dan pelarangan rokok beraroma berpengaruh negatif terhadap kelangsungan mata pencaharian para petani tembakau dan cengkeh Indonesia, dengan mempertimbangkan hubungan perdagangan di antara dua negara.
Petani tembakau di Indonesia memiliki posisi penting dalam mendukung peningkatan ekspor tembakau Indonesia yang stabil. Indonesia diketahui juga merupakan produsen-eksportir terbesar ke-2 di dunia untuk produk jadi tembakau.
(akr)