Kemenperin Pacu Penyerapan Fiber Optik Lokal
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk mendorong peningkatan penggunaan produk lokal guna menumbuhkan industri nasional, khususnya di dalam proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu produk lokal yang dipacu adalah fiber optik, karena kualitasnya telah mampu bersaing dengan produk impor.
“Namun, pelaku industri fiber optik dalam negeri melaporkan kepada kami bahwa tarif bea masuk untuk beberapa bahan bakunya masih memberatkan. Selain itu, para pengguna banyak yang memilih produk impor karena lebih murah,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin, Sabtu (15/4/2017).
Lebih lanjut, dia mengutarakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk menjaga keberlangsungan industri fiber optik dalam negeri, yang telah berperan memberikan nilai tambah bagi sektor pendukungnya. “Contohnya, fiber optik digunakan untuk modernisasi jaringan operator telekomunikasi yang sebelumnya menggunakan kabel tembaga,” ujarnya.
Apalagi, permintaan fiber optik semakin meningkat seiring kebutuhan industri digital global yang terus mengikuti perkembangan teknologi terkini. Saat ini, kebutuhan serat optik di Indonesia diproyeksi mencapai 8-9 juta kilometer per tahun dan berpotensi naik tinggi dalam jangka waktu pendek.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan mengungkapkan, permintaan serat optik juga menjadi besar dengan adanya proyek Palapa Ring yang butuh hingga 36.000 kilometer. “Selain itu, ada proyek kabel serat optik bawah laut. Bahkan, untuk koneksi pita lebar (broad-hand) rumah tangga, terdapat 70 juta rumah tangga yang membutuhkan sambungan internet jenis fiber to the home (FTTH),” paparnya.
Peluang lainnya, dengan populasi Indonesia yang mencapai 250 juta penduduk, permintaan broadband untuk internet akan terus tumbuh. Terutama didorong dengan program pemerintah yang tengah gencar memperluas jaringan internet hingga ke pelosok.
Putu berharap, dengan naiknya kebutuhan kabel serat optik tersebut, akan mampu dipasok oleh industri dalam negeri karena selama ini masih dibanjiri produk impor. Dalam hal ini, Kemenperin akan menerapkan aturan SNI wajib untuk seluruh produk serat optik di Indonesia. “Kami juga punya program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), yang mewajibkan instansi pemerintah dan BUMN untuk menggunakan produk lokal,” tegasnya.
Dia menjelaskan, pelaku industri dalam negeri meminta untuk penurunan tarif bea masuk komponen bahan baku seperti kawat baja dan plastik HDPE yang digunakan di dalam kabel serat optik. “Padahal barang jadi impor untuk fiber optik tidak kena bea masuk, sehingga harga produk lokal kalah bersaing. Bea masuk yang dikenakan bervariasi mulai dari 5-10%,” ungkapnya.
“Namun, pelaku industri fiber optik dalam negeri melaporkan kepada kami bahwa tarif bea masuk untuk beberapa bahan bakunya masih memberatkan. Selain itu, para pengguna banyak yang memilih produk impor karena lebih murah,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin, Sabtu (15/4/2017).
Lebih lanjut, dia mengutarakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk menjaga keberlangsungan industri fiber optik dalam negeri, yang telah berperan memberikan nilai tambah bagi sektor pendukungnya. “Contohnya, fiber optik digunakan untuk modernisasi jaringan operator telekomunikasi yang sebelumnya menggunakan kabel tembaga,” ujarnya.
Apalagi, permintaan fiber optik semakin meningkat seiring kebutuhan industri digital global yang terus mengikuti perkembangan teknologi terkini. Saat ini, kebutuhan serat optik di Indonesia diproyeksi mencapai 8-9 juta kilometer per tahun dan berpotensi naik tinggi dalam jangka waktu pendek.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan mengungkapkan, permintaan serat optik juga menjadi besar dengan adanya proyek Palapa Ring yang butuh hingga 36.000 kilometer. “Selain itu, ada proyek kabel serat optik bawah laut. Bahkan, untuk koneksi pita lebar (broad-hand) rumah tangga, terdapat 70 juta rumah tangga yang membutuhkan sambungan internet jenis fiber to the home (FTTH),” paparnya.
Peluang lainnya, dengan populasi Indonesia yang mencapai 250 juta penduduk, permintaan broadband untuk internet akan terus tumbuh. Terutama didorong dengan program pemerintah yang tengah gencar memperluas jaringan internet hingga ke pelosok.
Putu berharap, dengan naiknya kebutuhan kabel serat optik tersebut, akan mampu dipasok oleh industri dalam negeri karena selama ini masih dibanjiri produk impor. Dalam hal ini, Kemenperin akan menerapkan aturan SNI wajib untuk seluruh produk serat optik di Indonesia. “Kami juga punya program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), yang mewajibkan instansi pemerintah dan BUMN untuk menggunakan produk lokal,” tegasnya.
Dia menjelaskan, pelaku industri dalam negeri meminta untuk penurunan tarif bea masuk komponen bahan baku seperti kawat baja dan plastik HDPE yang digunakan di dalam kabel serat optik. “Padahal barang jadi impor untuk fiber optik tidak kena bea masuk, sehingga harga produk lokal kalah bersaing. Bea masuk yang dikenakan bervariasi mulai dari 5-10%,” ungkapnya.
(akr)