Kampanye Produk Sawit RI Minim di Tengah Resolusi Sawit Eropa

Senin, 17 April 2017 - 14:19 WIB
Kampanye Produk Sawit RI Minim di Tengah Resolusi Sawit Eropa
Kampanye Produk Sawit RI Minim di Tengah Resolusi Sawit Eropa
A A A
JAKARTA - Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dipertanyakan ketika Uni Eropa (UE) mengeluarkan resolusi sawit Parlemen Uni Eropa terkait dengan sertifikasi produk sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mencemaskan pelarangan parlemen UE terhadap ekspor sawit Indonesia bisa membuat empat juta rakyat kehilangan mata pencaharian.

"Jika terus mempertahankan Menteri LHK yang tidak paham kalau Industri sawit itu merupakan Industri andalan bagi penerimaan negara maka dikhawatirkan industri sawit akan merosot. Serta empat juta rakyat Indonesia bisa kehilangan pekerjaannya," ucapnya lewat keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/4/2017).

Seperti diketahui Parlemen UE sebelumnya menilai industri sawit menciptakan masalah seperti deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, pekerja anak dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Resolusi itu secara khusus menyebut industri sawit Indonesia sebagai salah satu pihak pemicu masalah-masalah tersebut.

(Baca Juga: Negara CPOPC Bersatu Protes Resolusi Sawit Uni Eropa
Resolusi itu sendiri disetujui 640 anggota Parlemen Uni Eropa, ditolak 18 lainnya serta 28 sisanya abstain. Laporan itu rencananya akan diserahkan ke Komisi dan Presiden Uni Eropa. Parlemen Uni Eropa mendesak Komisi Uni Eropa menerapkan skema sertifikasi tunggal bagi produk sawit impor demi menghentikan dampak buruk industri ini. Resolusi itu juga menyarankan penghentian penggunaan minyak nabati secara bertahap sampai

Arief menambahkan bila Resolusi Sawit UE bakal semakin memperparah pemasukan devisa negara, pasalnya Uni Eropa setiap tahunnya mengimpor 7 juta ton minyak sawit. Dikatakan, ancaman Boikot Produk Sawit oleh negara Uni Eropa akibat Kementerian LHK hidup tidak bekerja dengan baik dan berpotensi akan merugikan kehidupan petani sawit dan Industri sawit

"Tentu saja ini merupakan bentuk kerja yang tidak serius dalam melakukan kampanye dan sosialisasi serta pendataan terkait isu isu lingkungan hidup, korupsi, pekerja Anak serta pelanggaran HAM dalam Industri Kehutanan, kalau sebenarnya Industri sawit indonesia tidak melanggar hal-hal yang dituduhkan parlemen Uni Eropa," paparnya.

Lebih lanjut dia juga mempertanyakan terkait dana pungutan ekspor CPO yang selama dua tahun diambil dari usaha Perkebunan dengan salah satu tujuannya untuk melakukan kampanye tentang hasil sawit Indonesia serta melawan kampanye hitam terhadap Industri perkebunan sawit.

"Patut dipertanyakan pengunaan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit yang katanya untuk membantu kampanye produk sawit Indonesia agar tidak di tolak oleh luar negeri terkait masalah pengerusakan lingkungan, pelanggaran HAM dan isu pekerja anak," katanya.

Menurutnya hal lain yang harus segera dilakukan oleh pemerintah adalah bisa meyakinkan masyarakat Uni Eropa agar tidak menolak produk Industri sawit asal Indonesia. Sebelumnya, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyatakan, kinerja Menteri LHK harus dievaluasi terkait kurang maksimalnya sosialisasi industri sawit pasca parlemen Uni Eropa melarang Indonesia ekspor sawit dan biodiesel ke negara lain.

Dikatakan, KLHK tidak pernah merilis data yang benar-benar akurat, seperti misalnya hutan industri di masing-masing perusahaan. “Jangan sampai perusahaan yang sudah memegang sertifikasi nasional, terkena imbas atas persoalan-persoalan tadi, sebenarnya hanya persoalan sebagian kecil karena sebagian besar bagus," ucap Enny.

"CPO ini porsinya ekspor lho sehingga kalau mereka, sudah pasti kalau yang besar ekspor, sudah sendirinya memenuhi standar internasional. standar internasional ketat dan mereka tidak mungkin main-main,” paparnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7948 seconds (0.1#10.140)