Nilai Ekspor CPO Melebihi Migas dan Batu Bara
A
A
A
SURABAYA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, nilai ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya menjadi penyumbang devisa terbesar, melebihi ekspor migas dan batu bara. Nilai ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya mencapai USD19,6 miliar.
Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan tinggi dan berdaya saing. "Harus disadari bahwa ini suatu potensi yang harus dirawat. CPO mempunyai multiplayer efek terkait ekonomi, pemerataan usaha, dan juga ke petani," ujarnya di Surabaya, Jawa Timur.
Terkait hal tersebut, Kemenperin mendorong hilirisasi industri kelapa sawit. Berdasarkan data Kemenperin, luas lahan kelapa sawit sampai dengan Maret 2017 mencapai 11,9 juta hektar (ha) di mana 53% dikuasai oleh swasta, 40% dikuasai rakyat, dan 7% dikuasai oleh BUMN.
Produksi CPO pada tahun 2016 mencapai 33,5 juta ton. Sementara ekspor produk sawit dan turunannya tahun 2016 senilai USD19,6 miliar di mana 70% produk olahan (food, non food, chemical, biodiesel) dan sisanya 30% bahan baku (produk hulu CPO/CPKO).
Kontribusi kelapa sawit terhadap pajak sebesar Rp27,42 triliun atau 2,23% dari pajak nasional. Selain itu, sektor industri kelapa sawit menyerap tenaga kerja dari hulu hingga hilir lebih dari 21,2 juta orang.
Panggah melanjutkan, penyebaran dari hulu kebun kelapa sawit terbesar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan sedikit di Papua. Sementara industri pengolahan kelapa sawit tersebar juga di Pulau Jawa seperti sentra-sentra pengolahan besar seperti di Gresik dan Banten.
"Tahun 2015, terdapat 154 jenis produk hilir dari kelapa sawit. Konsumsi domestik meningkat sejalan dengan kemajuan PDB yang meningkat. Kita harapkan ekspor juga bisa terus meningkat seiring dengan penambahan kapasitas," tandasnya.
Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan tinggi dan berdaya saing. "Harus disadari bahwa ini suatu potensi yang harus dirawat. CPO mempunyai multiplayer efek terkait ekonomi, pemerataan usaha, dan juga ke petani," ujarnya di Surabaya, Jawa Timur.
Terkait hal tersebut, Kemenperin mendorong hilirisasi industri kelapa sawit. Berdasarkan data Kemenperin, luas lahan kelapa sawit sampai dengan Maret 2017 mencapai 11,9 juta hektar (ha) di mana 53% dikuasai oleh swasta, 40% dikuasai rakyat, dan 7% dikuasai oleh BUMN.
Produksi CPO pada tahun 2016 mencapai 33,5 juta ton. Sementara ekspor produk sawit dan turunannya tahun 2016 senilai USD19,6 miliar di mana 70% produk olahan (food, non food, chemical, biodiesel) dan sisanya 30% bahan baku (produk hulu CPO/CPKO).
Kontribusi kelapa sawit terhadap pajak sebesar Rp27,42 triliun atau 2,23% dari pajak nasional. Selain itu, sektor industri kelapa sawit menyerap tenaga kerja dari hulu hingga hilir lebih dari 21,2 juta orang.
Panggah melanjutkan, penyebaran dari hulu kebun kelapa sawit terbesar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan sedikit di Papua. Sementara industri pengolahan kelapa sawit tersebar juga di Pulau Jawa seperti sentra-sentra pengolahan besar seperti di Gresik dan Banten.
"Tahun 2015, terdapat 154 jenis produk hilir dari kelapa sawit. Konsumsi domestik meningkat sejalan dengan kemajuan PDB yang meningkat. Kita harapkan ekspor juga bisa terus meningkat seiring dengan penambahan kapasitas," tandasnya.
(akr)