BI Terbitkan PBI Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menerbitkan PBI Nomor 19/3/PBI/2017 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional (PBI PLJP). Hal ini dalam rangka penyempurnaan ketentuan sebelumnya yaitu PBI Nomor 14/16/PBI/2012 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, penyempurnaan PBI PLJP terutama dilakukan dalam rangka penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Hal tersebut lantaran dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan terutama perbankan tetap diperlukan upaya untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek.
"Upaya untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek dimaksud merupakan salah satu cara pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang dapat ditempuh melalui penyediaan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) kepada bank," kata Tirta dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (19/4/2017).
Dia memaparkan, perubahan dalam PBI PLJP dibanding pengaturan sebelumnya meliputi penyelarasan pengaturan dengan UU PPKSK, penyempurnaan pengaturan mengenai agunan. Antara lain ditambahkan jenis aset surat berharga yang dapat diterima sebagai agunan PLJP yaitu Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) serta penyempurnaan mengenai kriteria surat berharga dan aset kredit/aset pembiayaan.
"Bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek dapat mengajukan permohonan PLJP kepada Bank Indonesia," ujarnya.
Adapun syarat bagi bank yang dapat memperoleh PLJP di antaranya tergolong sebagai bank solven, memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan bank paling rendah dua, memiliki agunan berkualitas tinggi sebagai jaminan PLJP yang memenuhi ketentuan, serta diperkirakan mampu untuk mengembalikan PLJP.
Sedangkan jangka waktu PLJP paling lama 14 hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJP dan dapat diperpanjang secara berturut-turut untuk jangka waktu PLJP keseluruhan paling lama 90 hari kalender.
"Selama periode pemberian PLJP bank hanya dapat mengikuti operasi moneter Bank Indonesia yang bersifat ekspansi," ungkap Tirta.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, jenis aset yang dapat menjadi agunan PLJP adalah surat berharga dan aset kredit/aset pembiayaan dengan rincian surat berharga, meliputi SBI, SDBI, SBN, dan surat berharga yang diterbitkan badan hukum lain yang memenuhi persyaratan.
Kemudian, surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang dicatat dalam pembukuan UUS dari bank, meliputi SBIS, SBSN, dan sukuk korporasi yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang memenuhi persyaratan.
Selanjutnya, aset kredit yang memenuhi persyaratan, dan/atau aset pembiayaan yang dicatat dalam pembukuan UUS dari bank yang memenuhi persyaratan. BI mengenakan bunga secara harian kepada bank atas baki debet PLJP yang dihitung menggunakan tingkat suku bunga sebesar repurchase agreement rate (tingkat suku bunga lending facility) ditambah margin sebesar 400 basis poin.
Menurut Tirta, Bank yang melanggar ketentuan dalam PBI PLJP atau tidak melunasi PLJP pada waktunya akan dikenakan sanksi. "PBI ini berlaku sejak tanggal diundangkan," ungkap dia.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, penyempurnaan PBI PLJP terutama dilakukan dalam rangka penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Hal tersebut lantaran dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan terutama perbankan tetap diperlukan upaya untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek.
"Upaya untuk mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek dimaksud merupakan salah satu cara pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang dapat ditempuh melalui penyediaan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) kepada bank," kata Tirta dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (19/4/2017).
Dia memaparkan, perubahan dalam PBI PLJP dibanding pengaturan sebelumnya meliputi penyelarasan pengaturan dengan UU PPKSK, penyempurnaan pengaturan mengenai agunan. Antara lain ditambahkan jenis aset surat berharga yang dapat diterima sebagai agunan PLJP yaitu Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) serta penyempurnaan mengenai kriteria surat berharga dan aset kredit/aset pembiayaan.
"Bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek dapat mengajukan permohonan PLJP kepada Bank Indonesia," ujarnya.
Adapun syarat bagi bank yang dapat memperoleh PLJP di antaranya tergolong sebagai bank solven, memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan bank paling rendah dua, memiliki agunan berkualitas tinggi sebagai jaminan PLJP yang memenuhi ketentuan, serta diperkirakan mampu untuk mengembalikan PLJP.
Sedangkan jangka waktu PLJP paling lama 14 hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJP dan dapat diperpanjang secara berturut-turut untuk jangka waktu PLJP keseluruhan paling lama 90 hari kalender.
"Selama periode pemberian PLJP bank hanya dapat mengikuti operasi moneter Bank Indonesia yang bersifat ekspansi," ungkap Tirta.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, jenis aset yang dapat menjadi agunan PLJP adalah surat berharga dan aset kredit/aset pembiayaan dengan rincian surat berharga, meliputi SBI, SDBI, SBN, dan surat berharga yang diterbitkan badan hukum lain yang memenuhi persyaratan.
Kemudian, surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang dicatat dalam pembukuan UUS dari bank, meliputi SBIS, SBSN, dan sukuk korporasi yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang memenuhi persyaratan.
Selanjutnya, aset kredit yang memenuhi persyaratan, dan/atau aset pembiayaan yang dicatat dalam pembukuan UUS dari bank yang memenuhi persyaratan. BI mengenakan bunga secara harian kepada bank atas baki debet PLJP yang dihitung menggunakan tingkat suku bunga sebesar repurchase agreement rate (tingkat suku bunga lending facility) ditambah margin sebesar 400 basis poin.
Menurut Tirta, Bank yang melanggar ketentuan dalam PBI PLJP atau tidak melunasi PLJP pada waktunya akan dikenakan sanksi. "PBI ini berlaku sejak tanggal diundangkan," ungkap dia.
(izz)