Pemerintah Targetkan 753 Perusahaan Tekstil Tahun Ini
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap, jumlah industri kimia, tekstil, dan aneka (IKTA) mencapai 753 perusahaan tahun ini. Saat ini jumlahnya sudah mengalami peningkatan signifikan dari 2014 sekitar 473 perusahaan, menjadi 591 perusahaan pada 2015 dan 677 perusahaan pada tahun lalu.
"Selain peningkatan daya saing dan produktivitas industri serta pengembangan perwilayahan industri di luar pulau Jawa, penumbuhan populasi industri juga menjadi fokus kami untuk mendorong pertumbuhan industri nasional," kata Dirjen IKTA Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono seperti dalam rilis di Jakarta, Senin (1/5/2017).
Menurutnya, hal tersebut berdasarkan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Apalagi, pemerintah telah menetapkan industri pengolahan non-migas menjadi salah satu sektor prioritas yang tengah dipacu pengembangannya sebagai penggerak pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional.
Pasalnya, selama ini kontribusi industri mampu membawa efek berganda terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, dan penerimaan devisa.
Dalam upaya merealisasikan target jumlah sektor IKTA tahun ini, pihaknya terus memacu pengembangan industri pupuk dan petrokimia di Papua Barat (Bintuni), serta memfasilitasi pembangunan pabrik petrokimia di Masela.
Selanjutnya, pembangunan industri berbasis gasifikasi batu bara di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan (Muara Enim), dan Lampung (Mesuji), pembangunan industri turunan amonia berbasis gas di Sulawesi Tengah (Donggi Senoro), serta pembangunan pabrik bahan baku obat berbasis migas.
"Investasi di dalam negeri untuk sektor IKTA, paling tinggi pada industri kimia. Namun, saat ini nilai impornya masih sangat besar," ujar Sigit.
Dengan adanya pembangunan industri di Indonesia, diharapkan mampu mengurangi ketergantungan produk impor karena sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
Kemenperin mencatat, nilai investasi sektor IKTA mencapai Rp22,17 triliun pada kuartal pertama 2017. Sementara itu, sasaran untuk total nilai investasi 2017 sebesar Rp152 triliun. Realisasi investasi sektor IKTA 2016 mencapai Rp122,5 triliun dengan kontribusi sekitar 37,24% terhadap pertumbuhan industri pengolahan nonmigas nasional.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengaku optimistis, industri pengolahan nonmigas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2%-5,4% dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%-5,4% pada 2017.
Hal tersebut seiring dengan komitmen pemerintah menciptakan iklim investasi industri kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan. "Terutama dengan adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit," tuturnya.
Airlangga menambahkan, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total PDB 2016 sebesar 20,51%, yang terdiri dari industri pengolahan nonmigas sebesar 18,20% dan industri pengolahan batu bara dan pengilangan migas sebesar 2,31%.
"Nilai tambah yang diciptakan sektor industri tidak hanya berasal dari proses produksi, tetapi juga mencakup seluruh aktivitas jasa yang terkait sampai produk tersebut sampai ke konsumen," papar dia.
"Selain peningkatan daya saing dan produktivitas industri serta pengembangan perwilayahan industri di luar pulau Jawa, penumbuhan populasi industri juga menjadi fokus kami untuk mendorong pertumbuhan industri nasional," kata Dirjen IKTA Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono seperti dalam rilis di Jakarta, Senin (1/5/2017).
Menurutnya, hal tersebut berdasarkan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Apalagi, pemerintah telah menetapkan industri pengolahan non-migas menjadi salah satu sektor prioritas yang tengah dipacu pengembangannya sebagai penggerak pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional.
Pasalnya, selama ini kontribusi industri mampu membawa efek berganda terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, dan penerimaan devisa.
Dalam upaya merealisasikan target jumlah sektor IKTA tahun ini, pihaknya terus memacu pengembangan industri pupuk dan petrokimia di Papua Barat (Bintuni), serta memfasilitasi pembangunan pabrik petrokimia di Masela.
Selanjutnya, pembangunan industri berbasis gasifikasi batu bara di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan (Muara Enim), dan Lampung (Mesuji), pembangunan industri turunan amonia berbasis gas di Sulawesi Tengah (Donggi Senoro), serta pembangunan pabrik bahan baku obat berbasis migas.
"Investasi di dalam negeri untuk sektor IKTA, paling tinggi pada industri kimia. Namun, saat ini nilai impornya masih sangat besar," ujar Sigit.
Dengan adanya pembangunan industri di Indonesia, diharapkan mampu mengurangi ketergantungan produk impor karena sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
Kemenperin mencatat, nilai investasi sektor IKTA mencapai Rp22,17 triliun pada kuartal pertama 2017. Sementara itu, sasaran untuk total nilai investasi 2017 sebesar Rp152 triliun. Realisasi investasi sektor IKTA 2016 mencapai Rp122,5 triliun dengan kontribusi sekitar 37,24% terhadap pertumbuhan industri pengolahan nonmigas nasional.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengaku optimistis, industri pengolahan nonmigas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2%-5,4% dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%-5,4% pada 2017.
Hal tersebut seiring dengan komitmen pemerintah menciptakan iklim investasi industri kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan. "Terutama dengan adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit," tuturnya.
Airlangga menambahkan, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total PDB 2016 sebesar 20,51%, yang terdiri dari industri pengolahan nonmigas sebesar 18,20% dan industri pengolahan batu bara dan pengilangan migas sebesar 2,31%.
"Nilai tambah yang diciptakan sektor industri tidak hanya berasal dari proses produksi, tetapi juga mencakup seluruh aktivitas jasa yang terkait sampai produk tersebut sampai ke konsumen," papar dia.
(izz)