Satu Abad Industri Tekstil di Indonesia, Kemenperin Ungkap Sejumlah Tantangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, industri tekstil modern di Tanah Air telah mencapai usia 100 tahun pada 2022. Perayaan ini menjadi momentum untuk berfokus meningkatkan daya saing dan produktivitas, serta menjawab tantangan-tantangan yang selama ini dihadapi industri tekstil.
Dia mengidentifikasi bahwa industri tekstil saat ini menghadapi persoalan terkait keterhubungan rantai pasok hulu dan hilir. Pasalnya, subsektor industri tekstil telah memiliki struktur industri hulu hingga hilir yang lengkap, namun belum saling terhubung, sehingga terjadi ketimpangan produktivitas.
Selain itu, tantangan bagi industri tekstil akan semakin besar dengan adanya kesepakatan regional comprehensive economic partnership (RCEP) dan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) sehingga perlu bersiap diri meningkatkan daya saing dan efisiensinya.
"Industri ini juga perlu mempersiapkan diri menghadapi penerapan pajak karbon yang saat ini masih dalam pembahasan teknis," kata Menperin, Jumat (22/7/2022).
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, Kemenperin menjalankan upaya-upaya peningkatan daya saing.
Antara lain melalui promosi dan fasilitasi penggunaan teknologi industri 4.0 untuk meningkatkan produktivitas, pendampingan dan advokasi bagi industri yang mengalami injury akibat implementasi FTA, dumping, dan lainnya, serta perlindungan pasar dalam negeri melalui peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), pembuatan e-katalog, dan promosi sandang ke dalam dan luar negeri.
Kemenperin juga menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Sandang serta Menyusun SNI dan pemberlakuan SNI wajib bagi produk sandang untuk meningkatkan subsitusi impor produk TPT. “Ini merupakan langkah pemerintah untuk kembali mengangkat kejayaan industri tekstil dan produk tekstil nasional,” tegas Warsito.
Dia mengidentifikasi bahwa industri tekstil saat ini menghadapi persoalan terkait keterhubungan rantai pasok hulu dan hilir. Pasalnya, subsektor industri tekstil telah memiliki struktur industri hulu hingga hilir yang lengkap, namun belum saling terhubung, sehingga terjadi ketimpangan produktivitas.
Selain itu, tantangan bagi industri tekstil akan semakin besar dengan adanya kesepakatan regional comprehensive economic partnership (RCEP) dan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) sehingga perlu bersiap diri meningkatkan daya saing dan efisiensinya.
"Industri ini juga perlu mempersiapkan diri menghadapi penerapan pajak karbon yang saat ini masih dalam pembahasan teknis," kata Menperin, Jumat (22/7/2022).
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, Kemenperin menjalankan upaya-upaya peningkatan daya saing.
Antara lain melalui promosi dan fasilitasi penggunaan teknologi industri 4.0 untuk meningkatkan produktivitas, pendampingan dan advokasi bagi industri yang mengalami injury akibat implementasi FTA, dumping, dan lainnya, serta perlindungan pasar dalam negeri melalui peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), pembuatan e-katalog, dan promosi sandang ke dalam dan luar negeri.
Kemenperin juga menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Sandang serta Menyusun SNI dan pemberlakuan SNI wajib bagi produk sandang untuk meningkatkan subsitusi impor produk TPT. “Ini merupakan langkah pemerintah untuk kembali mengangkat kejayaan industri tekstil dan produk tekstil nasional,” tegas Warsito.
(uka)