BI Fokus Pengelolaan Risiko Sektor Keuangan RI
A
A
A
BALI - Bank Indonesia (BI) menyatakan, Indonesia perlu terus meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi tantangan ke depan. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama yaitu BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan dan industri serta stakeholder lainnya, untuk saling bahu-membahu dalam memelihara kestabilan sistem keuangan.
BI selaku salah satu otoritas dalam sistem keuangan Indonesia telah berkomitmen sesuai dengan kewenangan yang dimiliki untuk terus konsisten menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kebijakan moneter, kebijakan suku bunga diarahkan agar secara konsisten mampu mengendalikan inflasi sesuai dengan targetnya, sementara kebijakan nilai tukar ditempuh agar pergerakannya sesuai dengan nilai fundamentalnya.
"Dari sisi kebijakan makroprudensial, fokusnya terletak pada pengelolaan risiko sistemik, termasuk risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan penguatan struktur permodalan," ujar Anggota Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto di Bali, Jumat (5/5/2017).
Dari sisi kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, Erwin menyampaikan, BI akan mengembangkan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien melalui penyempurnaan arsitektur sistem pembayaran dan perluasan akses layanan pembayaran. Selain langkah-langkah tersebut, BI memandang bahwa untuk memelihara kestabilan sistem keuangan memerlukan sinergi antar lembaga.
Dalam kaitan tersebut, Komisi XI DPR RI bersama-sama dengan BI, Kementrian Keuangan, OJK dan LPS telah berhasil menyelesaikan Undang-undang (UU) No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
"Selain memberikan pijakan yang kuat untuk koordinasi antar lembaga, UU PPKSK tersebut juga merupakan jawaban atas Global Regulatory Reform yang sedang berlangsung di dunia internasional," pungkasnya.
BI selaku salah satu otoritas dalam sistem keuangan Indonesia telah berkomitmen sesuai dengan kewenangan yang dimiliki untuk terus konsisten menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kebijakan moneter, kebijakan suku bunga diarahkan agar secara konsisten mampu mengendalikan inflasi sesuai dengan targetnya, sementara kebijakan nilai tukar ditempuh agar pergerakannya sesuai dengan nilai fundamentalnya.
"Dari sisi kebijakan makroprudensial, fokusnya terletak pada pengelolaan risiko sistemik, termasuk risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan penguatan struktur permodalan," ujar Anggota Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto di Bali, Jumat (5/5/2017).
Dari sisi kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, Erwin menyampaikan, BI akan mengembangkan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien melalui penyempurnaan arsitektur sistem pembayaran dan perluasan akses layanan pembayaran. Selain langkah-langkah tersebut, BI memandang bahwa untuk memelihara kestabilan sistem keuangan memerlukan sinergi antar lembaga.
Dalam kaitan tersebut, Komisi XI DPR RI bersama-sama dengan BI, Kementrian Keuangan, OJK dan LPS telah berhasil menyelesaikan Undang-undang (UU) No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
"Selain memberikan pijakan yang kuat untuk koordinasi antar lembaga, UU PPKSK tersebut juga merupakan jawaban atas Global Regulatory Reform yang sedang berlangsung di dunia internasional," pungkasnya.
(akr)