Industri Nasional Perlu Sasar Pasar Ekspor Baru

Sabtu, 06 Mei 2017 - 10:18 WIB
Industri Nasional Perlu...
Industri Nasional Perlu Sasar Pasar Ekspor Baru
A A A
JAKARTA - Industri nasional perlu aktif membuka akses ke pasar internasional yang bersifat nontradisional dalam rangka meningkatkan ekspor. Negara-negara di kawasan Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, Eropa Tengah dan Timur berikut organisasi regionalnya, Afrika, Timur Tengah, serta negara-negara di sekitar Samudera Hindia (Indian Ocean Rim Association atau IORA) memiliki berbagai potensi untuk digarap.

Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Struktur Industri, Ngakan Timur Antara mengatakan, perluasan ekspor ke pasar nontradisional merupakan salah satu strategi yang perlu dilakukan pelaku industri nasional untuk mengantisipasi kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

"Jumlah penduduk yang besar namun dengan sumber daya alam yang relatif terbatas membuat wilayah tersebut berpotensi sebagai tujuan ekspor bagi komoditas dan produk yang beragam dari Indonesia. Selain itu, sebagian besar negara di pasar nontradisional tidak menerapkan sistem kuota ekspor seperti yang banyak dilakukan oleh negara maju," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/5/2017).

Dia memaparkan, komoditas utama ekspor Indonesia ke negeri Paman Sam pada tahun 2016 meliputi tekstil (USD2,46 miliar), makanan (USD1,45 miliar), plastik dan karet (USD1,43 miliar), alas kaki (USD1,34 miliar) serta permesinan dan elektronik (USD1,15 miliar).

Menurut Ngakan, adanya kategori produk ekspor yang beririsan dengan ekspor China ke AS dapat mengakibatkan tekanan yang besar.

"Indonesia punya produk ekspor utama ke AS yang relatif mirip dengan China. Akan ada tekanan yang lebih besar apabila produk China dikenakan bea masuk yang tinggi ke AS, kemungkinan Indonesia akan menjadi sasaran produk dari China," paparnya.

Lebih lanjut, Ngakan menyampaikan, perlu dipertimbangkan strategi untuk memperluas pasar ke negara-negara selain yang selama ini telah menjalin hubungan dagang dengan Indonesia.

Beberapa kriteria pasar nontradisional yang dipertimbangkan adalah negara yang GDP perkapitanya di atas USD1.000, berpopulasi lebih dari 1 juta penduduk, dan nilai impornya melebihi USD1 miliar.

"Selain itu, neraca perdagangan kita dengan negara yang bersangkutan dalam kondisi surplus, juga dalam kondisi tren impor dunia dan tren ekspor nonmigas Indonesia yang positif,” jelasnya.

Selain itu, kata Ngakan, perlu mendorong kegiatan litbang dan inovasi agar meningkatkan kualitas dan diverisifikasi produk. "Serta memberikan insentif bagi para eksportir untuk meningkatkan penetrasi ke pasar-pasar nontradisional. Perlu dikembangkan juga pasar-pasar di negara-negara yang menjadi 'hub' untuk wilayah sekitarnya, seperti Meksiko bagi negara Amerika Latin lainnya,” kata Ngakan.

Kepala Badan Pengembangan dan Penelitian Industri (BPPI) merangkap Plt. Sekjen Kemenperin Haris Munandar mengatakan, ada beberapa strategi pendekatan dalam kerja sama industri dengan negara lain.

Pertama, strategi persuasif melalui lobi dan negosiasi. Selanjutnya, strategi preventif, yakni dengan penerapan standar untuk mengurangi lonjakan impor.

"Saat ini, perlu diperbanyak jumlah non-tariff measures (NTM) seperti yang dilakukan negara-negara maju. Yang dapat dilakukan adalah pemberlakuan standar wajib maupun pengaturan tata niaga untuk produk tertentu," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1051 seconds (0.1#10.140)