Pemerintah Dukung Penuh Industri Sawit
A
A
A
BOGOR - Pemerintah menegaskan komitmennya untuk terus mendukung industri perkebunan kelapa sawit. Sebab industri ini terbukti telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, mendatangkan devisa dan penyerapan tenaga kerja.
“Saya pikir pemerintah memiliki komitmen yang besar pada industri sawit. Kita tahu semua bahwa sawit terbukti memberikan kontribusi positif bagi perekonomian, mendatangkan devisa, penyerapan tenaga kerja dan juga memajukan perekonomian di daerah-daerah terpencil,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Teten Masduki pada Perayaan 2 Abad Kebun Raya Bogor di Kebun Raya Bogor, Kamis (18/5/2017).
Di saat terjadi perlambatan perekonomian dunia, kata Teten, sawit menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Padahal hilirisasi sawit belum optimal, lantaran selama ini Indonesia masih mengandalkan ekspor dalam bentuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Oleh karena itu, kata Teten, pemerintah meminta para pelaku usaha agar segera melakukan hilirisasi industri sawit. Sebab dengan demikian, nilai tambah industri sawit akan banyak dirasakan bangsa Indonesia.
“Dari sisi pengusaha tentu saja akan mendapatkan tambahan keuntungan, sementara beban pemerintah akan berkurang karena hilirisasi ini akan menyerap banyak tenaga kerja,” kata Teten.
Komitmen pemerintah ini, kata Teten, juga tercermin dari perjuangan Presiden Joko Widodo bersama para menterinya meyakinkan Uni Eropa bahwa budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah seusai dengan kaidah-kaidah yang telah dipersyaratkan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Diketahui, belum lama ini Parlemen Uni Eropa menuding bahwa sawit Indonesia terkait erat dengan isu pelanggaran HAM, korupsi, pekerja anak dan penghilangan hak masyarakat adat.
“Saya kira resolusi parlemen Eropa itu tidak tepat. Sebab Pemerintah Indonesia melalui peraturan-peraturan yang dikeluarkan telah mendorong agar praktik budidaya perkebunan sawit mengikuti kaidah-kaidah lingkungan dan konservasi alam,” kata Teten.
Oleh karena itu, pemerintah akan terus berupaya meyakinkan Eropa bahwaperkebunan sawit di Indonesia telah mengacu kepada praktik perkebunanyang berkelanjutan.
“Namun demikian saya juga mengimbau kepada para petani sawit maupun pelaku usaha agar mematuhi dan taat pada regulasi yang telah ditetapkan pemerintah,” katanya.
Pada acara tersebut Ketua Umum Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyerahkan bibit induk sawit Dura Deli kepada Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Didik Widyatmoko. Bibit induk ini merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) secara terstruktur sejak awal 1900. Tanaman Dura ini menjadi pohon induk (mother palm) untuk produksi benih kelapa sawit unggul.
Saat ini generasi Dura Deli yang digunakan dalam proses produksi benih di PPKS merupakan generasi keenam dari tahun 1848. “Secara genetik, Dura ini merupakan keturunan dari pohon Dura yang ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848,” kata Didi Widyatmoko.
Sementara itu, sejarah kelapa sawit di Indonesia bermula dari empat bibit yang diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada Februari 1848 oleh DT Pryce. Sementara dua bibit yang lainnya diintroduksi dari Amsterdam pada Maret 1848.
Diduga dua bibit tersebut juga berasal dari kelompok yang sama dengan bibit yang berasal dari Bourbon. Keempat bibit sawit tersebut kemudian ditanam di Buitenzorg Botanical Garden (Kebun Raya Bogor) pada 1848.
Sementara itu, pengembangan sawit secara komersial di Indonesia dibangun pada 1911 oleh Adrien Hallet, seorang warga negara Belgia di Sumatra bagian timur, mencakup Pulu Raja (Asahan, Sumatra Utara) dan Sungai Liput (Aceh).
“Saya pikir pemerintah memiliki komitmen yang besar pada industri sawit. Kita tahu semua bahwa sawit terbukti memberikan kontribusi positif bagi perekonomian, mendatangkan devisa, penyerapan tenaga kerja dan juga memajukan perekonomian di daerah-daerah terpencil,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Teten Masduki pada Perayaan 2 Abad Kebun Raya Bogor di Kebun Raya Bogor, Kamis (18/5/2017).
Di saat terjadi perlambatan perekonomian dunia, kata Teten, sawit menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Padahal hilirisasi sawit belum optimal, lantaran selama ini Indonesia masih mengandalkan ekspor dalam bentuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Oleh karena itu, kata Teten, pemerintah meminta para pelaku usaha agar segera melakukan hilirisasi industri sawit. Sebab dengan demikian, nilai tambah industri sawit akan banyak dirasakan bangsa Indonesia.
“Dari sisi pengusaha tentu saja akan mendapatkan tambahan keuntungan, sementara beban pemerintah akan berkurang karena hilirisasi ini akan menyerap banyak tenaga kerja,” kata Teten.
Komitmen pemerintah ini, kata Teten, juga tercermin dari perjuangan Presiden Joko Widodo bersama para menterinya meyakinkan Uni Eropa bahwa budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah seusai dengan kaidah-kaidah yang telah dipersyaratkan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Diketahui, belum lama ini Parlemen Uni Eropa menuding bahwa sawit Indonesia terkait erat dengan isu pelanggaran HAM, korupsi, pekerja anak dan penghilangan hak masyarakat adat.
“Saya kira resolusi parlemen Eropa itu tidak tepat. Sebab Pemerintah Indonesia melalui peraturan-peraturan yang dikeluarkan telah mendorong agar praktik budidaya perkebunan sawit mengikuti kaidah-kaidah lingkungan dan konservasi alam,” kata Teten.
Oleh karena itu, pemerintah akan terus berupaya meyakinkan Eropa bahwaperkebunan sawit di Indonesia telah mengacu kepada praktik perkebunanyang berkelanjutan.
“Namun demikian saya juga mengimbau kepada para petani sawit maupun pelaku usaha agar mematuhi dan taat pada regulasi yang telah ditetapkan pemerintah,” katanya.
Pada acara tersebut Ketua Umum Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyerahkan bibit induk sawit Dura Deli kepada Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Didik Widyatmoko. Bibit induk ini merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) secara terstruktur sejak awal 1900. Tanaman Dura ini menjadi pohon induk (mother palm) untuk produksi benih kelapa sawit unggul.
Saat ini generasi Dura Deli yang digunakan dalam proses produksi benih di PPKS merupakan generasi keenam dari tahun 1848. “Secara genetik, Dura ini merupakan keturunan dari pohon Dura yang ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848,” kata Didi Widyatmoko.
Sementara itu, sejarah kelapa sawit di Indonesia bermula dari empat bibit yang diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada Februari 1848 oleh DT Pryce. Sementara dua bibit yang lainnya diintroduksi dari Amsterdam pada Maret 1848.
Diduga dua bibit tersebut juga berasal dari kelompok yang sama dengan bibit yang berasal dari Bourbon. Keempat bibit sawit tersebut kemudian ditanam di Buitenzorg Botanical Garden (Kebun Raya Bogor) pada 1848.
Sementara itu, pengembangan sawit secara komersial di Indonesia dibangun pada 1911 oleh Adrien Hallet, seorang warga negara Belgia di Sumatra bagian timur, mencakup Pulu Raja (Asahan, Sumatra Utara) dan Sungai Liput (Aceh).
(ven)