Masa Depan Industri Sawit di Tangan Generasi Muda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masa depan industri minyak sawit Indonesia berada di tangan generasi muda , anak-anak milenial hingga generasi Z. Perlu penguatan strategi kampanye positif di kalangan anak-anak muda.
Jika tidak, sektor kelapa sawit akan ditinggalkan. Mati bukan karena kehilangan permintaan, tetapi karena kehilangan generasi yang melanjutkan tongkat estafet menjaga keberlanjutan industri strategis nasional ini.
Hal tersebut disampaikan Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dalam bincang santai dengan sejumlah wartawan, Minggu (13/11/2022).
(Baca juga:Gapki Minta Pemerintah Tak Membuat Aturan yang Memberatkan Ekspor)
Tofan mengatakan, dengan pergeseran teknologi komunikasi digital yang masif, rasanya tantangan komunikasi di industri sawit bisa dihadapi dengan ringan jika semakin banyak generasi muda terlibat dan berperan aktif dalam banyak bidang di industri sawit.
“Di bidang teknis, sudah ada banyak muda yang masuk dan bekerja di industri sawit. Tetapi dalam bidang komunikasi, kampanye positif, dan advokasi kebijakan, perlu lebih banyak anak-anak muda terlibat di dalamnya,” kata Tofan.
Tofan Mahdi yang pernah menjadi PR Terbaik Indonesia 2016 versi Majalah PR Indonesia ini mengatakan, ada tiga tantangan besar yang dihadapi industri minyak sawit. Yaitu tantangan kebijakan, keberlanjutan, dan fluktuasi harga. Dari tiga tantangan tersebut, tantangan kebijakan adalah yang terberat.
“Fluktuasi harga CPO, sebagai sektor usaha bidang komoditas, kita dalam posisi tidak bisa melakukan apapun. Fluktuasi harga komoditas sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di pasar,” kata Tofan.
(Baca juga:Polemik Soal Ujian Siswa SD Sudutkan Sawit, Ini Tanggapan GAPKI)
Tantangan kedua, kata Tofan, adalah persoalan keberlanjutan. Komitmen sektor kelapa sawit terhadap tata kelola yang berkelanjutan (sustainable palm oil) adalah mutlak.
Jika tidak, sektor kelapa sawit akan ditinggalkan. Mati bukan karena kehilangan permintaan, tetapi karena kehilangan generasi yang melanjutkan tongkat estafet menjaga keberlanjutan industri strategis nasional ini.
Hal tersebut disampaikan Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dalam bincang santai dengan sejumlah wartawan, Minggu (13/11/2022).
(Baca juga:Gapki Minta Pemerintah Tak Membuat Aturan yang Memberatkan Ekspor)
Tofan mengatakan, dengan pergeseran teknologi komunikasi digital yang masif, rasanya tantangan komunikasi di industri sawit bisa dihadapi dengan ringan jika semakin banyak generasi muda terlibat dan berperan aktif dalam banyak bidang di industri sawit.
“Di bidang teknis, sudah ada banyak muda yang masuk dan bekerja di industri sawit. Tetapi dalam bidang komunikasi, kampanye positif, dan advokasi kebijakan, perlu lebih banyak anak-anak muda terlibat di dalamnya,” kata Tofan.
Tofan Mahdi yang pernah menjadi PR Terbaik Indonesia 2016 versi Majalah PR Indonesia ini mengatakan, ada tiga tantangan besar yang dihadapi industri minyak sawit. Yaitu tantangan kebijakan, keberlanjutan, dan fluktuasi harga. Dari tiga tantangan tersebut, tantangan kebijakan adalah yang terberat.
“Fluktuasi harga CPO, sebagai sektor usaha bidang komoditas, kita dalam posisi tidak bisa melakukan apapun. Fluktuasi harga komoditas sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di pasar,” kata Tofan.
(Baca juga:Polemik Soal Ujian Siswa SD Sudutkan Sawit, Ini Tanggapan GAPKI)
Tantangan kedua, kata Tofan, adalah persoalan keberlanjutan. Komitmen sektor kelapa sawit terhadap tata kelola yang berkelanjutan (sustainable palm oil) adalah mutlak.