Organda DIY Desak Aturan Taksi Online Disahkan
A
A
A
YOGYAKARTA - Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY mendesak agar peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur taksi online agar segera diterbitkan. Pasalnya jika tidak, permasalahan antara operator taksi konvensional dengan taksi online akan semakin meruncing.
"Tadi pagi kami sowan ke Polda DIY mempertanyakan hal tersebut," ujar Ketua Organda DIY, Agus Andriyanto, Senin (5/6/2017).
Ia menduga molornya Pergub taksi online tersebut akibat selama ini pembuat regulator kesulitan menemui pihak operator taksi online, pemilik aplikasi. Dan hal tersebut menurutnya karena unsur kesengajaan dari operator taksi online yang ingin mengulur-ulur waktu sehingga Pergub tersebut tidak segera disahkan.
Kemungkinan besar, lanjutnya, karena operator taksi online tidak akan bisa memenuhi syarat yang tertera dalam Pergub tersebut. Salah satunya adalah batasan kuota yang diberikan oleh pemerintah. Sebab selama ini, operator taksi online sudah melakukan perekrutan driver.
Menurutnya jika Pergub diberlakukan, maka operator taksi online harus memutus kerja sama dengan pihak ketiga yaitu driver pemiliki mobil plat hitam yang selama ini sudah bekerja sama. Padahal di satu sisi, hal tersebut juga menjadi tuntutan dari Organda selaku organisasi resmi yang menaungi taksi konvensional.
"Yang kami pertanyakan komitmennya, nanti sanggup tidak operator taksi online memenuhi syarat tersebut. Dan bagaimana regulator mengawasinya," tandasnya.
Menurutnya Pergub tersebut harus segera diterbitkan agar persoalan di lapangan segera dapat diselesaikan. Perihal adanya operator taksi konvensional yang bergabung dengan operator taksi online, ia mengakui memang ada beberapa, dan itupun belum resmi beroperasi.
Namun ia membantah jika sudah ada 40% operator taksi konvensional yang bekerja sama dengan taksi online seperti yang diklaim oleh pihak penyedia aplikasi Go-jek. Terang dia sejauh ini baru ada sekitar 25 taksi dari sebuah perusahaan taksi yang telah bergabung. Dan taksi-taksi resmi inilah yang telah melakukan uji KIR.
"Jadi yang telah patuh uji KIR dari taksi online ya baru 25 itu. Yang lain, yang plat hitam belum," tandasnya.
Lebih lanjut dia menampik dengan adanya kerjasama antara beberapa taksi konvensional dengan taksi online tersebut mengindikasikan Organda DIY pecah. Hal tersebut menurutnya justru menandaskan jika Organda kuat dan bersatu. Karena dengan bergabungnya atau adanya kerjasama tersebut, tuntutan sekaligus juga amanat peraturan bisa ditegakkan.
Organda ungkap dia sebenarnya mendukung adanya kerjasama antara pihak taksi online dengan konvensional karena sesuai anjuran pemerintah. Namun persoalan lain akan muncul ketika ternyata pihak operator taksi online tidak bisa memenuhi syarat kuota yang ditetapkan yang berimplikasi ketika taksi konvensional bergabung dengan taksi online, operator taksi online akan bersedia atau tidak memutuskan kerjasama dengan driver plat hitam tersebut.
"Nah ini yang menjadi persoalan kita. Mereka (operator) sanggup tidak,"tanyanya.
Sementara Strategic Area Head Go-jek Yogya, Delly Nugraha membantah jika operator taksi online seperti mereka sulit ditemui. Karena ia sudah beberapa kali bertemu dengan pihak pemerintah terutama kepala Dinas Perhubungan. Bahkan ia mengklaim jika Dinas Perhubungan mendukung bergabungnya taksi konvensional dengan mereka.
"Selama ini, penolakan tersebut karena penilaian negatif terhadap kami. Semua itu karena ketidaktahuan saja, masyarakat termasuk pemerintah ataupun taksi konvensional mendengar tentang Go-jek hanya sepotong-sepotong," tandasnya.
"Tadi pagi kami sowan ke Polda DIY mempertanyakan hal tersebut," ujar Ketua Organda DIY, Agus Andriyanto, Senin (5/6/2017).
Ia menduga molornya Pergub taksi online tersebut akibat selama ini pembuat regulator kesulitan menemui pihak operator taksi online, pemilik aplikasi. Dan hal tersebut menurutnya karena unsur kesengajaan dari operator taksi online yang ingin mengulur-ulur waktu sehingga Pergub tersebut tidak segera disahkan.
Kemungkinan besar, lanjutnya, karena operator taksi online tidak akan bisa memenuhi syarat yang tertera dalam Pergub tersebut. Salah satunya adalah batasan kuota yang diberikan oleh pemerintah. Sebab selama ini, operator taksi online sudah melakukan perekrutan driver.
Menurutnya jika Pergub diberlakukan, maka operator taksi online harus memutus kerja sama dengan pihak ketiga yaitu driver pemiliki mobil plat hitam yang selama ini sudah bekerja sama. Padahal di satu sisi, hal tersebut juga menjadi tuntutan dari Organda selaku organisasi resmi yang menaungi taksi konvensional.
"Yang kami pertanyakan komitmennya, nanti sanggup tidak operator taksi online memenuhi syarat tersebut. Dan bagaimana regulator mengawasinya," tandasnya.
Menurutnya Pergub tersebut harus segera diterbitkan agar persoalan di lapangan segera dapat diselesaikan. Perihal adanya operator taksi konvensional yang bergabung dengan operator taksi online, ia mengakui memang ada beberapa, dan itupun belum resmi beroperasi.
Namun ia membantah jika sudah ada 40% operator taksi konvensional yang bekerja sama dengan taksi online seperti yang diklaim oleh pihak penyedia aplikasi Go-jek. Terang dia sejauh ini baru ada sekitar 25 taksi dari sebuah perusahaan taksi yang telah bergabung. Dan taksi-taksi resmi inilah yang telah melakukan uji KIR.
"Jadi yang telah patuh uji KIR dari taksi online ya baru 25 itu. Yang lain, yang plat hitam belum," tandasnya.
Lebih lanjut dia menampik dengan adanya kerjasama antara beberapa taksi konvensional dengan taksi online tersebut mengindikasikan Organda DIY pecah. Hal tersebut menurutnya justru menandaskan jika Organda kuat dan bersatu. Karena dengan bergabungnya atau adanya kerjasama tersebut, tuntutan sekaligus juga amanat peraturan bisa ditegakkan.
Organda ungkap dia sebenarnya mendukung adanya kerjasama antara pihak taksi online dengan konvensional karena sesuai anjuran pemerintah. Namun persoalan lain akan muncul ketika ternyata pihak operator taksi online tidak bisa memenuhi syarat kuota yang ditetapkan yang berimplikasi ketika taksi konvensional bergabung dengan taksi online, operator taksi online akan bersedia atau tidak memutuskan kerjasama dengan driver plat hitam tersebut.
"Nah ini yang menjadi persoalan kita. Mereka (operator) sanggup tidak,"tanyanya.
Sementara Strategic Area Head Go-jek Yogya, Delly Nugraha membantah jika operator taksi online seperti mereka sulit ditemui. Karena ia sudah beberapa kali bertemu dengan pihak pemerintah terutama kepala Dinas Perhubungan. Bahkan ia mengklaim jika Dinas Perhubungan mendukung bergabungnya taksi konvensional dengan mereka.
"Selama ini, penolakan tersebut karena penilaian negatif terhadap kami. Semua itu karena ketidaktahuan saja, masyarakat termasuk pemerintah ataupun taksi konvensional mendengar tentang Go-jek hanya sepotong-sepotong," tandasnya.
(akr)