Indonesia Perjuangkan Ekspor Produk Turunan Sawit di WTO

Sabtu, 10 Juni 2017 - 15:11 WIB
Indonesia Perjuangkan...
Indonesia Perjuangkan Ekspor Produk Turunan Sawit di WTO
A A A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri tengah memperjuangkan keputusan panel Dispute Settlement Body (DSB) WTO di tahapan lebih tinggi, yaitu forum Appellate Body (AB) WTO, untuk sengketa certain fatty alcohols asal Indonesia di Jenewa, Swiss.

Sebelumnya, Indonesia keberatan terhadap putusan panel DSB yang memenangkan UE atas penerapan Article 2.3 & 2.4; serta Article 3.1 & 3.5 Anti-Dumping Agreement (ADA) dan Indonesia hanya memenangkan klaim terkait article 6.7 ADA mengenai transparency of investigation report. Putusan panel tersebut menghasilkan posisi 2:1 untuk UE yang tidak menguntungkan bagi Indonesia.

“Indonesia mengajukan banding ke AB-WTO yang akan berfokus pada SEE karena mempunyai arti penting khususnya bagi metodologi penentuan normal value untuk harga ekspor dan harga domestik bagi produsen/eksportir yang memiliki afiliasi di luar negeri,” jelas Dirjen Daglu Oke Nurwan dalam keterangan resmi seperti dikutip dari situs resmi Kemendag.

Secara terminologi, SEE menerangkan jika perusahaan induk dan anak perusahaan dikontrol oleh perusahaan induk, maka kondisi ini dikatakan sebagai satu kesatuan unit ekonomi (SEE).

“SEE digunakan oleh hampir seluruh produsen/eksportir Indonesia di sektor minyak kelapa sawit. Putusan panel WTO mengenai SEE ini apabila dimenangkan Indonesia, dapat menjadi yurisprudensi untuk kasus serupa di masa mendatang. Indonesia akan bersikap tegas dalam menghadapi sikap UE dan mengharapkan hasil yang positif dari keputusan AB WTO,” ujar Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati.

Gugatan Indonesia ini berawal dari penyelidikan anti-dumping European Commission (EC) yang dimulai sejak 13 Agustus 2010 berdasarkan permohonan dua industri domestik certain fatty alcohols di UE, yaitu Cognis Gmbh dan Sasol Olefins & Surfactants Gmbh. Dari hasil investigasinya, UE mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) yang efektif berlaku pada 8 November 2011 hingga November 2016 sebesar €45,63/MT-€80,34/MT untuk produsen/eksportir Indonesia.

Setelah keluarnya keputusan UE ini, produsen/eksportir Indonesia mengajukan banding pada pengadilan lokal (General Court of the EU) dengan hasil satu produsen/eksportir berhasil dibebaskan dari penerapan BMAD. Sebelum pengenaan BMAD, impor certain fatty alcohols asal Indonesia di UE mencapai USD53,5 juta pada 2009 dan meningkat 45,16% menjadi USD112,6 juta pada 2011.

Setelah adanya keputusan pengenaan BMAD, nilai impor menurun menjadi USD109,2 juta pada 2012. Meskipun sempat naik menjadi USD119,4 juta pada 2013, namun menurun pada tahun berikutnya sebesar USD69,1 juta dan berakhir dititik USD 58,9 juta pada 2016. Untuk periode setelah pengenaan BMAD (2012-2016), nilai impor UE dari Indonesia mengalami tren penurunan nilai sebesar 20,42%.

Adapun pangsa ekspor fatty alcohols Indonesia ke UE pada 2016 sebesar 13,87% atau USD 71,6 juta dari total keseluruhan ekspor certain fatty alcohols Indonesia ke dunia yang mencapai USD 515,9 juta (sumber:Trademap). Certain fatty alcohols merupakan produk kimia turunan dari minyak nabati (sawit).

Certain fatty alcohols dapat digunakan sebagai bahan dasar utama surfaktan untuk kebutuhan detergen, produk perawatan tubuh, dan kosmetik. Permintaan certain fatty alcohols Indonesia dari RRT, UE, Amerika Serikat, Singapura, dan Korea Selatan menyebabkan certain fatty alcohols menjadi salah satu produk unggulan ekspor Indonesia
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1133 seconds (0.1#10.140)