Indonesia-Turki Resmi Luncurkan Perundingan CEPA
A
A
A
JAKARTA - Hubungan ekonomi Indonesia dan Turki telah berkembang menuju tahapan yang lebih dalam. Hal ini ditandai dengan ditandatanganinya Pernyataan Bersama Peluncuran Perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dengan Turki (Indonesia Turkey Comprehensive Economic Partnership Agreement/IT-CEPA).
Penandatanganan dilakukan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dan Menteri Perekonomian Turki Nihat Zeybekci pada kunjungan kenegaraan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, ke Ankara, Turki beberapa waktu lalu.
"Agar para pelaku usaha dapat secepatnya mengambil manfaat dari peluncuran IT-CEPA maka perundingan perdagangan barang (Trade in Goods Agreement) akan diprioritaskan selesai pada tahap pertama. Sementara perdagangan jasa dan investasi serta bidang lainnya baru akan dirundingkan pada tahapan berikutnya sesuai kesepakatan kedua negara," kata Enggar dalam rilisnya, Minggu (9/7/2017).
Menurutnya, Indonesia dan Turki sepakat untuk memperhatikan isu-isu sensitif kedua negara agar IT-CEPA dapat memberikan manfaat ekonomi bagi keduanya. Enggar juga menekankan bahwa putaran pertama Perundingan IT-CEPA direncanakan dimulai Oktober 2017 di Indonesia yang penyelenggaraannya diikuti dengan pelaksanaan Sidang Komisi
Bersama (SKB) yang dipimpin Enggar.
Gagasan pembentukan IT-CEPA sebelumnya telah dibahas di Sidang Komisi Bersama Indonesia-Turki ke-7 pada 2008 di Ankara, Turki. Berdasarkan pembahasan tersebut, disusunlah kajian bersama pada 2011 yang merekomendasikan dibentuknya CEPA. Selanjutnya pada kurun 2011-2012, hasil kajian bersama tersebut disosialisasikan guna menjaring masukan dan mendapatkan tanggapan dari para pemangku kepentingan di Indonesia.
Keseriusan pemerintah RI dalam menjajaki prospek pembentukan IT-CEPA tercermin dalam Deklarasi Bersama tentang Peningkatan Kemitraan di Tatanan Dunia Baru oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Abdullah Gül pada 5 April 2011 di Jakarta. Upaya pembentukan IT-CEPA kembali ditekankan dalam pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 31 Juli 2015 di Jakarta.
Pintu Masuk Produk Unggulan Indonesia Dengan jumlah populasi 80,2 juta (2016) dan GDP per kapita Purchasing Power Parity (PPP) USD21.146 (2016), serta pertumbuhan ekonomi rata-rata 3,3% dalam lima tahun terakhir, Turki merupakan pasar yang sangat prospektif.
Selain itu, Turki juga dapat menjadi pintu masuk produk unggulan Indonesia ke kawasan Eropa, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Tengah mengingat Turki memiliki perjanjian perdagangan dengan berbagai blok ekonomi tersebut.
"Indonesia dapat memanfaatkan posisi strategis Turki dalam suplai dan rantai nilai guna menembus pasar di negara-negara di kawasan tersebut," imbuh Enggar.
Turki merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-23 dan mitra investasi ke-43 bagi Indonesia dengan nilai investasi sebesar USD2,7 juta (2016). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa dalam delapan tahun terakhir Indonesia selalu menikmati surplus perdagangan dengan Turki.
Pada 2016, surplus tersebut mencapai USD712,9 juta bagi Indonesia, dengan ekspor sebesar USD1 miliar dan impor sebesar USD311 juta. Namun, jumlah surplus pada 2016 relatif menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan perdagangan Turki yang kurang bersahabat bagi produk Indonesia, seperti tarif maupun bea tambahan untuk beberapa produk impor serta trade remedies.
Selain itu, perjanjian perdagangan negara-negara pesaing Indonesia dengan Turki juga menyebabkan daya saing ekspor Indonesia terganggu. "Diharapkan pembentukan IT-CEPA dapat mengatasi hambatan- hambatan perdagangan dimaksud," tutur Mendag.
Penandatanganan dilakukan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita dan Menteri Perekonomian Turki Nihat Zeybekci pada kunjungan kenegaraan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, ke Ankara, Turki beberapa waktu lalu.
"Agar para pelaku usaha dapat secepatnya mengambil manfaat dari peluncuran IT-CEPA maka perundingan perdagangan barang (Trade in Goods Agreement) akan diprioritaskan selesai pada tahap pertama. Sementara perdagangan jasa dan investasi serta bidang lainnya baru akan dirundingkan pada tahapan berikutnya sesuai kesepakatan kedua negara," kata Enggar dalam rilisnya, Minggu (9/7/2017).
Menurutnya, Indonesia dan Turki sepakat untuk memperhatikan isu-isu sensitif kedua negara agar IT-CEPA dapat memberikan manfaat ekonomi bagi keduanya. Enggar juga menekankan bahwa putaran pertama Perundingan IT-CEPA direncanakan dimulai Oktober 2017 di Indonesia yang penyelenggaraannya diikuti dengan pelaksanaan Sidang Komisi
Bersama (SKB) yang dipimpin Enggar.
Gagasan pembentukan IT-CEPA sebelumnya telah dibahas di Sidang Komisi Bersama Indonesia-Turki ke-7 pada 2008 di Ankara, Turki. Berdasarkan pembahasan tersebut, disusunlah kajian bersama pada 2011 yang merekomendasikan dibentuknya CEPA. Selanjutnya pada kurun 2011-2012, hasil kajian bersama tersebut disosialisasikan guna menjaring masukan dan mendapatkan tanggapan dari para pemangku kepentingan di Indonesia.
Keseriusan pemerintah RI dalam menjajaki prospek pembentukan IT-CEPA tercermin dalam Deklarasi Bersama tentang Peningkatan Kemitraan di Tatanan Dunia Baru oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Abdullah Gül pada 5 April 2011 di Jakarta. Upaya pembentukan IT-CEPA kembali ditekankan dalam pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 31 Juli 2015 di Jakarta.
Pintu Masuk Produk Unggulan Indonesia Dengan jumlah populasi 80,2 juta (2016) dan GDP per kapita Purchasing Power Parity (PPP) USD21.146 (2016), serta pertumbuhan ekonomi rata-rata 3,3% dalam lima tahun terakhir, Turki merupakan pasar yang sangat prospektif.
Selain itu, Turki juga dapat menjadi pintu masuk produk unggulan Indonesia ke kawasan Eropa, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Tengah mengingat Turki memiliki perjanjian perdagangan dengan berbagai blok ekonomi tersebut.
"Indonesia dapat memanfaatkan posisi strategis Turki dalam suplai dan rantai nilai guna menembus pasar di negara-negara di kawasan tersebut," imbuh Enggar.
Turki merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-23 dan mitra investasi ke-43 bagi Indonesia dengan nilai investasi sebesar USD2,7 juta (2016). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa dalam delapan tahun terakhir Indonesia selalu menikmati surplus perdagangan dengan Turki.
Pada 2016, surplus tersebut mencapai USD712,9 juta bagi Indonesia, dengan ekspor sebesar USD1 miliar dan impor sebesar USD311 juta. Namun, jumlah surplus pada 2016 relatif menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan perdagangan Turki yang kurang bersahabat bagi produk Indonesia, seperti tarif maupun bea tambahan untuk beberapa produk impor serta trade remedies.
Selain itu, perjanjian perdagangan negara-negara pesaing Indonesia dengan Turki juga menyebabkan daya saing ekspor Indonesia terganggu. "Diharapkan pembentukan IT-CEPA dapat mengatasi hambatan- hambatan perdagangan dimaksud," tutur Mendag.
(izz)