Indef: Perubahan Sistem Penyaluran Beras Butuh Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai perubahan sistem penyaluran beras miskin (raskin) menjadi beras sejahtera (rastra) tidak akan maksimal. Dibutuhkan infrastruktur pendukung untuk masyarakat di pelosok.
"Maksudnya memang baik dari pola raskin menjadi beras sejahtera (rastra). Namun, perubahan itu belum diikuti insfrastruktur pendukung sehingga berpotensi menjadi masalah baru," ujar Researcher Indef Ahmad Heri Fidaus kepada SINDOnews di kantornya.
Awalnya, sistem penyaluran bantuan sosial beras langsung diberikan ke penerima rumah tangga sasaran (RTS). Namun, kini berubah ke penyaluran non tunai. Yaitu, RTS mendapat bantuan Rp110 ribu per kepala keluarga dalam setiap bulannya.
"Harapan perubahan ini melalui target pemerintah yang 6T, yaitu tepat waktu, sasaran, jumlah, harga, kualitas dan tepat administrasi terpenuhi," ungkap Ahmad Heri.
Namun, lanjut dia, bila pola baru itu berbasis informasi tehnologi (IT), yang mana RTS harus menggesek kartu yang didapat ke mesin penggesek yang disediakan.
"Apakah masyarakat di desa di suatu pegunungan ada fasilitas internet atau mesin geseknya. Sampai saat ini kami belum mendapat data kalau di desa-desa pelosok tersedia jaringan provider. Ini problem tersendiri," paparnya.
Selain itu, kata Ahmad Heri, penetapan bantuan Rp110 ribu per bulan/kepala kelaurga (KK) juga jadi problem lain. Sebab, jumlah satu keluarga tidak sama. Ada yang satu keluarga tujuh orang dan ada yang cuma tiga orang.
Untuk itu, dia menyarakan, polanya tidak perlu diubah. Namun, yang diubah adalah kualitas objek bantuannya dengan memberikan subsidi.
"Beras raskin ditinggalkan karena kualitasnya jelek; ada kutu dan jamuran. Namun, bila beras kualitas baik yang dibagikan dengan bentuk intervensi pemerintah subsidi, maka ini yang baik," jelasnya.
Baca Juga: Menko Darmin Ungkap Kondisi Tata Niaga Beras KPPU Pastikan Kasus Pengoplosan Beras PT IBU Jalan Terus
PT IBU Bantah Lakukan Penimbunan Beras
"Maksudnya memang baik dari pola raskin menjadi beras sejahtera (rastra). Namun, perubahan itu belum diikuti insfrastruktur pendukung sehingga berpotensi menjadi masalah baru," ujar Researcher Indef Ahmad Heri Fidaus kepada SINDOnews di kantornya.
Awalnya, sistem penyaluran bantuan sosial beras langsung diberikan ke penerima rumah tangga sasaran (RTS). Namun, kini berubah ke penyaluran non tunai. Yaitu, RTS mendapat bantuan Rp110 ribu per kepala keluarga dalam setiap bulannya.
"Harapan perubahan ini melalui target pemerintah yang 6T, yaitu tepat waktu, sasaran, jumlah, harga, kualitas dan tepat administrasi terpenuhi," ungkap Ahmad Heri.
Namun, lanjut dia, bila pola baru itu berbasis informasi tehnologi (IT), yang mana RTS harus menggesek kartu yang didapat ke mesin penggesek yang disediakan.
"Apakah masyarakat di desa di suatu pegunungan ada fasilitas internet atau mesin geseknya. Sampai saat ini kami belum mendapat data kalau di desa-desa pelosok tersedia jaringan provider. Ini problem tersendiri," paparnya.
Selain itu, kata Ahmad Heri, penetapan bantuan Rp110 ribu per bulan/kepala kelaurga (KK) juga jadi problem lain. Sebab, jumlah satu keluarga tidak sama. Ada yang satu keluarga tujuh orang dan ada yang cuma tiga orang.
Untuk itu, dia menyarakan, polanya tidak perlu diubah. Namun, yang diubah adalah kualitas objek bantuannya dengan memberikan subsidi.
"Beras raskin ditinggalkan karena kualitasnya jelek; ada kutu dan jamuran. Namun, bila beras kualitas baik yang dibagikan dengan bentuk intervensi pemerintah subsidi, maka ini yang baik," jelasnya.
Baca Juga: Menko Darmin Ungkap Kondisi Tata Niaga Beras KPPU Pastikan Kasus Pengoplosan Beras PT IBU Jalan Terus
PT IBU Bantah Lakukan Penimbunan Beras
(dmd)