Penertiban Impor Langkah Kemenkeu Jawab Tantangan Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Program Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) yang bergulir sejak Desember 2016, pada semester I/2017 pencapaiannya sebesar 95% dari target. Sementara, secara keseluruhan target capaian PRKC yang dijadwalkan selesai pada 2020 telah mencapai 12%.
Tema besar program ini meliputi penguatan integritas, budaya organisasi dan kelembagaan, optimalisasi penerimaan, penguatan fasilitasi, serta efisiensi pelayanan dan efektivitas pengawasan.
Beberapa program unggulan, seperti penerapan program coaching, mentoring, dan counseling pegawai untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Lalu joint program dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan otomasi manajemen pengawasan telah dijalankan.
Hal ini termasuk Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) yang merupakan program yang disorot pada kuartal II/2017. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, PIBT merupakan langkah nyata Kemenkeu dalam menjawab tantangan dari masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal dapat diberantas.
"Seperti praktik penghindaran fiskal serta penghindaran pemenuhan perizinan barang larangan dan atau pembatasan (lartas)," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Setelah komitmen bersama antara Menkeu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala Kepolisian Negara RI, Panglima TNI, Jaksa Agung, KPK, PPATK, dan Kantor Staf Presiden di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 12 Juli 2017, program PIBT menunjukkan hasil positif.
Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin menurunnya persentase impor berisiko tinggi yang jumlahnya selama ini tidak lebih 5% dari seluruh kegiatan impor atau ekspor di Indonesia. Selain itu, importir berisiko tinggi yang melakukan aktivitas setiap hari, jumlahnya menurun rata-rata sebesar 66%.
"Importasi oleh importir berisiko tinggi jumlahnya juga menurun rata-rata sebesar 70%. Selanjutnya, tingkat kepatuhan importir berisiko tinggi sudah menunjukkan perbaikan," jelas dia.
Tema besar program ini meliputi penguatan integritas, budaya organisasi dan kelembagaan, optimalisasi penerimaan, penguatan fasilitasi, serta efisiensi pelayanan dan efektivitas pengawasan.
Beberapa program unggulan, seperti penerapan program coaching, mentoring, dan counseling pegawai untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Lalu joint program dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan otomasi manajemen pengawasan telah dijalankan.
Hal ini termasuk Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) yang merupakan program yang disorot pada kuartal II/2017. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, PIBT merupakan langkah nyata Kemenkeu dalam menjawab tantangan dari masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal dapat diberantas.
"Seperti praktik penghindaran fiskal serta penghindaran pemenuhan perizinan barang larangan dan atau pembatasan (lartas)," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Setelah komitmen bersama antara Menkeu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala Kepolisian Negara RI, Panglima TNI, Jaksa Agung, KPK, PPATK, dan Kantor Staf Presiden di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 12 Juli 2017, program PIBT menunjukkan hasil positif.
Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin menurunnya persentase impor berisiko tinggi yang jumlahnya selama ini tidak lebih 5% dari seluruh kegiatan impor atau ekspor di Indonesia. Selain itu, importir berisiko tinggi yang melakukan aktivitas setiap hari, jumlahnya menurun rata-rata sebesar 66%.
"Importasi oleh importir berisiko tinggi jumlahnya juga menurun rata-rata sebesar 70%. Selanjutnya, tingkat kepatuhan importir berisiko tinggi sudah menunjukkan perbaikan," jelas dia.
(izz)