Petani Tebu Desak Revisi HPP Gula Jadi Rp11.000/Kg
A
A
A
SURABAYA - Petani tebu menerangkan rendahnya lelang gula tani pada musim 2017 telah memaksa mereka menelan kerugian. Karena hal itu Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendesak pemerintah untuk menaikkan harga patokan gula petani (HPP) menjadi Rp11.000 per kilogram (kg).
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTRI Nur Khabsyin menuturkan, pada Juli lali pihaknya memang sudah mengusulkan kenaikan HPP Rp11.767 per kg. Namun pemerintah tetap menetapkan HPP Rp9.100 per kg.
Sementara untuk Harga Acuan Penjualan di Konsumen (HET) Rp12.500 tiap kilogram. "Besaran HPP yang ditetapkan berada di bawah produksi petani. Ini jelas membuat petani terpuruk," ujar Khabsyin, Rabu (2/8/2017).
Ia menambahkan, lelang gula tahun ini sudah menyentuh di angka Rp9.500 per kg. Makanya pemerintah didesak untuk menaikkan HPP sebesar Rp11.000 serta HET Rp14.000. "Dengan kondisi saat ini petani terus merugi. Lihat saja biaya produksi terus naik, tapi harga jual malah turun," jelasnya.
Usulan HPP gula, terang dia berdasarkan biaya produksi, setelah sebelumnya menerima masukan petani tebu dari berbagai wilayah di Indonesia. Khabsyin mengutarakan tahun ini pun ada kenaikan biaya pokok produksi seperti biaya garap dan tebang angkut akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sementara perhitungan produksi tebu per hektarenya, kata dia, sebanyak 1.000 kuintal dengan rendemen 7,5%. Untuk jenis tanaman plane cane atau tanaman tebu pertama akan menghasilkan besaran HPP sebesar Rp12.970 per kg. Bahkan, lanjutnya, untuk tanaman kedua, ketiga dan seterusnya dengan produksi tebu 900 kuintal per hektare dan rendemen 7% akan menghasilkan besaran HPP sebesar Rp11.252 per kg.
Sambung Ia penghitungan tersebut, sudah termasuk keuntungan petani 10%. Pada dasarnya, petani tebu tidak meminta HPP tinggi, akan tetapi angka Rp11.000 per kg dinilai cukup wajar. Alasannya pabrik gula hanya memberikan rendemen 7,5% akibat pabrik gula sudah berumur tua. "Kondisinya akan berbeda, ketika rendemen bisa lebih tinggi, sehingga besaran HPP bisa di bawah angka tersebut," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional APTRI Nur Khabsyin menuturkan, pada Juli lali pihaknya memang sudah mengusulkan kenaikan HPP Rp11.767 per kg. Namun pemerintah tetap menetapkan HPP Rp9.100 per kg.
Sementara untuk Harga Acuan Penjualan di Konsumen (HET) Rp12.500 tiap kilogram. "Besaran HPP yang ditetapkan berada di bawah produksi petani. Ini jelas membuat petani terpuruk," ujar Khabsyin, Rabu (2/8/2017).
Ia menambahkan, lelang gula tahun ini sudah menyentuh di angka Rp9.500 per kg. Makanya pemerintah didesak untuk menaikkan HPP sebesar Rp11.000 serta HET Rp14.000. "Dengan kondisi saat ini petani terus merugi. Lihat saja biaya produksi terus naik, tapi harga jual malah turun," jelasnya.
Usulan HPP gula, terang dia berdasarkan biaya produksi, setelah sebelumnya menerima masukan petani tebu dari berbagai wilayah di Indonesia. Khabsyin mengutarakan tahun ini pun ada kenaikan biaya pokok produksi seperti biaya garap dan tebang angkut akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sementara perhitungan produksi tebu per hektarenya, kata dia, sebanyak 1.000 kuintal dengan rendemen 7,5%. Untuk jenis tanaman plane cane atau tanaman tebu pertama akan menghasilkan besaran HPP sebesar Rp12.970 per kg. Bahkan, lanjutnya, untuk tanaman kedua, ketiga dan seterusnya dengan produksi tebu 900 kuintal per hektare dan rendemen 7% akan menghasilkan besaran HPP sebesar Rp11.252 per kg.
Sambung Ia penghitungan tersebut, sudah termasuk keuntungan petani 10%. Pada dasarnya, petani tebu tidak meminta HPP tinggi, akan tetapi angka Rp11.000 per kg dinilai cukup wajar. Alasannya pabrik gula hanya memberikan rendemen 7,5% akibat pabrik gula sudah berumur tua. "Kondisinya akan berbeda, ketika rendemen bisa lebih tinggi, sehingga besaran HPP bisa di bawah angka tersebut," ujarnya.
(akr)