Rekayasa BPPT Atasi Kelangkaan Garam
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto turut menyoroti isu krisis garam nasional baik untuk konsumsi maupun industri. Menurutnya, mengatasi kelangkaan garam dibutuhkan dukungan infrastruktur di daerah yang memiliki curah hujan rendah.
(Baca Juga: Luhut Sebut BPPT Punya Teknologi Atasi Kelangkaan Garam
Dia mengatakan, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan menjadi daerah yang sangat potensial untuk dijadikan sentra produksi garam nasional. Mengingat, dua daerah tersebut memiliki tingkat curah hujan yang rendah. "NTT dan Sulawesi Selatan sangat potensial untuk dijadikan sentra produksi garam," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Menurut dia, pembangunan lahan garam terintegrasi akan memudahkan petani panen dengan kadar garam tinggi hanya dalam jangka waktu empat hingga lima hari. Ini dilakukan dengan cara membangun reservoir air laut bertingkat dan mekanisme metode panen.
Bahkan, selain garam bisa juga dihasilkan produk bittern untuk industri makanan, minuman, suplemen. Dengan begitu, teknologi tersebut akan turut menjawab masalah perekonomian. "Sebagai contoh BPPT telah berhasil membuat pabrik garam farmasi pertama di Indonesia. Bahkan, penguasaan proses produksi garam pro-analisa," tandasnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan BPPT sejatinya sudah bisa diandalkan untuk memproduksi garam. Bahkan, garam yang diproduksi dengan biaya lebih rendah (low cost).
"Ternyata BPPT itu sudah sangat bisa bikin garam. Selama ini belum, tadi saya lapor Wapres, besok rapat dengan ahli garam dari tempat Pak Menristekdikti, ternyata cost nya rendah. Tanpa lihat cuaca," terang Luhut
(Baca Juga: Luhut Sebut BPPT Punya Teknologi Atasi Kelangkaan Garam
Dia mengatakan, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan menjadi daerah yang sangat potensial untuk dijadikan sentra produksi garam nasional. Mengingat, dua daerah tersebut memiliki tingkat curah hujan yang rendah. "NTT dan Sulawesi Selatan sangat potensial untuk dijadikan sentra produksi garam," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Menurut dia, pembangunan lahan garam terintegrasi akan memudahkan petani panen dengan kadar garam tinggi hanya dalam jangka waktu empat hingga lima hari. Ini dilakukan dengan cara membangun reservoir air laut bertingkat dan mekanisme metode panen.
Bahkan, selain garam bisa juga dihasilkan produk bittern untuk industri makanan, minuman, suplemen. Dengan begitu, teknologi tersebut akan turut menjawab masalah perekonomian. "Sebagai contoh BPPT telah berhasil membuat pabrik garam farmasi pertama di Indonesia. Bahkan, penguasaan proses produksi garam pro-analisa," tandasnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan BPPT sejatinya sudah bisa diandalkan untuk memproduksi garam. Bahkan, garam yang diproduksi dengan biaya lebih rendah (low cost).
"Ternyata BPPT itu sudah sangat bisa bikin garam. Selama ini belum, tadi saya lapor Wapres, besok rapat dengan ahli garam dari tempat Pak Menristekdikti, ternyata cost nya rendah. Tanpa lihat cuaca," terang Luhut
(akr)