Pasokan Merosot, Impor Tembakau Tembus 175 Ribu Ton
A
A
A
JAKARTA - Panen tembakau terus mengalami penurunan karena cuaca di Indonesia semakin tidak menentu. Sehingga, industri rokok meraskan terus berkurangnya pasokan tembakau sebagai bahan baku.
"Sekarang ini sekitar 50% yang dapat disediakan petani Indonesia. Karena, memang selama tiga tahun terakhir panen tembakau merosot tajam," aku Ketua Umum Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran saat dihubungi, Jakarta, Minggi (6/8/2017).
Menurutnya, jika dalam setahun kebutuhan industri rokok Indonesia terhadap tembakau mecapai 350 ribu ton. Namun, sejak tiga tahun terakhir melanda Indonesia, maka pelaku industri rokok impor bahan baku tembakau.
"Impor industri rokok tahun ini kisaran 175 ribu ton. Kalau tidak impor, tidak mungkin membiarkan industri rokok kolaps, akibat minimnya pasokan tembakau dalam negeri," tuturnya.
Dia mengakui impor tembakau itu terbesar dari China, India, dan Myanmar, dan beberapa negara lain yang produksi tembakaunya tidak terganggu.
Data BPS menunjukkan, pada semester I/2017 impor tembakau mencapai USD252,6 juta dengan volume 50,7 ribu ton. Angka ini naik jika dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya USD241,6 juta dengan volume 37,6 ribu ton.
Khusus Juni 2017, total volume 8,1 ribu ton dengan nilai USD44,6 juta atau turun dibanding Mei 2017 yang sebesar USD66,3 juta dengan volume 12,1 ribu ton. Bahkan, jika dibanding Juni 2016 juga naik hampir tiga kali lipat, sebab pada bulan keenam tahun lalu impor tembakau hanya USD27,4 juta dengan volume 4,5 ribu ton.
Ismanu mengakui, industri rokok Indonesia tidak mungkin dibiarkan kekurangan pasokan bahan baku nasional. Mengingat, sumbangsih sektor industri rokok ke APBN melalui cukai dan pajak dikisaran Rp200 triliun per tahun. "Karena itu, impor adalah keniscayaan," ucap dia.
"Sekarang ini sekitar 50% yang dapat disediakan petani Indonesia. Karena, memang selama tiga tahun terakhir panen tembakau merosot tajam," aku Ketua Umum Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran saat dihubungi, Jakarta, Minggi (6/8/2017).
Menurutnya, jika dalam setahun kebutuhan industri rokok Indonesia terhadap tembakau mecapai 350 ribu ton. Namun, sejak tiga tahun terakhir melanda Indonesia, maka pelaku industri rokok impor bahan baku tembakau.
"Impor industri rokok tahun ini kisaran 175 ribu ton. Kalau tidak impor, tidak mungkin membiarkan industri rokok kolaps, akibat minimnya pasokan tembakau dalam negeri," tuturnya.
Dia mengakui impor tembakau itu terbesar dari China, India, dan Myanmar, dan beberapa negara lain yang produksi tembakaunya tidak terganggu.
Data BPS menunjukkan, pada semester I/2017 impor tembakau mencapai USD252,6 juta dengan volume 50,7 ribu ton. Angka ini naik jika dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya USD241,6 juta dengan volume 37,6 ribu ton.
Khusus Juni 2017, total volume 8,1 ribu ton dengan nilai USD44,6 juta atau turun dibanding Mei 2017 yang sebesar USD66,3 juta dengan volume 12,1 ribu ton. Bahkan, jika dibanding Juni 2016 juga naik hampir tiga kali lipat, sebab pada bulan keenam tahun lalu impor tembakau hanya USD27,4 juta dengan volume 4,5 ribu ton.
Ismanu mengakui, industri rokok Indonesia tidak mungkin dibiarkan kekurangan pasokan bahan baku nasional. Mengingat, sumbangsih sektor industri rokok ke APBN melalui cukai dan pajak dikisaran Rp200 triliun per tahun. "Karena itu, impor adalah keniscayaan," ucap dia.
(izz)