Susi Minta Semua Pihak Awasi Peredaran Impor Garam
A
A
A
SURABAYA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta semua pihak menjaga proses impor garam yang dilakukan PT Garam (Persero). Tujuannya agar tidak merembes ke pasar. Hal ini sesuai tujuan UU Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Seusai acara orasi ilmiah Pembangunan Ekonomi Maritim di kampus Universitas Airlangga Surabaya, Sui mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) punya hak memberi rekomendasi impor garam. "Masalah kelangkaan garam banyak kartel yang bermain. Ketika pasar sedang butuh, maka garam dikeluarkan," katanya, Jumat (11/8/2017).
Garam impor, lanjut Susi, terutama dari Australia, harganya bisa murah karena biaya logistiknya rendah. Untuk membawa garam dari Darwin, Australia ke Indonesia hanya butuh biaya USD600 dengan jumlah tiga kontainer.
Sedangkan garam Indonesia mahal karena biaya logistik yang tinggi. “Garam dibawa dari Sampang ke Jawa Barat itu ongkosnya mahal,” tandasnya.
Di sisi lain, Susi menyatakan, laut merupakan masa depan bangsa Indonesia. Sehingga harus didukung penuh oleh pemerintah. Menurutnya, potensi laut tidak akan berkurang dan justru akan semakin bertambah dan membesar. “Potensi di laut harus kita jaga agar ada keberlanjutan,” katanya.
Pada kesempatan di Unair, Susi menyampaikan empat poin usulan pembangunan ekonomi maritim yang berkelanjutan. Pertama, kapal asing yang melakukan illegal fishing tidak ditenggelamkan, tapi diberikan pada kelompok nelayan lokal.
Kedua, pembatasan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan pelarangan penggunaan rumpon terhadap nelayan lokal harus dilakukan secara bertahap. "Kalau kapal diberikan ke nelayan lokal kan lebih bermanfaat dibandig diledakkan atau ditenggelamkan," kata Ketua Tim Perumus Gagasan Pemikiran Pengembangan Ekonomi Maritim FEB Unair, Rossanto Dwi Handojo.
Ketiga, lanjut dia, tim mengusulkan kebijakan skema "Social Impact Bond" (SIB) untuk akses lembaga keuangan nelayan. Skema ini dapat dibuat oleh KKP bekerja sama dengan investor dalam negeri maupun luar negeri. "Keempat, tim memandang perlu ada rencana strategis (renstra) untuk membangun garam nasional," pungkas Rossanto.
Seusai acara orasi ilmiah Pembangunan Ekonomi Maritim di kampus Universitas Airlangga Surabaya, Sui mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) punya hak memberi rekomendasi impor garam. "Masalah kelangkaan garam banyak kartel yang bermain. Ketika pasar sedang butuh, maka garam dikeluarkan," katanya, Jumat (11/8/2017).
Garam impor, lanjut Susi, terutama dari Australia, harganya bisa murah karena biaya logistiknya rendah. Untuk membawa garam dari Darwin, Australia ke Indonesia hanya butuh biaya USD600 dengan jumlah tiga kontainer.
Sedangkan garam Indonesia mahal karena biaya logistik yang tinggi. “Garam dibawa dari Sampang ke Jawa Barat itu ongkosnya mahal,” tandasnya.
Di sisi lain, Susi menyatakan, laut merupakan masa depan bangsa Indonesia. Sehingga harus didukung penuh oleh pemerintah. Menurutnya, potensi laut tidak akan berkurang dan justru akan semakin bertambah dan membesar. “Potensi di laut harus kita jaga agar ada keberlanjutan,” katanya.
Pada kesempatan di Unair, Susi menyampaikan empat poin usulan pembangunan ekonomi maritim yang berkelanjutan. Pertama, kapal asing yang melakukan illegal fishing tidak ditenggelamkan, tapi diberikan pada kelompok nelayan lokal.
Kedua, pembatasan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan pelarangan penggunaan rumpon terhadap nelayan lokal harus dilakukan secara bertahap. "Kalau kapal diberikan ke nelayan lokal kan lebih bermanfaat dibandig diledakkan atau ditenggelamkan," kata Ketua Tim Perumus Gagasan Pemikiran Pengembangan Ekonomi Maritim FEB Unair, Rossanto Dwi Handojo.
Ketiga, lanjut dia, tim mengusulkan kebijakan skema "Social Impact Bond" (SIB) untuk akses lembaga keuangan nelayan. Skema ini dapat dibuat oleh KKP bekerja sama dengan investor dalam negeri maupun luar negeri. "Keempat, tim memandang perlu ada rencana strategis (renstra) untuk membangun garam nasional," pungkas Rossanto.
(ven)