Output Pencucian Garam Disebut Belum Memenuhi Kebutuhan Industri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah membangun washing plant atau pencucian garam di berbagai daerah. Kementerian Perikanan dan Kelautan menyebutkan, output garam yang dihasilkan sesuai SNI 3556:2016. Namun output garam tersebut dinilai masih belum memenuhi kebutuhan industri dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Seperti diketahui Kode SNI 3556:2016 adalah untuk spesifikasi garam konsumsi beryodium, dengan syarat mutu kadar NaCl 94%. Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono mengatakan, output garam dari washing plant tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri petro kimia dari sisi kualitas.
“Spesifikasinya tidak masuk,” ucapnya kepada media.
Dia mengatakan, garam yang dicuci dengan kualitas tidak begitu baik. Kadar impuritis (zat pengotor) pada garam masih tinggi, serta kadar NaCl masih di bawah kebutuhan industri petro kimia. “Kadar NaCl yang dipakai kita 99%, sedangkan produksi dalam negeri kadar NaCl paling tinggi 96%,” paparnya.
Lebih lanjut terang dia, mesin pencucian garam dengan kapasitas 40.000 ribu ton pertahun belum dapat memenuhi kebutuhan industri. “Kebutuhan kita saja 2,5 juta ton per tahun,” ujarnya.
Fajar mempertanyakan, harga garam dari pencucian tersebut, harga yang kompetitif merupakan pertimbangan industri. “Kalau melewati pencucian itu ongkosnya berapa? Harganya apakah akan masuk?” tanya.
Sebelumnya Plt. Dirjen PRL Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TB Haeru Rahayu mengungkapkan, pembangunan washing plant bertujuan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industri. “Alat pencucian garam diharapkan dapat memenuhi potensi pasar garam yang ada sehingga dengan meningkatnya produksi garam berkualitas,” ucapnya.
Seperti diketahui Kode SNI 3556:2016 adalah untuk spesifikasi garam konsumsi beryodium, dengan syarat mutu kadar NaCl 94%. Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono mengatakan, output garam dari washing plant tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri petro kimia dari sisi kualitas.
“Spesifikasinya tidak masuk,” ucapnya kepada media.
Dia mengatakan, garam yang dicuci dengan kualitas tidak begitu baik. Kadar impuritis (zat pengotor) pada garam masih tinggi, serta kadar NaCl masih di bawah kebutuhan industri petro kimia. “Kadar NaCl yang dipakai kita 99%, sedangkan produksi dalam negeri kadar NaCl paling tinggi 96%,” paparnya.
Lebih lanjut terang dia, mesin pencucian garam dengan kapasitas 40.000 ribu ton pertahun belum dapat memenuhi kebutuhan industri. “Kebutuhan kita saja 2,5 juta ton per tahun,” ujarnya.
Fajar mempertanyakan, harga garam dari pencucian tersebut, harga yang kompetitif merupakan pertimbangan industri. “Kalau melewati pencucian itu ongkosnya berapa? Harganya apakah akan masuk?” tanya.
Sebelumnya Plt. Dirjen PRL Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TB Haeru Rahayu mengungkapkan, pembangunan washing plant bertujuan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat guna memenuhi kebutuhan industri. “Alat pencucian garam diharapkan dapat memenuhi potensi pasar garam yang ada sehingga dengan meningkatnya produksi garam berkualitas,” ucapnya.
(akr)