Bulog Wajib Serap Gula Petani
A
A
A
JEPARA - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyambut baik keputusan pemerintah yang akhirnya menugaskan Perum Bulog untuk menyerap gula dari petani tebu di Indonesia. Keputusan tersebut muncul setelah petani tebu bertemu dengan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud serta Dirut Bulog Djarot Kusumayakti pada awal pekan kemarin di Kantor Kemenko Perekonomian RI di Jakarta.
Koordinator Litbang APTRI Ari Wachid mengatakan ada beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. Bahkan hasil pertemuan itu lantas ditindaklanjuti oleh Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita dengan menerbitkan surat tertanggal 16 Agustus 2017 bernomor 885/M-DAG/SD/8/2017 tentang Pembelian dan Penjualan Gula oleh Perum Bulog.
"Jadi ini sudah resmi dan kita ingin agar secepatnya direalisasikan Bulog. Gula yang diserap tentu saja yang memenuhi standar kesehatan (SNI)," ujar Ari Wachid, di Jepara, Jawa Tengah, Minggu (20/8/2017).
Dalam surat Mendag RI itu disebutkan jika hanya Perum Bulog yang dapat menjual gula dalam bentuk curah ke pasar tradisional. Berkenaan dengan hal tersebut, Perum Bulog diminta melakukan pembelian gula petani dan menjual ke pedagang di pasar tradisional seluruh Indonesia.
Tujuannya agar pedagang dapat menjual kepada konsumen dengan harga sesuai yang ditetapkan pemerintah. "Harga acuan gula di tingkat petani yang ditetapkan Rp9.700 per kilogram. Itupun juga tanpa adanya pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen karena ditanggung Bulog," ujarnya.
Sambung Ia menjelaskan, pihaknya bisa mengakomodir nominal tersebut. Sebab sebelumnya harga acuan gula yang ditetapkan Kementrian Perdagangan Rp9.100/kg. Belakangan ini, bahkan muncul wacana pengenaan PPN 10% yang membuat petani tebu resah. Pengenaan PPN membuat pedagang enggan membeli gula petani karena khawatir ditarik pajak tersebut.
"Kita sempat debat terkait hal ini. Pangkal persoalan karena ada perbedaan data rendemen gula. Di lapangan rata-rata 6,1 - 6,5 persen, bahkan di bawah itu masih ada," jelasnya.
Meski surat Mendag RI sudah diteken, pihak lain masih tetap diperkenankan menyerap gula petani. Dengan catatan, harganya harus di atas Rp9.700/kg dan tanpa dikenakan PPN. Hal ini dinilainya logis dan strategis untuk mengamankan harga "dasar" acuan yang ditetapkan pemerintah.
"Prinsipnya APTRI menyambut positif keputusan pemerintah ini. Sebab kemarin tidak ada kepastian harga sehingga nominal cenderung menurun. Sekarang ada kepastian harga dan kita bisa menerima itu," tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI, Abdul Wachid saat ditemui wartawan di Jepara juga mengapresiasi positif keputusan pemerintah. Komisi VI DPR akan terus mendorong BUMN yang memang merupakan mitra kerjanya agar melakukan langkah-langkah strategis agar sektor gula bisa lebih berdaya saing, namun tidak merugikan petani.
Salah satu upayanya dengan mengalokasikan anggaran untuk revitalisasi pabrik gula milik pemerintah. Salah satu pabrik gula plat merah yang pernah dikunjungi politisi Gerindra ini yakni PG Rendeng, Kudus yang digelontori anggaran PMN sebesar Rp250 miliar.
"Rencana tanggal 22 Agustus PG Rendeng sudah groundbreaking terkait hal itu. Semoga upaya ini bisa menggenjot produksi termasuk meningkatkan rendemen gula sehingga juga menguntungkan petani," paparnya.
Koordinator Litbang APTRI Ari Wachid mengatakan ada beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. Bahkan hasil pertemuan itu lantas ditindaklanjuti oleh Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita dengan menerbitkan surat tertanggal 16 Agustus 2017 bernomor 885/M-DAG/SD/8/2017 tentang Pembelian dan Penjualan Gula oleh Perum Bulog.
"Jadi ini sudah resmi dan kita ingin agar secepatnya direalisasikan Bulog. Gula yang diserap tentu saja yang memenuhi standar kesehatan (SNI)," ujar Ari Wachid, di Jepara, Jawa Tengah, Minggu (20/8/2017).
Dalam surat Mendag RI itu disebutkan jika hanya Perum Bulog yang dapat menjual gula dalam bentuk curah ke pasar tradisional. Berkenaan dengan hal tersebut, Perum Bulog diminta melakukan pembelian gula petani dan menjual ke pedagang di pasar tradisional seluruh Indonesia.
Tujuannya agar pedagang dapat menjual kepada konsumen dengan harga sesuai yang ditetapkan pemerintah. "Harga acuan gula di tingkat petani yang ditetapkan Rp9.700 per kilogram. Itupun juga tanpa adanya pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen karena ditanggung Bulog," ujarnya.
Sambung Ia menjelaskan, pihaknya bisa mengakomodir nominal tersebut. Sebab sebelumnya harga acuan gula yang ditetapkan Kementrian Perdagangan Rp9.100/kg. Belakangan ini, bahkan muncul wacana pengenaan PPN 10% yang membuat petani tebu resah. Pengenaan PPN membuat pedagang enggan membeli gula petani karena khawatir ditarik pajak tersebut.
"Kita sempat debat terkait hal ini. Pangkal persoalan karena ada perbedaan data rendemen gula. Di lapangan rata-rata 6,1 - 6,5 persen, bahkan di bawah itu masih ada," jelasnya.
Meski surat Mendag RI sudah diteken, pihak lain masih tetap diperkenankan menyerap gula petani. Dengan catatan, harganya harus di atas Rp9.700/kg dan tanpa dikenakan PPN. Hal ini dinilainya logis dan strategis untuk mengamankan harga "dasar" acuan yang ditetapkan pemerintah.
"Prinsipnya APTRI menyambut positif keputusan pemerintah ini. Sebab kemarin tidak ada kepastian harga sehingga nominal cenderung menurun. Sekarang ada kepastian harga dan kita bisa menerima itu," tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI, Abdul Wachid saat ditemui wartawan di Jepara juga mengapresiasi positif keputusan pemerintah. Komisi VI DPR akan terus mendorong BUMN yang memang merupakan mitra kerjanya agar melakukan langkah-langkah strategis agar sektor gula bisa lebih berdaya saing, namun tidak merugikan petani.
Salah satu upayanya dengan mengalokasikan anggaran untuk revitalisasi pabrik gula milik pemerintah. Salah satu pabrik gula plat merah yang pernah dikunjungi politisi Gerindra ini yakni PG Rendeng, Kudus yang digelontori anggaran PMN sebesar Rp250 miliar.
"Rencana tanggal 22 Agustus PG Rendeng sudah groundbreaking terkait hal itu. Semoga upaya ini bisa menggenjot produksi termasuk meningkatkan rendemen gula sehingga juga menguntungkan petani," paparnya.
(akr)