Soal RAPBN 2018, Pemerintah Harus Perhatikan Dua Hal

Senin, 21 Agustus 2017 - 23:03 WIB
Soal RAPBN 2018, Pemerintah Harus Perhatikan Dua Hal
Soal RAPBN 2018, Pemerintah Harus Perhatikan Dua Hal
A A A
JAKARTA - Dalam rapat Paripurna Nota Keuangan DPR RI pada 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Di RAPBN 2018, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%.

Pertumbuhan ekonomi yang optimis tersebut, kata Jokowi, akan dicapai melalui dukungan konsumsi masyarakat yang terjaga, peningkatan investasi, dan perbaikan kinerja ekspor dan impor.

Sementara inflasi diperkirakan tetap dapat terjaga di tingkat 3,5%. Hal ini didukung oleh perbaikan kapasitas produksi nasional, stabilisasi harga, serta harga komoditas global yang masih relatif rendah. Kendati demikian, dampak cuaca terhadap harga komoditas pangan menjadi risiko yang perlu dipertimbangkan, karena cuaca merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan kenaikan inflasi.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai ada dua hal pokok yang musti diperhatikan secara penuh pada asumsi RAPBN 2018. Pertama, terkait pertumbuhan ekonomi 5,4%. Pemerintah pun berharap pada tiga hal: konsumsi masyarakat, investasi dan ekspor-impor.

"Masalahnya adalah ada tiga risiko juga yang masih terus mengancam, yaitu daya beli masyarakat akibat masih lesunya ekonomi, proteksionisme perdagangan, harga komoditas yang masih lemah, serta investasi yang proporsinya masih di bawah 40% dari PDB," ujarnya, Senin (21/8/2017). Berikut wawancara wartawan SINDOnews, Puguh Hariyanto dengan Heri Gunawan.

Bagaimana pandangan Anda terkait asumsi RAPBN 2018?
Dua hal pokok yang musti diperhatikan secara penuh pada asumsi RAPBN 2018. Pertama, terkait pertumbuhan ekonomi 5,4%. Pemerintah sepertinya masih akan berharap pada tiga hal, yaitu konsumsi masyarakat, investasi dan ekspor-impor. Masalahnya adalah ada tiga risiko juga yang masih terus mengancam, yaitu daya beli masyarakat akibat masih lesunya ekonomi, proteksionisme perdagangan, harga komoditas yang masih lemah, serta investasi yang proporsinya masih di bawah 40% dari PDB.

Jika mengaca pada pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 sebesar 5,01%, dapat dilihat bahwa pertumbuhan itu masih ditopang oleh pengeluaran pemerintah sehingga masih lebih bersifat konsumtif.

Selanjutnya, yang kedua terkait dengan inflasi 3,5%, ini sangat berhubungan kuat dengan daya beli masyarakat. Faktor yang mempengaruhi inflasi salah satunya adalah daya beli. Selanjutnya, stabilitas harga bahan pokok harus menjadi perhatian pemerintah. Dari data inflasi yang ada, faktor yang paling berpengaruh adalah naiknya bahan kebutuhan pokok seperti cabai, beras, dan sebagainya.

Seperti apa perekonomian tahun depan jika melihat capaian ekonomi tahun ini?
Jika kita lihat pertumbunan ekonomi triwulan II 2017 sebesar 5,01% yang ditopang paling besar oleh pengeluaran pemerintah, maka bisa disimpulkan bahwa pola belanja pemerintah akan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi ke depan. Kalau berharap banyak pada konsumsi masyarakat kita masih terancam oleh rendahnya daya beli. Lalu, kalau berharap pada ekspor, maka ancaman proteksionisme perdagangan dan lemahnya harga-harga komoditas global masih akan menjadi ganjalan yang besar.

Akhir-akhir ini Jokowi meningkatkan program bantuan sosial. Anda melihatnya seperti apa?
Agak sulit kita pisahkan Dana Bantuan Sosial danSubsidi di RAPBN 2018. Itu adalah tahun Pemilu. Dan memang agak aneh Dana Bantuan Sosial dan Subsidi tiba-tiba melonjak drastis. Disebutkan bahwa Belanja Negara 2018 yang direncanakan sebesar Rp2.204,4 triliun akan diarahkan utamanya untuk pengurangan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi.

Upaya itu dilakukan lewat beberapa program, antara lain penambahan penerima manfaat Program Keluarga Harapan menjadi 10 juta keluarga dari sebelumnya 6 juta keluarga dan penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang skemanya diubah dari pembagian beras sejahtera (rastra).

Perluasan penerima sejumlah program tersebut tercermin dari peningkatan anggaran Kementerian Sosial pada tahun depan sebesar Rp34 triliun, atau naik hampir dua kali lipat dari anggaran tahun ini yang mencapai Rp17,2 triliun. Secara keseluruhan, pemerintah menganggarkan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan rendah sebesar Rp292,8triliun.

Anggaran itu terdiri dari subsidi di luar subsidi pajak Rp161,6 triliun; Program Keluarga Harapan Rp17,3 triliun, dan Program Indonesia Pintar Rp10,8 triliun. Selain itu, anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin sebesar Rp25,5 triliun; bantuan pangan Rp13,5 triliun; bidik misi Rp4,1 triliun; serta dana desa Rp60 triliun.

Semua hal tersebut sudah pasti ada maunya. Ada udang di balik batu. Kalau memang benar-benar untuk pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, kenapa baru sekarang jor-joran begini. Ini kan sepertinya hanya untuk membujuk hati rakyat yang sebelumnya dijepit oleh potongan subsidi dan kenaikan harga listrik dan BBM.

Apa saran untuk pemerintah agar perekonomian tahun depan lebih baik?
Masukan saya: Pertama, kunci pertumbuhan ekonomi adalah seberapa besar masyarakat bisa punya daya beli yang kuat. Tanpa itu, maka pemerintah tak bisa berharap banyak. Sebab, pemerintah tidak bisa berharap banyak dari ekspor dengan adanya proteksionisme perdagangan besar-besan dan masih lemahnya harga komoditas global.

Kedua, pertumbuhan ekonomi ke depan musti mampu memecahkan masalah ketimpangan yang saat ini sudah pada tahap lampu kuning. Untuk diketahui, indeks gini sudah mencapai 0,39. Artinya selama ini pertumbuhan ekonomi (pendapatan nasional) 1/3-nya dikuasai oleh 1% orang saja.

Ketiga, sebaiknya pemerintah tidak boleh ragu-ragu untuk turun tangan dan membantu pertumbuhan ekonomi untuk segera keluar dari middle income trap, bukan ekonomi diserahkan ke negara, kalau swasta sudah ada yang kuat, ya silakan.

Tapi harus ada beberapa hal di ekonomi kita yang tidak bisa diserahkan ke swasta, minimal diatur secara ketat oleh pemerintah. Ekonomi harus untuk rakyat, bukan rakyat untuk ekonomi. Pemerintah yang pelopor dan pemerintah yang membuka jalan, pemerintah yang berpihak dan pemerintah yang memberdayakan.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3923 seconds (0.1#10.140)