ASEAN Bikin Standardisasi Sektor Konstruksi dan Bangunan
A
A
A
JAKARTA - ASEAN membuat standardisasi sektor konstruksi dan bangunan, sehingga antar sesama negara di kawasan Asia Tenggara akan ada saling pengakuan hasil uji dan sertifikasi serta mengurangi hambatan perdagangan di sektor konstruksi dan bangunan.
Hal tersebut merupakan upaya ASEAN untuk terus mempererat hubungan antar negara anggota dan berjuang menjadi kawasan perdagangan kuat di dunia.
Dalam hal perdagangan, ASEAN melalui forum ASEAN Consultative Committee for Standard and Quality (ACCSQ) Working Group I yang berkonsentrasi pada Standard and Mutual Recognition Arrangement (MRA) telah membentuk task force khusus untuk membahas dan mempersiapkan MRA untuk sektor Konstruksi dan Bangunan.
Pertemuan Inter-Sessional Meeting Of The Task Force On Building And Construction (TFBC) sendiri telah berlangsung pada 23-25 Agustus 2017 di Sahid Hotel, Jakarta. Pertemuan ini membahas draft MRA sektor konstruksi dan bangunan yang akan disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN.
Kepala Pusat Perumusan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN) Zakiyah mengatakan, pertemuan tersebut membahas draft MRA untuk tiga material yaitu kaca, semen dan baja.
"Ini momen penting dalam perjalanan membangun bisnis ke depan, dengan hadirnya delegasi dari Anggota ASEAN seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kamboja, Thailand, Indonesia dan ASEAN Sekretariat," kata dia dalam keterangan resmi, Jakarta, Sabtu (26/8/2017).
Inter-sessional meeting dipimpin Ketua TFBC Tony Sinambela dari Indonesia. Hadir sebagai delegasi Indonesia yaitu Kepala Badan Standardisasi Nasional, Bambang Prasetya selaku Ketua delegasi didampingi Zakiyah dari BSN, Zulvri Yenni dari Kemendag, T Alaidin Alansjah dari Kemenprein, Sutadji Yuwasdiki dari Kementerian PU-PR, dan perwakilan dari Asosiasi Produsen Kaca lembaran Pengaman Indonesia (AKLP), Indonesian Iron & Steel Association (IISIA) serta Asosiasi Semen Indonesia (ASI).
"Indonesia harus memanfaatkan diskusi regional ASEAN ini untuk mengusulkan berbagai hal terkait kesepakatan dalam MRA dengan pertimbangan kesiapan industri nasional, kesiapan LPK dan peluang ekspor," papar Zakiyah.
Anggota ASEAN melihat MRA sebagai salah satu cara untuk memfasilitasi saling pengakuan atas hasil uji dan sertifikasi untuk negara anggota ASEAN dan bertujuan mengurangi hambatan perdagangan di sektor konstruksi dan bangunan.
Dalam pertemuan TFBC sebelumnya telah sepakat SDoC kemungkinan akan menjadi pilihan terbaik dalam merealisasikan implementasi MRA sektor konstruksi dan bangunan, untuk ketiga kategori produk yaitu kaca, baja, dan semen.
"Namun demikian, bila SDoC disepakati, kita perlu dari sekarang menyiapkan infrastruktur penunjang untuk kegiatan pemastiannya," ujarnya.
Zakiyah menambahkan, membangun bisnis nasional pada dasarnya adalah membangun kepercayaan. Kepercayaan ini bisnis dijalankan oleh orang yang aware dengan standar, kompeten, dan konsisten menjaga mutu produknya sehingga konsumen merasa yakin untuk membeli dan menggunakan produk yang perdagangkan.
"Seperti yang disepakati dalam MRA tersebut, kepercayaan itu tercermin dari isi MRA yang menyebutkan 'saling pengakuan atas hasil uji dan sertifikasi'. Sehingga tidak perlu melakukan uji ulang di negara tujuan ekspor maupun impor," tuturnya.
Hal tersebut merupakan upaya ASEAN untuk terus mempererat hubungan antar negara anggota dan berjuang menjadi kawasan perdagangan kuat di dunia.
Dalam hal perdagangan, ASEAN melalui forum ASEAN Consultative Committee for Standard and Quality (ACCSQ) Working Group I yang berkonsentrasi pada Standard and Mutual Recognition Arrangement (MRA) telah membentuk task force khusus untuk membahas dan mempersiapkan MRA untuk sektor Konstruksi dan Bangunan.
Pertemuan Inter-Sessional Meeting Of The Task Force On Building And Construction (TFBC) sendiri telah berlangsung pada 23-25 Agustus 2017 di Sahid Hotel, Jakarta. Pertemuan ini membahas draft MRA sektor konstruksi dan bangunan yang akan disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN.
Kepala Pusat Perumusan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN) Zakiyah mengatakan, pertemuan tersebut membahas draft MRA untuk tiga material yaitu kaca, semen dan baja.
"Ini momen penting dalam perjalanan membangun bisnis ke depan, dengan hadirnya delegasi dari Anggota ASEAN seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kamboja, Thailand, Indonesia dan ASEAN Sekretariat," kata dia dalam keterangan resmi, Jakarta, Sabtu (26/8/2017).
Inter-sessional meeting dipimpin Ketua TFBC Tony Sinambela dari Indonesia. Hadir sebagai delegasi Indonesia yaitu Kepala Badan Standardisasi Nasional, Bambang Prasetya selaku Ketua delegasi didampingi Zakiyah dari BSN, Zulvri Yenni dari Kemendag, T Alaidin Alansjah dari Kemenprein, Sutadji Yuwasdiki dari Kementerian PU-PR, dan perwakilan dari Asosiasi Produsen Kaca lembaran Pengaman Indonesia (AKLP), Indonesian Iron & Steel Association (IISIA) serta Asosiasi Semen Indonesia (ASI).
"Indonesia harus memanfaatkan diskusi regional ASEAN ini untuk mengusulkan berbagai hal terkait kesepakatan dalam MRA dengan pertimbangan kesiapan industri nasional, kesiapan LPK dan peluang ekspor," papar Zakiyah.
Anggota ASEAN melihat MRA sebagai salah satu cara untuk memfasilitasi saling pengakuan atas hasil uji dan sertifikasi untuk negara anggota ASEAN dan bertujuan mengurangi hambatan perdagangan di sektor konstruksi dan bangunan.
Dalam pertemuan TFBC sebelumnya telah sepakat SDoC kemungkinan akan menjadi pilihan terbaik dalam merealisasikan implementasi MRA sektor konstruksi dan bangunan, untuk ketiga kategori produk yaitu kaca, baja, dan semen.
"Namun demikian, bila SDoC disepakati, kita perlu dari sekarang menyiapkan infrastruktur penunjang untuk kegiatan pemastiannya," ujarnya.
Zakiyah menambahkan, membangun bisnis nasional pada dasarnya adalah membangun kepercayaan. Kepercayaan ini bisnis dijalankan oleh orang yang aware dengan standar, kompeten, dan konsisten menjaga mutu produknya sehingga konsumen merasa yakin untuk membeli dan menggunakan produk yang perdagangkan.
"Seperti yang disepakati dalam MRA tersebut, kepercayaan itu tercermin dari isi MRA yang menyebutkan 'saling pengakuan atas hasil uji dan sertifikasi'. Sehingga tidak perlu melakukan uji ulang di negara tujuan ekspor maupun impor," tuturnya.
(izz)