Ini Alasan Obligasi Daerah Belum Banyak Diminati
A
A
A
BOGOR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa penerbitan obligasi daerah memang cukup sulit hingga saat ini. Maka itu, pihaknya akan merevisi aturan yang terkait penerbitan obligasi daerah.
Saat ini, pemerintah memang gencar mensosialisasikan obligasi daerah agar bisa menjadi alternatif pendanaan Pemda supaya tidak mengandalkan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Namun menurut Deputi Direktur Penilaian Perusahaan Sektor Jasa OJK, Muhammad Maulana, masih banyak Pemda yang belum menerbitkan obligasi ini.
"Memang saat ini masih cukup sulit karena yang namanya obligasi daerah itu belum dapat jaminan dari pemerintah pusat," kata Maulana di Hotel Grand Savero, Bogor, Sabtu (9/9/2017).
Dia melanjutkan, selain harus dijaminan oleh Pemda, obligasi tersebut juga harus mendapat izin ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kemudian izin ke Kementerian Keuangan dan izin Kementerian Dalam Negeri."Karena rantainya panjang, jadi Pemda belum terbitkan. Tidak sederhana rantainya," kata dia.
Maka, untuk mendorong penerbitan obligasi daerah ini, OJK sebagai regulator akan merevisi aturan mengenai penerbitan obligasi daerah ini. "Kami sudah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan soal revisi ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) pernah menyebutkan jika daerah bisa mencari alternatif pendanaan untuk membiayai pembangunan. Menurut BI, daerah bisa melakukan inovasi di sektor keuangan dengan menerbitkan obligasi daerah. Menurut BI, hal ini dilakukan agar daerah tidak tergantung pada Anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD)
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerbitan obligasi daerah sudah memiliki legal framework yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang pinjaman daerah.
Kemudian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tata Cara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan publikasi informasi obligasi daerah.
Saat ini, pemerintah memang gencar mensosialisasikan obligasi daerah agar bisa menjadi alternatif pendanaan Pemda supaya tidak mengandalkan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Namun menurut Deputi Direktur Penilaian Perusahaan Sektor Jasa OJK, Muhammad Maulana, masih banyak Pemda yang belum menerbitkan obligasi ini.
"Memang saat ini masih cukup sulit karena yang namanya obligasi daerah itu belum dapat jaminan dari pemerintah pusat," kata Maulana di Hotel Grand Savero, Bogor, Sabtu (9/9/2017).
Dia melanjutkan, selain harus dijaminan oleh Pemda, obligasi tersebut juga harus mendapat izin ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kemudian izin ke Kementerian Keuangan dan izin Kementerian Dalam Negeri."Karena rantainya panjang, jadi Pemda belum terbitkan. Tidak sederhana rantainya," kata dia.
Maka, untuk mendorong penerbitan obligasi daerah ini, OJK sebagai regulator akan merevisi aturan mengenai penerbitan obligasi daerah ini. "Kami sudah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan soal revisi ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) pernah menyebutkan jika daerah bisa mencari alternatif pendanaan untuk membiayai pembangunan. Menurut BI, daerah bisa melakukan inovasi di sektor keuangan dengan menerbitkan obligasi daerah. Menurut BI, hal ini dilakukan agar daerah tidak tergantung pada Anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD)
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerbitan obligasi daerah sudah memiliki legal framework yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 tentang pinjaman daerah.
Kemudian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tata Cara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan publikasi informasi obligasi daerah.
(ven)