Rubel Ambruk, Bank Sentral Rusia Setop Beli Dolar AS
loading...
A
A
A
MOSKOW - Bank sentral Rusia mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan pembelian mata uang asing di bursa domestik mulai 28 November 2024, hingga akhir tahun, untuk mengurangi volatilitas pasar. Pengumuman itu datang ketika mata uang Rusia, rubel meluncur ke level terendah mendekati rekor, mencapai 114 rubel terhadap dolar AS atau USD pada tengah pekan kemarin.
Regulator juga mengatakan, bakal terus menjual mata uang asing untuk mengisi kembali Dana Kekayaan Nasional. Volume operasi tersebut saat ini berjumlah 8,4 miliar rubel (USD74 juta) per hari, menurut pernyataan bank sentral.
Keputusan tentang kapan harus melanjutkan pembelian mata uang asing akan didasarkan pada "situasi di pasar keuangan," kata bank sentral.
Ditambahkan juga oleh legulator bahwa, pembelian dolar yang ditangguhkan akan dilakukan selama tahun 2025. Sebelumnya bank sentral Rusia pernah mengambil langkah serupa tahun lalu setelah sanksi Barat, dengan menghentikan sementara pembelian dolar dari 10 Agustus hingga akhir tahun untuk meredam pelemahan tajam rubel.
Penurunan rubel terbaru terjadi setelah sanksi Barat bertubi-tubi dan meningkatnya ketegangan geopolitik. AS memperluas pembatasan pada sektor keuangan Rusia pekan lalu, dengan menargetkan bank terbesar ketiga di negara itu yakni Gazprombank, yang memainkan peran kunci dalam memproses pembayaran untuk ekspor energi.
Babak baru pembatasan dapat memperumit transaksi perdagangan luar negeri dan mengurangi insentif untuk likuiditas valuta asing yang dibawa ke Rusia, menurut analis Rosbank.
"Tren pelemahan rubel saat ini mungkin bakal berkelanjutan hingga tahun 2025," jelasnya.
Sebelum pernyataan bank sentral, analis memproyeksikan rubel bisa turun menjadi 119,8 versus dolar tahun depan karena ketegangan geopolitik dan kurangnya insentif dari pihak berwenang untuk membatasi volatilitas nilai tukar.
Para ahli mengatakan, rubel yang lemah akan membantu pemerintah Rusia menopang anggaran. Sebagian besar pendapatan yang dihasilkan dari ekspor energi datang dalam dolar dan euro, yang sekarang membawa pengembalian yang lebih besar dalam mata uang domestik.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan, bahwa rubel yang lemah juga menguntungkan eksportir, mengimbangi dampak negatif dari tingginya suku bunga acuan bank sentral.
Regulator juga mengatakan, bakal terus menjual mata uang asing untuk mengisi kembali Dana Kekayaan Nasional. Volume operasi tersebut saat ini berjumlah 8,4 miliar rubel (USD74 juta) per hari, menurut pernyataan bank sentral.
Keputusan tentang kapan harus melanjutkan pembelian mata uang asing akan didasarkan pada "situasi di pasar keuangan," kata bank sentral.
Ditambahkan juga oleh legulator bahwa, pembelian dolar yang ditangguhkan akan dilakukan selama tahun 2025. Sebelumnya bank sentral Rusia pernah mengambil langkah serupa tahun lalu setelah sanksi Barat, dengan menghentikan sementara pembelian dolar dari 10 Agustus hingga akhir tahun untuk meredam pelemahan tajam rubel.
Penurunan rubel terbaru terjadi setelah sanksi Barat bertubi-tubi dan meningkatnya ketegangan geopolitik. AS memperluas pembatasan pada sektor keuangan Rusia pekan lalu, dengan menargetkan bank terbesar ketiga di negara itu yakni Gazprombank, yang memainkan peran kunci dalam memproses pembayaran untuk ekspor energi.
Babak baru pembatasan dapat memperumit transaksi perdagangan luar negeri dan mengurangi insentif untuk likuiditas valuta asing yang dibawa ke Rusia, menurut analis Rosbank.
"Tren pelemahan rubel saat ini mungkin bakal berkelanjutan hingga tahun 2025," jelasnya.
Sebelum pernyataan bank sentral, analis memproyeksikan rubel bisa turun menjadi 119,8 versus dolar tahun depan karena ketegangan geopolitik dan kurangnya insentif dari pihak berwenang untuk membatasi volatilitas nilai tukar.
Para ahli mengatakan, rubel yang lemah akan membantu pemerintah Rusia menopang anggaran. Sebagian besar pendapatan yang dihasilkan dari ekspor energi datang dalam dolar dan euro, yang sekarang membawa pengembalian yang lebih besar dalam mata uang domestik.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan, bahwa rubel yang lemah juga menguntungkan eksportir, mengimbangi dampak negatif dari tingginya suku bunga acuan bank sentral.
(akr)