Industri Mebel Makin Sulit Dapatkan Bahan Baku Rotan
A
A
A
JAKARTA - Industri mebel dan kerajinan di tanah air semakin kesulitan mendapatkan bahan baku rotan. Kondisi ini mulai dirasakan sejak setahun terakhir.
“Hingga saat ini ekspor rotan masih dilarang, tapi kenapa sekarang bahan baku rotan itu sulit dicari. Di Cirebon itu, datang rotan tiga truk, hari itu juga langsung ludes, semua berebut,” ujar Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto di Jakarta, Selasa (19/9).
Menurut Soenoto, kelangkaan ini dipicu maraknya penyelundupan rotan ke sejumlah negara, terutama ke Singapura, China dan Vietnam. Diketahui Indonesia merupakan penghasil utama rotan dunia. “Sekitar 85% rotan dunia itu dari Indonesia, namun ironisnya industri pengguna rotan kekurangan bahan baku,” ungkapnya.
Akhir 2011, pemerintah Indonesia melarang ekspor rotan mentah, rotan asalan, dan rotan setengah jadi. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan No 35/2011. International Trade Statistics Database (UN Comtrade) menyebutkan tahun 2011 Indonesia masih menjadi eksporter rotan terbesar dunia dengan nilai ekspor USD39.599.568 diikuti Singapura senilai USD11.808.320, dan China USD3.521.423.
Sementara pada 2012, Singapura yang tidak memiliki hutan yang ditumbuhi rotan menjadi eksporter utama rotan. Pada 2012 negara ini mencatat ekspor rotan senilai USD13.942.040, disusul China USD3.663.097 dan Hong Kong USD1.562.711. Walaupun menunjukkan tren penurunan, namun Singapura masih menjadi eksporter rotan utama. Pada 2016 lalu, nilai ekspor rotan Singapura masih mencapai USD7.268.785, disusul China USD4.290.338 dan Hong Kong USD1.354.239.
“Rotan yang diekspor Singapura disinyalir merupakan rotan ilegal yang berasal dari Indonesia. Artinya ketika kebijakan larangan ekspor rotan diberlakukan, penyelundupan rotan masih terus terjadi,” kata Wakil Ketua Umum HIMKI bidang Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga Abdul Sobur.
Belum lama ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita merevisi Permendag No 35/2011 dan menggantinya dengan Permendag No 38/2017. Terkait dengan revisi ini, Wakil Ketua Umum HIMKI bidang Regulasi dan Advokasi Wiradadi Suprayogo mengatakan terdapat celah bagi eksporter untuk memanipulasi rotan yang akan diekspor.
Dia mengkhawatirkan dalam Permendag No 38/2017 tersebut menyatakan bahwa rotan barang jadi bisa diekspor tanpa verifikasi atau tanpa perlu ada laporan dari surveyor. “Yang kita khawatirkan yang dikirim itu bisa-bisa bukan rotan barang jadi. Karena tanpa verifikasi. Dan saya melihat setelah Permendag 38 terbit, banyak rotan masuk ke Cirebon, tapi tidak diekspor tidak dalam produk jadi,” kata Wiradadi.
Terang dia, terbitnya Permendag Np 38/2017 tersebut merupakan skenario dari para eksporter rotan yang memang dari dulu berkepentingan mengekspor rotan mentah. “Makanya HIMKI meminta Permendag No 38 ini perlu dikaji ulang,” tukasnya.
Untuk itu, HIMKI minta Mendag untuk memberikan klarisikasi kepada masyakarat bahwa dicabutnya Permendag No 35/2011 itu bukan berarti bahwa ekspor bahan baku rotan sudah dibuka kembali. “Kami juga minta Kementerian Perdagangan untuk menelusuri soal tata niaga rotan mulai dari pengumpul rotan hingga ke industri dan dugaan selundupan rotan ke Singapura dan China,” katanya.
“Hingga saat ini ekspor rotan masih dilarang, tapi kenapa sekarang bahan baku rotan itu sulit dicari. Di Cirebon itu, datang rotan tiga truk, hari itu juga langsung ludes, semua berebut,” ujar Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto di Jakarta, Selasa (19/9).
Menurut Soenoto, kelangkaan ini dipicu maraknya penyelundupan rotan ke sejumlah negara, terutama ke Singapura, China dan Vietnam. Diketahui Indonesia merupakan penghasil utama rotan dunia. “Sekitar 85% rotan dunia itu dari Indonesia, namun ironisnya industri pengguna rotan kekurangan bahan baku,” ungkapnya.
Akhir 2011, pemerintah Indonesia melarang ekspor rotan mentah, rotan asalan, dan rotan setengah jadi. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan No 35/2011. International Trade Statistics Database (UN Comtrade) menyebutkan tahun 2011 Indonesia masih menjadi eksporter rotan terbesar dunia dengan nilai ekspor USD39.599.568 diikuti Singapura senilai USD11.808.320, dan China USD3.521.423.
Sementara pada 2012, Singapura yang tidak memiliki hutan yang ditumbuhi rotan menjadi eksporter utama rotan. Pada 2012 negara ini mencatat ekspor rotan senilai USD13.942.040, disusul China USD3.663.097 dan Hong Kong USD1.562.711. Walaupun menunjukkan tren penurunan, namun Singapura masih menjadi eksporter rotan utama. Pada 2016 lalu, nilai ekspor rotan Singapura masih mencapai USD7.268.785, disusul China USD4.290.338 dan Hong Kong USD1.354.239.
“Rotan yang diekspor Singapura disinyalir merupakan rotan ilegal yang berasal dari Indonesia. Artinya ketika kebijakan larangan ekspor rotan diberlakukan, penyelundupan rotan masih terus terjadi,” kata Wakil Ketua Umum HIMKI bidang Organisasi dan Hubungan Antar Lembaga Abdul Sobur.
Belum lama ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita merevisi Permendag No 35/2011 dan menggantinya dengan Permendag No 38/2017. Terkait dengan revisi ini, Wakil Ketua Umum HIMKI bidang Regulasi dan Advokasi Wiradadi Suprayogo mengatakan terdapat celah bagi eksporter untuk memanipulasi rotan yang akan diekspor.
Dia mengkhawatirkan dalam Permendag No 38/2017 tersebut menyatakan bahwa rotan barang jadi bisa diekspor tanpa verifikasi atau tanpa perlu ada laporan dari surveyor. “Yang kita khawatirkan yang dikirim itu bisa-bisa bukan rotan barang jadi. Karena tanpa verifikasi. Dan saya melihat setelah Permendag 38 terbit, banyak rotan masuk ke Cirebon, tapi tidak diekspor tidak dalam produk jadi,” kata Wiradadi.
Terang dia, terbitnya Permendag Np 38/2017 tersebut merupakan skenario dari para eksporter rotan yang memang dari dulu berkepentingan mengekspor rotan mentah. “Makanya HIMKI meminta Permendag No 38 ini perlu dikaji ulang,” tukasnya.
Untuk itu, HIMKI minta Mendag untuk memberikan klarisikasi kepada masyakarat bahwa dicabutnya Permendag No 35/2011 itu bukan berarti bahwa ekspor bahan baku rotan sudah dibuka kembali. “Kami juga minta Kementerian Perdagangan untuk menelusuri soal tata niaga rotan mulai dari pengumpul rotan hingga ke industri dan dugaan selundupan rotan ke Singapura dan China,” katanya.
(akr)