INSA Pertegas Pentingnya Azas Cabotage

Kamis, 21 September 2017 - 00:17 WIB
INSA Pertegas Pentingnya Azas Cabotage
INSA Pertegas Pentingnya Azas Cabotage
A A A
JAKARTA - Indonesia National Shipowner Association (INSA) kembali mempertegas pentingnya menjaga Azas Cabotage atau penggunaan kapal-kapal berbendera Indonesia bagi kepentingan nasional. Keinginan pemerintah membuka keran investasi asing di sektor transportasi melalui deregulasi Daftar Negatif Investasi dikhawatirkan bisa mempengaruhi kedaulatan negara. Tidak hanya itu, dari sisi investasi lokal bisa terancam dengan masuknya kepemilikan asing di sektor ini.

Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto mengungkapkan, Azas Cabotage menegaskan angkutan laut dalam negeri harus menggunakan kapal berbendera merah putih dengan awak orang Indonesia. "Tahun 1996 pelayaran asing pernah mogok mengangkut komoditas dan BBM kita. Saat itu asing menguasai pelayaran Indonesia. Akibatnya ekonomi Indonesia terganggu. Itulah kenapa Azas Cabotage begitu penting dan berjalan hingga sekarang," ungkap dia kepada SINDO di Jakarta, Rabu (20/9).

Menurutnya, Azas cabotage tercantum juga pada Undang-undang (UU) No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa armada niaga nasional sebagai komponen pertahanan negara dapat dimobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya.

"Dengan Undang-Undang ini, seharusnya sudah tegas bahwa proteksi terhadap kepemilikan kapal berbendera Indonesia dan beroperasi di Indonesia tidak bisa ditawar-tawar," ungkapnya.

Sementara Sekretaris Umum INSA Budhi Halim mengatakan, sudah ada indikasi beberapa pihak ingin melemahkan Azas Cabotage. "Indikasi tersebut terlihat diberikannya kelonggaran pihak asing berinvestasi di sektor pelayaran. Padahal, Azas Cabotage ini sifatnya mandatory," jelasnya.

Proteksi di sektor ini telah dilakukan di negara lain seperti Amerika Serikat, Brazil, Kanada, Jepang, India, China, Australia serta Filipina. Budhi menambahkan bahwa alasan yang dipakai untuk melonggarkan Azas Cabotage adalah tarif pelayaran di Indonesia yang dinilai masih cukup mahal. "Padahal, faktanya tidak seperti itu. Porsi angkutan laut tidak lebih 20%. Sisanya masih terbesar di angkutan darat," ungkap Budhi.

Meski begitu, dirinya mengakui investasi sektor pelayaran di Indonesia melalui kepemilikan kapal memang masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain. "Tapi iklimnya memang tidak memungkinkan kita bersaing dengan negara-negara besar. Contohnya, suku bunga saja masih tinggi kalau mau meminjam uang di perbankan dalam negeri. Sedangkan di luar negeri, bisa 3% bunganya. Selain itu masih ada urusan pajak dan sebagainya," pungkasnya.

Dia menambahkan bahwa Indonesia bisa bersaing dengan iklim yang sehat dan diberikan fasilitas yang sama seperti negara-negara lain yang sektor pelayarannya telah berkembang. Misalnya pemberian fasilitas, insentif pajak dan bunga perbankan yang tidak tinggi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5675 seconds (0.1#10.140)