Bea Cukai: Bea Masuk Barang Bawaan LN di Indonesia Sangat Moderat
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan batas maksimum bea masuk barang di Indonesia sangat moderat dibandingkan beberapa negara lainnya. Dalam Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang adalah USD250 untuk pribadi dan USD1.000 untuk keluarga.
Dan peraturan bea masuk barang bawaan dari luar negeri tersebut bakal diperketat. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum berencana merevisi beleid di atas. Masyarakat sendiri ada yang keberatan mengenai batasan USD250 untuk pribadi dan USD1.000 untuk keluarga.
"Memang ada masukan bahwa faktor diskon dinaikkan sampai USD2.500. Tapi kami masih menilai bahwa tidak ada yang setinggi itu. Kalau sampai diterapkan maka akan termurah di dunia," katanya.
Menurut Heru, untuk saat ini, beban bea masuk dan pajak-pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung WNI yang membawa oleh-oleh barang luar negeri saat pulang, ditetapkan secara pribadi dan keluarga masih sama, yaitu pribadi maksimal USD250 dan untuk keluarga maksimal USD1.000.
Menurut Heru, penentuan batasan barang impor kena pajak itu sudah melalui kajian yang mendalam. Dengan memperhatikan industri dalam negeri, retailer, outlet serta praktik di negara-negara lain. Bahkan, pertimbangan penyesuaian pendapatan per kapita, termasuk faktor inflasi dengan hitungan USD.
"Semuanya itu yang penting keikhlasan bagi WNI yang bawa barang dari luar negeri untuk bayar pajak. Karena yang dibeli itu jauh di atas USD250. Ada yang sadar berdasar sale assesment memberitahukan petugas bayar Rp86 juta untuk tas. Dan pembayarannya melalui IDC dan ke kas negara," aku dia.
Karena itu, lanjut Heru, pihaknya mengimbau para traveler yang sering bepergian ke luar negeri untuk memahami secara kontekstual ketentuan ini. Juga dengan prinsip kejujuran menyampaikan ke petugas untuk membayar sesuai ketentuannya.
"Sudah banyak yang mengikuti aturan itu. Bahkan, banyak sekali para WNI yang saat pulang membawa oleh-oleh dari luar negeri dan di bandara lapor kepada petugas. Ada yang bayar hampir Rp200 juta untuk satu jam tangan," ungkap dia.
Dan peraturan bea masuk barang bawaan dari luar negeri tersebut bakal diperketat. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum berencana merevisi beleid di atas. Masyarakat sendiri ada yang keberatan mengenai batasan USD250 untuk pribadi dan USD1.000 untuk keluarga.
"Memang ada masukan bahwa faktor diskon dinaikkan sampai USD2.500. Tapi kami masih menilai bahwa tidak ada yang setinggi itu. Kalau sampai diterapkan maka akan termurah di dunia," katanya.
Menurut Heru, untuk saat ini, beban bea masuk dan pajak-pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung WNI yang membawa oleh-oleh barang luar negeri saat pulang, ditetapkan secara pribadi dan keluarga masih sama, yaitu pribadi maksimal USD250 dan untuk keluarga maksimal USD1.000.
Menurut Heru, penentuan batasan barang impor kena pajak itu sudah melalui kajian yang mendalam. Dengan memperhatikan industri dalam negeri, retailer, outlet serta praktik di negara-negara lain. Bahkan, pertimbangan penyesuaian pendapatan per kapita, termasuk faktor inflasi dengan hitungan USD.
"Semuanya itu yang penting keikhlasan bagi WNI yang bawa barang dari luar negeri untuk bayar pajak. Karena yang dibeli itu jauh di atas USD250. Ada yang sadar berdasar sale assesment memberitahukan petugas bayar Rp86 juta untuk tas. Dan pembayarannya melalui IDC dan ke kas negara," aku dia.
Karena itu, lanjut Heru, pihaknya mengimbau para traveler yang sering bepergian ke luar negeri untuk memahami secara kontekstual ketentuan ini. Juga dengan prinsip kejujuran menyampaikan ke petugas untuk membayar sesuai ketentuannya.
"Sudah banyak yang mengikuti aturan itu. Bahkan, banyak sekali para WNI yang saat pulang membawa oleh-oleh dari luar negeri dan di bandara lapor kepada petugas. Ada yang bayar hampir Rp200 juta untuk satu jam tangan," ungkap dia.
(ven)