Bank Dunia: Jakarta Tak Laku Jadi Tujuan Urbanisasi di 2030
A
A
A
JAKARTA - World Bank (Bank Dunia) menyatakan, Jakarta tidak akan laku lagi sebagai tujuan urbanisasi pada 2030. Saat itu diyakini para kaum urban akan menyasar kota 'kedua' seperti Cirebon, Yogyakarta, Solo dan lainnya.
(Baca Juga: Mencari Jalan Keluar dari Kemiskinan Lewat Urbanisasi
Lead Municipal Engineer Bank Dunia George Soraya menyampaikan, Jakarta sudah terlalu besar dari sisi penduduk dan persaingan. Sehingga, 70% kaum urban memilih kota 'kedua' dengan penghuni antara 500 ribu hingga 3 juta jiwa.
"Pada 2030, 70% kaum urban yang datang dari daerah kemiskinan akan memilih kota 'kedua' sebagai tujuan," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
George mengatakan, mereka yang mengadu nasib dari desa ke kota tak selalu berujung bahagia. Banyak dari mereka justru tidak mencapai apa yang diinginkan.
Dia menjelaskan, 6 dari 10 kota besar di dunia berada di kawasan Asia Timur, kemiskinan perkotaan lebih banyak terjadi di kota-kota sekunder. Hal ini menjadi semakin penting karena hingga tahun 2010 saja, kota-kota kecil dan menengah telah mencakup seperempat dari semua kota di wilayah ini.
Kendati demikian, mereka mau tidak mau harus tetap bertahan meski harus hidup di garis kemiskinan perkotaan. Namun, tetap ada yang berhasil dan tidak semua kaum urban berasal dari latar belakang kurang mampu.
"Lakukan urbanisasi ke kota, mereka punya minat yang tinggi tapi tak semudah yang dipikirkan dan harus bertahan di kota. Ini dirasa tidak sesuai ekspektasi, tapi yang urbanisasi enggak semuanya adalah orang miskin," paparnya.
(Baca Juga: Mencari Jalan Keluar dari Kemiskinan Lewat Urbanisasi
Lead Municipal Engineer Bank Dunia George Soraya menyampaikan, Jakarta sudah terlalu besar dari sisi penduduk dan persaingan. Sehingga, 70% kaum urban memilih kota 'kedua' dengan penghuni antara 500 ribu hingga 3 juta jiwa.
"Pada 2030, 70% kaum urban yang datang dari daerah kemiskinan akan memilih kota 'kedua' sebagai tujuan," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
George mengatakan, mereka yang mengadu nasib dari desa ke kota tak selalu berujung bahagia. Banyak dari mereka justru tidak mencapai apa yang diinginkan.
Dia menjelaskan, 6 dari 10 kota besar di dunia berada di kawasan Asia Timur, kemiskinan perkotaan lebih banyak terjadi di kota-kota sekunder. Hal ini menjadi semakin penting karena hingga tahun 2010 saja, kota-kota kecil dan menengah telah mencakup seperempat dari semua kota di wilayah ini.
Kendati demikian, mereka mau tidak mau harus tetap bertahan meski harus hidup di garis kemiskinan perkotaan. Namun, tetap ada yang berhasil dan tidak semua kaum urban berasal dari latar belakang kurang mampu.
"Lakukan urbanisasi ke kota, mereka punya minat yang tinggi tapi tak semudah yang dipikirkan dan harus bertahan di kota. Ini dirasa tidak sesuai ekspektasi, tapi yang urbanisasi enggak semuanya adalah orang miskin," paparnya.
(akr)