Faisal Basri: Pemerintah Harus Persiapkan Era Digitalisasi Industri
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana melakukan perbaikan infrastruktur pendukung digitalisasi industri. Jadi, selain membangun infrastruktur fisik, juga mengembangkan digitalisasi industri. Hal ini agar Indonesia tidak tertinggal dalam era revolusi industri fase keempat atau lazim disebut industry 4.0.
Ekonom asal Universitas Indonesia, Faisal Basri mengemukakan hal ini penting, karena fasilitas infrastruktur digital Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga. Sebagai contoh, di bidang internet, kecepatan internet di Indonesia pada triwulan I 2017 baru mencapai 7,2 megabyte (MB) per detik.
"Memang kita lebih baik dari Filipina dan India. Tapi kita tertinggal jauh dari Srilangka, Vietnam dan Malaysia," ungkapnya di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Kemudian, lanjut Faisal, peringkat daya saing digital Indonesia ada di peringkat 59 dari 63 negara, dengan skor 44,2. Sementara peringkat tertinggi adalah Korea Selatan.
Selain itu, Faisal juga menyoroti kesiapan masa depan (future readiness) Indonesia di bidang digital yang buruk, yaitu peringkat 62 dari 63 negara. Hal ini menandakan Indonesia kurang siap menyongsong era digitalisasi industri.
Meski demikian, Faisal memuji urusan bisnis (business egality) industri digital Indonesia yang sangat baik. "Business egality kita sangat baik karena kelincahan para pengusaha yang luar biasa. Kita ada di peringkat 35," terangnya.
Angka-angka lainnya, kata Faisal adalah connecting capacity Indonesia yang diantara 11 negara Asia Pasifik yang disurvei, ternyata masih jeblok dengan berada di urutan buncit. Skornya hanya 16 dengan rata-rata 45,8, bandingkan dengan Singapura yang mendapat skor tertinggi 76,8.
Adapun ICT Development Index Indonesia masih berada di peringkat 115 dari 175 negara di dunia. Indonesia mendapat skor 3,86, dimana kategori nilai tertinggi mencapai 8,84.
"Jadi pemerintah terlalu asyik membangun tol darat tapi tol udara (fasilitas digital) belum digarap maksimal. Padahal di udara ini sudah macet sekali. Makanya, saatnya juga memperbaiki yang di udara," pungkas dia.
Ekonom asal Universitas Indonesia, Faisal Basri mengemukakan hal ini penting, karena fasilitas infrastruktur digital Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga. Sebagai contoh, di bidang internet, kecepatan internet di Indonesia pada triwulan I 2017 baru mencapai 7,2 megabyte (MB) per detik.
"Memang kita lebih baik dari Filipina dan India. Tapi kita tertinggal jauh dari Srilangka, Vietnam dan Malaysia," ungkapnya di Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Kemudian, lanjut Faisal, peringkat daya saing digital Indonesia ada di peringkat 59 dari 63 negara, dengan skor 44,2. Sementara peringkat tertinggi adalah Korea Selatan.
Selain itu, Faisal juga menyoroti kesiapan masa depan (future readiness) Indonesia di bidang digital yang buruk, yaitu peringkat 62 dari 63 negara. Hal ini menandakan Indonesia kurang siap menyongsong era digitalisasi industri.
Meski demikian, Faisal memuji urusan bisnis (business egality) industri digital Indonesia yang sangat baik. "Business egality kita sangat baik karena kelincahan para pengusaha yang luar biasa. Kita ada di peringkat 35," terangnya.
Angka-angka lainnya, kata Faisal adalah connecting capacity Indonesia yang diantara 11 negara Asia Pasifik yang disurvei, ternyata masih jeblok dengan berada di urutan buncit. Skornya hanya 16 dengan rata-rata 45,8, bandingkan dengan Singapura yang mendapat skor tertinggi 76,8.
Adapun ICT Development Index Indonesia masih berada di peringkat 115 dari 175 negara di dunia. Indonesia mendapat skor 3,86, dimana kategori nilai tertinggi mencapai 8,84.
"Jadi pemerintah terlalu asyik membangun tol darat tapi tol udara (fasilitas digital) belum digarap maksimal. Padahal di udara ini sudah macet sekali. Makanya, saatnya juga memperbaiki yang di udara," pungkas dia.
(ven)