Perusahaan Tambang Raksasa Rio Tinto Tersandung Kasus Penipuan
A
A
A
MELBOURNE - Perusahaan tambang raksasa asal Inggris-Australia yakni Rio Tinto tersandung kasus penipuan, setelah dua mantan eksekutif perusahaan didakwa oleh pihak berwenang Amerika Serikat (AS). Mereka mantan chief executive officer (CEO) dan chief financial officernya (CFO) Rio Tinto dituduh berusaha menutupi kerugian miliaran dolar dalam investasi batu bara di Afrika.
Seperti dilansir BBC, Rabu (18/10/2017) pembelian aset batubara di Mozambik senilai USD3,7 miliar telah dijual kembali dalam beberapa tahun kemudian sebesar USD50 juta. Peristiwa pada 2011 itu telah menyebabkan CEO Tom Albanese kehilangan jabatannya, ketika Rio Tinto dipaksa menghapuskan lebih dari USD3 miliar dari nilai investasinya pada bulan Januari 2013.
Pihak perusahaan tambang sendiri telah membantah keras tuduhan penipuan tersebut. Perusahaan juga didenda 27 juta poundsterling oleh Otoritas Inggris karena melanggar aturan pengungkapan atas pembelian batu di Afrika. AS dan Inggris telah berhubungan terkait investasi di Mozambik yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan enam tahun yang lalu.
Gugatan yang dilayangkan di Amerika Serikat menuduh Rio Tinto, mantan kepala eksekutif Thomas Albanese dan mantan chief financial officer Guy Elliott gagal untuk mengikuti standar akuntansi dan kebijakan untuk secara akurat nilai dan merekam aset.
Setelah Rio Tinto membeli aset batubara di Mozambik dari perusahaan Riversdale pada tahun 2011, Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS menuduh bahwa proyek tersebut langsung mengalami kemunduran. Tuntutan SEC menyebutkan bahwa Rio dan para eksekutif seniornya segera menyadari kurangnya cadangan batubara serta kualitasnya yang rendah dari yang diperkirakan sebelumnya.
Dan permohonan untuk mengangkut batubara dengan tongkang ke pelabuhan untuk ekspor ditolak oleh otoritas Mozambik. "Rio Tinto dan eksekutif puncaknya diduga tidak mengumumkan kesepakatan gagal yang dilakukan di bawah pengawasan mereka. Ada percobaan menyelamatkan karier mereka sendiri dan mengorbankan investor dengan menyembunyikan kebenaran," ujar direktur penindakan SEC Steven Perkin.
Rio Tinto, Albanese dan Elliott dituntut melanggar ketentuan anti-kecurangan, pelaporan, pencatatan dan pengendalian internal menurut UU Sekuritas federal. SEC berupaya mendapatkan permanent injunctions (perintah pengadilan untuk melarang atau memerintahkan orang atau badan hukum), pengembalian keuntungan bersama bunganya, hukuman perdata dari semua Terdakwa dan melarang Albanese dan Elliott untuk bekerja di perusahaan publik atau menjadi direktur.
Seperti dilansir BBC, Rabu (18/10/2017) pembelian aset batubara di Mozambik senilai USD3,7 miliar telah dijual kembali dalam beberapa tahun kemudian sebesar USD50 juta. Peristiwa pada 2011 itu telah menyebabkan CEO Tom Albanese kehilangan jabatannya, ketika Rio Tinto dipaksa menghapuskan lebih dari USD3 miliar dari nilai investasinya pada bulan Januari 2013.
Pihak perusahaan tambang sendiri telah membantah keras tuduhan penipuan tersebut. Perusahaan juga didenda 27 juta poundsterling oleh Otoritas Inggris karena melanggar aturan pengungkapan atas pembelian batu di Afrika. AS dan Inggris telah berhubungan terkait investasi di Mozambik yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan enam tahun yang lalu.
Gugatan yang dilayangkan di Amerika Serikat menuduh Rio Tinto, mantan kepala eksekutif Thomas Albanese dan mantan chief financial officer Guy Elliott gagal untuk mengikuti standar akuntansi dan kebijakan untuk secara akurat nilai dan merekam aset.
Setelah Rio Tinto membeli aset batubara di Mozambik dari perusahaan Riversdale pada tahun 2011, Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS menuduh bahwa proyek tersebut langsung mengalami kemunduran. Tuntutan SEC menyebutkan bahwa Rio dan para eksekutif seniornya segera menyadari kurangnya cadangan batubara serta kualitasnya yang rendah dari yang diperkirakan sebelumnya.
Dan permohonan untuk mengangkut batubara dengan tongkang ke pelabuhan untuk ekspor ditolak oleh otoritas Mozambik. "Rio Tinto dan eksekutif puncaknya diduga tidak mengumumkan kesepakatan gagal yang dilakukan di bawah pengawasan mereka. Ada percobaan menyelamatkan karier mereka sendiri dan mengorbankan investor dengan menyembunyikan kebenaran," ujar direktur penindakan SEC Steven Perkin.
Rio Tinto, Albanese dan Elliott dituntut melanggar ketentuan anti-kecurangan, pelaporan, pencatatan dan pengendalian internal menurut UU Sekuritas federal. SEC berupaya mendapatkan permanent injunctions (perintah pengadilan untuk melarang atau memerintahkan orang atau badan hukum), pengembalian keuntungan bersama bunganya, hukuman perdata dari semua Terdakwa dan melarang Albanese dan Elliott untuk bekerja di perusahaan publik atau menjadi direktur.
(akr)