Ini Upaya Bank Indonesia Atasi Kesenjangan Sosial Ekonomi

Jum'at, 20 Oktober 2017 - 12:32 WIB
Ini Upaya Bank Indonesia...
Ini Upaya Bank Indonesia Atasi Kesenjangan Sosial Ekonomi
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan memperkuat sejumlah kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paparan kebijakan Bank Sentral tersebut disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat memberikan sambutan dalam Seminar Nasional dan Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi XIX di Bandar Lampung semalam

"BI memang tidak secara langsung diamanatkan untuk mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi. Namun, kebijakan-kebijakan BI di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengedaran uang memiliki dampak langsung maupun tidak langsung pada pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi,” ujar Mirza dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Dia memaparkan kebijakan yang utama dalam bidang moneter adalah menjaga stabilitas nilai rupiah, khususnya pengendalian laju inflasi. Menurutnya, kenaikan harga barang dan jasa dengan laju yang tinggi, dapat secara langsung meningkatkan kesenjangan ekonomi.

“Ketika harga-harga terus bergerak naik dengan laju yang tinggi, maka pendapatan riil kelompok penduduk miskin dan hampir miskin akan dengan cepat tergerus. Kelompok penduduk ini pada umumnya berada di sektor informal dan tidak memiliki aset yang cukup untuk melakukan consumption smoothing,” jelasnya.

Menurutnya, BI telah melakukan sejumlah terobosan penting dengan melakukan serangkaian reformasi di bidang implementasi kebijakan moneter untuk memperkuat transmisi sinyal kebijakan moneter dan membangun pasar uang yang likuid dan berfungsi dengan baik. Langkah-langkah yang telah BI tempuh dalam kaitan ini adalah implementasi 7-day reverse repo rate yang diikuti dengan normalisasi koridor suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight, pembangunan benchmark yield curve di pasar uang, dan implementasi giro wajib minimum (GWM) averaging.

Terkait pengendalian inflasi, tutur Mirza, BI juga telah terus memperkuat koordinasi pengendalian inflasi bersama pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). “Melalui koordinasi tersebut, diharapkan pengendalian inflasi, khususnya volatile food dapat lebih kuat, terutama melalui implementasi reformasi struktural baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam rangka menurunkan biaya logistik,” jelasnya.

Selain itu, BI juga melaksanakan program pengendalian inflasi melalui pengembangan kluster ketahanan pangan, dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan dan sekaligus pemberdayaan UMKM. BI telah mengembangkan 181 kluster komoditas ketahanan pangan dan komoditas lainnya, meliputi 21 komoditas di 46 Kantor Perwakilan BI di seluruh Indonesia.

“Kami ingin pula pada kesempatan ini mengangkat tentang telah terbangunnya suatu sistem Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sebagai infrastruktur pasar yang kami inisiasi dalam rangka mengurangi permasalahan informasi yang asimetris di pasar pangan strategis,” jelasnya.

Mirza menambahkan kebijakan-kebijakan lain di BI di bidang makroprudensial dan sistem pembayaran telah pula secara tidak langsung menyumbang pada perbaikan tingkat kesenjangan.

Kebijakan tersebut antara lain mendorong akses UMKM untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari bank adalah dengan menetapkan rasio pencapaian kredit UMKM perbankan yaitu minimal sebesar 20% pada tahun 2018.

“Hingga bulan Agustus 2017, terdapat 69 bank dari 115 bank yang telah menyalurkan kredit UMKM di atas 15%. Dalam upaya untuk mencapai rasio kredit UMKM yang diharapkan, BI memberikan insentif dan disinsentif kepada bank yang dikaitkan dengan GWM,” ujarnya.

Sementara itu, tuturnya, di bidang kebijakan sistem pembayaran, BI telah terus mengupayakan terselenggaranya sistem pembayaran yang aman, efisien, menyediakan kesetaraan akses dan melindungi konsumen. Dalam konteks ini, salah satu flagship program di bidang sistem pembayaran adalah program elektronifikasi.

“Kami berkeyakinan bahwa stabillitas ekonomi makro dan sistem keuangan adalah modal dasar utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan-kebijakan struktural jangka menengah panjang dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan,” jelasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7818 seconds (0.1#10.140)