Pendapatan Krakatau Steel Capai USD1,04 Miliar
A
A
A
JAKARTA - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), perusahaan manufaktur baja terbesar di Indonesia membukukan pendapatan senilai USD1,04 miliar selama periode sembilan bulan pertama 2017 (9M 2017). Nilai pendapatan tersebut naik 5,87% dibandingkan periode sama tahun lalu. Kuatnya harga jual rata-rata produk baja Perseroan menjadi pendorong kenaikan pendapatan KRAS pada sembilan bulan pertama 2017.
"Harga jual rata-rata untuk produk HRC (hot rolled coil), memberikan sumbangan terbesar pada pendapatan Perseroan, mengalami kenaikan hingga 33,33% menjadi senilai USD 583 per ton. Begitu pula harga jual rata-rata produk baja Perseroan lainnya seperi CRC (cold rolled coil), long product, dan pipa," kata Direktur Utama Krakatau Steel, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Kenaikan harga jual produk baja Perseroan juga mampu mendorong kenaikan marjin kotor Perseroan selama sembilan bulan pertama 2017. Marjin kotor mengalami kenaikan sebesar 94 basis poin (bps) menjadi 14,99%. EBITDA Marjin juga mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 268 bps menjadi 13,45% dengan nilai EBITDA sebesar USD139,90 juta atau meningkat 32,19% secara tahunan.
Secara konsisten, Perseroan terus menunjukkan perbaikan kinerja, dimana pendapatan Perseroan meningkat sebesar 5,87% menjadi USD1,03 miliar pada sembilan bulan pertama 2017 dibandingkan periode yang sama tahun lalu USD982,29 juta.
Menurutnya, membaiknya pendapatan Perseroan juga tercermin pada kenaikan signifikan arus kas operasi Perseroan pada sembilan bulan pertama 2017 sebesar 499,71% menjadi USD121,13 juta dari USD21,20 juta pada sembilan bulan pertama 2016.
Dia menuturkan, perbaikan kinerja Perseroan juga terlihat dari menurunnya rugi bersih Perseroan yang sangat signifikan sebesar 34,57% menjadi USD 75,05 juta dibanding kerugian di sembilan bulan pertama 2016 sebesar USD114,70 juta.
Selain karena adanya perbaikan dari sisi pendapatan, membaiknya kinerja KRAS juga karena penurunan tajam rugi selisih kurs sebesar 95,13% serta penurunan beban keuangan sebesar 17,59% dibanding periode yang sama tahun lalu.
"Hingga September 2017, harga jual baja Perseroan masih menunjukkan kenaikan yang mencapai USD599 per ton dari yang hanya mencapai USD520 per ton di Januari 2017. Tren perbaikan kinerja akan lebih cepat ke depannya dengan melihat membaiknya harga baja," jelas dia.
Mas Wig menambahkan, untuk proyek infrastruktur hingga September 2017, KRAS telah menyuplai 20.369 ton baja untuk proyek konstruksi Jakarta-Cikampek II (Japek II) elevated dari total 225.000 ton baja yang akan disuplai hingga 10 bulan kedepan.
Perseroan juga terus berupaya untuk menambah kapasitas produk baja lembaran canai panas (HRC) dengan membangun pabrik Hot Strip Mill #2 (HSM#2) di kawasan industri Krakatau, Cilegon. Hingga September 2017, proses pengerjaan fisik konstruksi HSM#2 sudah mencapai 35,93% yang rencananya akan mulai beroperasi pada awal tahun 2019.
"Sebagai produsen baja nasional, tujuan kami adalah agar tetap terus tumbuh dan berkembang secara simultan dengan mitra dan pemegang saham. Proyek ekspansi yang dijalankan oleh Perseroan saat ini merupakan upaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan baja di masa yang akan datang yang berpotensi mencapai USD15 miliar," tutup dia.
"Harga jual rata-rata untuk produk HRC (hot rolled coil), memberikan sumbangan terbesar pada pendapatan Perseroan, mengalami kenaikan hingga 33,33% menjadi senilai USD 583 per ton. Begitu pula harga jual rata-rata produk baja Perseroan lainnya seperi CRC (cold rolled coil), long product, dan pipa," kata Direktur Utama Krakatau Steel, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Kenaikan harga jual produk baja Perseroan juga mampu mendorong kenaikan marjin kotor Perseroan selama sembilan bulan pertama 2017. Marjin kotor mengalami kenaikan sebesar 94 basis poin (bps) menjadi 14,99%. EBITDA Marjin juga mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 268 bps menjadi 13,45% dengan nilai EBITDA sebesar USD139,90 juta atau meningkat 32,19% secara tahunan.
Secara konsisten, Perseroan terus menunjukkan perbaikan kinerja, dimana pendapatan Perseroan meningkat sebesar 5,87% menjadi USD1,03 miliar pada sembilan bulan pertama 2017 dibandingkan periode yang sama tahun lalu USD982,29 juta.
Menurutnya, membaiknya pendapatan Perseroan juga tercermin pada kenaikan signifikan arus kas operasi Perseroan pada sembilan bulan pertama 2017 sebesar 499,71% menjadi USD121,13 juta dari USD21,20 juta pada sembilan bulan pertama 2016.
Dia menuturkan, perbaikan kinerja Perseroan juga terlihat dari menurunnya rugi bersih Perseroan yang sangat signifikan sebesar 34,57% menjadi USD 75,05 juta dibanding kerugian di sembilan bulan pertama 2016 sebesar USD114,70 juta.
Selain karena adanya perbaikan dari sisi pendapatan, membaiknya kinerja KRAS juga karena penurunan tajam rugi selisih kurs sebesar 95,13% serta penurunan beban keuangan sebesar 17,59% dibanding periode yang sama tahun lalu.
"Hingga September 2017, harga jual baja Perseroan masih menunjukkan kenaikan yang mencapai USD599 per ton dari yang hanya mencapai USD520 per ton di Januari 2017. Tren perbaikan kinerja akan lebih cepat ke depannya dengan melihat membaiknya harga baja," jelas dia.
Mas Wig menambahkan, untuk proyek infrastruktur hingga September 2017, KRAS telah menyuplai 20.369 ton baja untuk proyek konstruksi Jakarta-Cikampek II (Japek II) elevated dari total 225.000 ton baja yang akan disuplai hingga 10 bulan kedepan.
Perseroan juga terus berupaya untuk menambah kapasitas produk baja lembaran canai panas (HRC) dengan membangun pabrik Hot Strip Mill #2 (HSM#2) di kawasan industri Krakatau, Cilegon. Hingga September 2017, proses pengerjaan fisik konstruksi HSM#2 sudah mencapai 35,93% yang rencananya akan mulai beroperasi pada awal tahun 2019.
"Sebagai produsen baja nasional, tujuan kami adalah agar tetap terus tumbuh dan berkembang secara simultan dengan mitra dan pemegang saham. Proyek ekspansi yang dijalankan oleh Perseroan saat ini merupakan upaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan baja di masa yang akan datang yang berpotensi mencapai USD15 miliar," tutup dia.
(ven)