Industri Baja Jadi Pilar Kekuatan Ekonomi Negara

Senin, 20 November 2017 - 14:15 WIB
Industri Baja Jadi Pilar...
Industri Baja Jadi Pilar Kekuatan Ekonomi Negara
A A A
JAKARTA - Industri baja diyakini merupakan dasar bagi industrialisasi suatu negara dan bertindak sebagai pendorong perekonomian. Dengan industri baja, maka akan tersedia pasokan bahan baku, utilisasi serta energy pada industri hulunya.

"Selain itu industri hilir yang menggunakan material baja juga akan terjaga pasokannya," kata Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalam siaran pers, Jakarta, Senin (20/11/2017).

Lebih lanjut Ia menerangkan, baja dapat digunakan pada hampir seluruh sector industri seperti manufaktur, konstruksi, dan pertahanan. Krakatau Steel sebagai produsen baja nasional terbesar mempunyai andil besar dalam penguatan industri tanah air.

"Produk Krakatau Steel meliputi Hot Rolled Coil , Cold Rolled Coil, serta Wire Rod dibutuhkan dalam semua sector infrastruktur seperti transportasi, jalan, pengairan & air minum, minyak gas bumi, ketenagalistrikan, dan telekomunikasi dan informatika," ungkapnya.

Untuk transportasi produk baja KS sendiri digunakan untuk membangun gerbong, halte, body dan suku cadang otomotif. Sementara konstruksi jalan, rail guidem rambu-rambu, dan jembatan juga menggunakan produk baja.

Untuk pengairan jelas pipa baja dibutuhkan untuk distribusi. Tidak hanya itu saja, pipa minyak gas dan bumi, boiler, kilang minyak, tabung gas LPG juga banyak yang telah menggunakan produk baja PT KS sebagai bahan bakunya. "Produk baja juga diandalkan untuk mendirikan menara BTS untuk kebutuhan Telekomunikasi dan Informatika," ungkap Mas Wigrantoro.

Dia memaparkan, untuk kebutuhan pembangunan jalan saat ini PT KS tengah memasok untuk membangun jalan tol layang Jakarta-Cikampek II sepanjang 37 KM. Totalnya akan dibutuhkan 200.000 ton baja plate. Jalan tol layang ini menggunakan gelagar baja (steel box girder) yang berbeda teknologinya dengan menggunakan beton.

Menggunakan metode gelagar baja akan mengurangi jumlah tiang, dengan begitu pekerjaan akan lebih cepat selesai. Selain itu PT KS juga memasok kebutuhan pelat baja untuk pembangunan Light Sea Vessel (LSV) yang dipesan oleh Filipina buatan PT PAL Surabaya. "Dalam hal ketenagalistrikan, saat ini juga tengah memasok baja profil siku untuk pembangunan jaringan 46.000 KMS milik PT Perusahaan Listrik Negara," paparnya.

Semakin meningkatnya kebutuhan baja PT KS juga bertekad untuk meningkatkan kapasitasnya dengan menggandeng beberapa investor. "Hal inilah yang saat ini sedang kita kaji bersama dengan mitra kita," imbuh dia.

Sebagai informasi kebutuhan baja domestik terus meningkat di tahun 2017 diperkirakan kebutuhan baja mencapai 13,5 juta ton dan akan meningkat menjadi 14,3 juta ton di tahun mendatang 2018. Namun demikian, lanjut dia, pembangunan industri baja bukan tanpa kendala.

Dari sisi sumber energi produsen baja domestik mengharapkan adanya tarif gas dan listrik yang lebih rendah dibanding saat ini. Selain itu, tata niaga juga perlu diperbaiki agar berpihak kepada produsen dalam negeri.

Disisi lain, perusahaan manufaktur baja terbesar di Indonesia membukukan pendapatan senilai USD1,04 miliar selama periode sembilan bulan pertama 2017 (9M 2017). Nilai pendapatan tersebut naik 5,87% dibandingkan periode sama tahun lalu. Kuatnya harga jual rata-rata produk baja Perseroan menjadi pendorong kenaikan pendapatan KRAS pada sembilan bulan pertama 2017.

"Harga jual rata-rata untuk produk HRC (hot rolled coil), memberikan sumbangan terbesar pada pendapatan Perseroan, mengalami kenaikan hingga 33,33% menjadi senilai USD 583 per ton. Begitu pula harga jual rata-rata produk baja Perseroan lainnya seperi CRC (cold rolled coil), long product, dan pipa," katanya.

Kenaikan harga jual produk baja Perseroan juga mampu mendorong kenaikan marjin kotor Perseroan selama sembilan bulan pertama 2017. Marjin kotor mengalami kenaikan sebesar 94 basis poin (bps) menjadi 14,99%.

EBITDA Marjin juga mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 268 bps menjadi 13,45% dengan nilai EBITDA sebesar USD139,90 juta atau meningkat 32,19% secara tahunan. Secara konsisten, Perseroan terus menunjukkan perbaikan kinerja, dimana pendapatan Perseroan meningkat sebesar 5,87% menjadi USD1,03 miliar pada sembilan bulan pertama 2017 dibandingkan periode yang sama tahun lalu USD982,29 juta.

Menurutnya, membaiknya pendapatan Perseroan juga tercermin pada kenaikan signifikan arus kas operasi Perseroan pada sembilan bulan pertama 2017 sebesar 499,71% menjadi USD121,13 juta dari USD21,20 juta pada sembilan bulan pertama 2016.

Dia menuturkan, perbaikan kinerja Perseroan juga terlihat dari menurunnya rugi bersih Perseroan yang sangat signifikan sebesar 34,57% menjadi USD 75,05 juta dibanding kerugian di sembilan bulan pertama 2016 sebesar USD114,70 juta.

Selain karena adanya perbaikan dari sisi pendapatan, membaiknya kinerja KRAS juga karena penurunan tajam rugi selisih kurs sebesar 95,13% serta penurunan beban keuangan sebesar 17,59% dibanding periode yang sama tahun lalu.

"Hingga September 2017, harga jual baja Perseroan masih menunjukkan kenaikan yang mencapai USD599 per ton dari yang hanya mencapai USD520 per ton di Januari 2017. Tren perbaikan kinerja akan lebih cepat ke depannya dengan melihat membaiknya harga baja," jelas dia.

Mas Wig menambahkan, untuk proyek infrastruktur hingga September 2017, KRAS telah menyuplai 20.369 ton baja untuk proyek konstruksi Jakarta-Cikampek II (Japek II) elevated dari total 225.000 ton baja yang akan disuplai hingga 10 bulan kedepan.

Perseroan juga terus berupaya untuk menambah kapasitas produk baja lembaran canai panas (HRC) dengan membangun pabrik Hot Strip Mill #2 (HSM#2) di kawasan industri Krakatau, Cilegon. Hingga September 2017, proses pengerjaan fisik konstruksi HSM#2 sudah mencapai 35,93% yang rencananya akan mulai beroperasi pada awal tahun 2019.

"Sebagai produsen baja nasional, tujuan kami adalah agar tetap terus tumbuh dan berkembang secara simultan dengan mitra dan pemegang saham. Proyek ekspansi yang dijalankan oleh Perseroan saat ini merupakan upaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan baja di masa yang akan datang yang berpotensi mencapai USD15 miliar," tutup dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2371 seconds (0.1#10.140)