Daerah Perlu Perbaiki Pengelolaan Anggaran

Kamis, 23 November 2017 - 07:57 WIB
Daerah Perlu Perbaiki...
Daerah Perlu Perbaiki Pengelolaan Anggaran
A A A
JAKARTA - Realisasi penyerapan anggaran di daerah dinilai masih belum efisien. Banyak daerah yang mengalokasikan anggarannya lebih besar digunakan untuk belanja pegawai ketimbang belanja modal.

Padahal, dari tahun ke tahun anggaran transfer ke daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cenderung meningkat. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), saat ini anggaran transfer daerah mencapai Rp766 triliun, jauh lebih besar dibanding saat pertama kali sistem desentralisasi diluncurkan pada awal tahun 2000 yakni Rp81 triliun.

Dilihat dari sisi belanja daerah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), nilainya juga meningkat hampir 12 kali lipat yakni dari Rp93 triliun menjadi Rp1.097 triliun.

Namun, besaran dana tersebut masih belum dinikmati secara merata di semua sektor di daerah.

“Dari aspek keuangan daerah, maka transformasi penganggaran dalam pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan krusial,” ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo di sela-sela acara Budget Day: Transformasi Penganggaran untuk APBN yang Berkualitas, di Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, perlu segera dilakukan perubahan pola penyerapan anggaran APBD. Menurutnya,masih terdapat celah yang bisa diperbaiki ke depannya agar bisa lebih optimal dan produktif.

Teguh memperinci beberapa ketimpangan dalam penyerapan anggaran di daerah misalnya terjadi pada belanja pegawai di daerah yang bisa mencapai 36,8%, sementara belanja modal hanya 20%. Contoh lain tidak optimalnya anggaran di daerah adalah masih tingginya simpanan pemda di bank serta banyaknya ketimpangan pelayanan publik antar daerah.

"Ada daerah seperti di Balikpapan akses air bersih mencapai 98%, tapi di Kabupaten Membramo, Papua, akses air bersih baru 4%," ujarnya.

Contoh lain, di bidang kesehatan, di Banda Aceh terdapat 15 tenaga kesehatan per 100.000 penduduk. Sementara di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) baru 1,4 tenaga kesehatan per 100.000 penduduk.

Teguh menambahkan, selain belanja pegawai yang lebih besar dari porsi belanja modal, masalah lain dari inefisiensi pengelolaan anggaran adalah masih terdapat ketimpangan pelayanan publik antardaerah. Sehingga, diperlukan reformasi penganggaran dalam pengelolaan keuangan negara terutama pengelolaan APBN sebagai instrument kebijakan fiskal.

"Pemerintah perlu lebih fokus terhadap fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Itu mutlak menjadi domain dari pemerintah pusat untuk mengatasi ketimpangan, mengurangi kemiskinan, mencapai kesempatan kerja penuh, dan sebagai sarana instrument memberikan stimulasi fiskal secara terukur," paparnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perlu sinergi dari tiga direktorat jenderal di Kemenku untuk menyamakan persepsi dalam pengelolaan anggaran di daerah. Harapannya agar tercipta Indonesia yang adil, makmur dan bermartabat. Ketiga direktorat yang dimaksid adalah Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

"Kalau kita mempunyai sikap yang sama maka sinergi menjadi lebih mudah. Keuangan negara salah satunya instrumen APBN adalah bagian kecil dari keuangan negara yang harus dikelola dengan baik dengan mencapai tujuan bernegara," ujarnya.

Sri Mulyani melanjutkan, selama ini pengelolaan keuangan paling semangat dilakukan pada tahap alokasi anggaran. Namun, ketika masuk pada pelaksanaan mulai melemah sehingga pada saat pelaporan akuntabilitas menjadi sia-sia.

"Oleh karena itu, sinergi harus bisa menutupi kelemahan tersebut. Sinergi berarti memperkuat keseluruhan mata rantai, bahkan menutupi mata rantai yang lemah," katanya.

Dia juga meminta ketiga direktorat jenderal yang ada di Kemenkeu untuk membuat Standard Operating Procedure (SOP) untuk memperkuat sinergi dalam mengelola keuangan negara.

"Kalau belum kuat SOP, buat nota kesepahaman. Kalau belum kuat juga, buat Peraturan Menteri. Jadi ketiga dirjen harus duduk bersama, mau buat SOP, MoU (nota kesepahaman), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), silakan buat. Lakukan segera sehingga sinergi itu menjadi kebiasaan yang tertanam, terpelihara dan semakin kuat," tandasnya.

Selain itu, diperlukan sistem teknologi informasi untuk mensinkronkan antardirektorat jenderal sehingga meningkatkan efisiensi dan memperbaiki data dalam sharing informasi.

"Setelah SOP dan teknologi informasi, selanjutnya adalah sinergi untuk membuat tracking result. Jangan sendiri-sendiri. Kalau duduk bersama-sama pasti kelihatan kelemahanya di mana," paparnya.

Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono mengatakan, sebagai pengelola fiskal dan juga mewakili perbendaharaan, pihaknya harus mampu mewujudkan kebijakan yang kredibel dan bisa dieksekusi secara akuntabel.

"Tujuan akhirnya untuk kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini kami melakukan sinergi dalam melakukan perumusan pelaksanaan peranggaran sekaligus menjalankan fungsi perbendaharaan negara," ujarnya.

Sedangkan Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, belanja pemerintah dari 2014 hingga 2018 terus meningkat baik belanja kementerian/lembaga, dana transfer maupun belanja di pembiayaan. Namun, seiring peningkatan tersebut, Kemenkeu juga menghadapi tantangan yakni bagaimana agar tambahan anggaran ini bisa lebih efisien dan efektif untuk mencapai pembangunan yang dicita-citakan pemerintah.

Menurut Askolani, tantangan selanjutnya adalah pola penyerapan anggaran agar sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan. Untuk itu, diperlukan perbaikan dari sisi pendapatan maupun belanja dan pembiayaan.

“Kolaborasi ini dibutuhkan agar kita bisa menyusun perencanaan yang lebih baik sehingga bisa mendapatkan laporan keuangan dengan opini WTP dan juga meminimalkan korupsi," jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Kemenkeu juga meluncurkan portal data APBN guna membantu pemerintah dalam pengambil kebijakan dan pemantauan pelaksanaan APBN seperti yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

"Kita bisa melihat misalnya di Sumatera Selatan berapa anggaran K/L, berapa jumlah penduduk miskinnya, dan lainnya. Ini sudah dimulai oleh DJA dan DJPK. Di Ditjen perbendaharaan akan lebih dipantau dari pagu yang sudah ada," ungkap Askolani.

Dia mengakui, portal data ini masih harus dilakukan penyempurnaan lebih lanjut agar fungsi tersebut bisa dijalankan. Nantinya, akan dikumpulkan data realisasi APBN dari tahun 2016 hingga saat ini, kemudian digabungkan dengan APBN dan APBD 2018. "Kami akan masukan rencana di 2018 dan progres di 2017 akan dipantau dari pagu yang sudah ada," ucapnya. (Oktiani Endarwati)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6064 seconds (0.1#10.140)