Holding BUMN Tambang Dinilai Ciptakan Nilai Tambah

Minggu, 26 November 2017 - 18:29 WIB
Holding BUMN Tambang Dinilai Ciptakan Nilai Tambah
Holding BUMN Tambang Dinilai Ciptakan Nilai Tambah
A A A
JAKARTA - Direktur Pelaksana Lembaga Management FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai tepat atas rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Badan usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk holding pertambangan. Upaya ini menciptakan banyak nilai tambah berupa sinergi dalam aspek operasional, keuangan, serta kerja sama lainnya.

"Dalam pareto condition BUMN saat ini, pembentukan holding company menjadi salah satu opsi rightsizing yang tepat. Span of control pengawasan dan monitoring terhadap BUMN bisa lebih baik karena jumlah yang diawasi berkurang," kata dia di Jakarta, akhri pekan kemarin.

Dalam jangka panjang, fungsi Kementerian BUMN mungkin secara perlahan akan dikurangi sampai pada tahap hanya sebagai regulator saja. Fungsi operasional sepenuhnya bisa dikelola 'Super Holding Company'.

"Saya tidak sependapat dengan pihak yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan efesiensi manajemen BUMN tambang itu lebih tepat di merger, bukan holding. Kenapa? Karena organisasi holding dan merger adalah dua hal yang berbeda," imbuhnya.

Menurutnya, dengan holding berarti ada induk perusahaan dan anak perusahaan. Sementara merger berarti ada empat BUMN digabungkan atau dilebur menjadi satu entitas baru. Contoh Bank Mandiri adalah entitas baru dari peleburan Bank Exim, BDN, BBD dan Bapindo.

Selain itu, proses pembentukan holding company di BUMN sudah mengalami revolusi dari model operating holding menjadi strategic holding. Contohnya PT Semen Indonesia Tbk dan PT Pupuk Indonesia.

"Selama belasan tahun mereka beroperasi sebagai operational holding (Semen Gresik Holding dan Pusri Holding) dan tidak bekerja secara efektif karena induk dan anak perusahaan compete head to head," kata dia.

Namun, dengan pola strategic holding yang mulai diterapkan pada 2012, maka fungsi koordinasi induk dalam mensinergikan seluruh kekuatan anak perusahaan di keduanya berjalan lebih baik. Sinergi tercipta berkat induk yang fokus pada fungsi pengarahan strategis, bimbingan keuangan, dan penciptaan nilai pada bisnis.

Beban pembiayaan bisa ditekan dengan langkah mengurangi duplikasi aktivitas pada pos-pos pengadaan, logistik, dan fungsi pemeliharaan. Sementara, anak perusahaan fokus pada pengembangan bisnis dan peningkatan keunggulan masing-masing pada aspek operasional.

Dengan cara ini, Semen Indonesia berhasil meningkatkan nilai perusahaan. Tingkat produksi Semen Indonesia meningkat dari sekitar 15 juta ton pada 2005 menjadi sekitar 26 juta ton pada 2015. Pendapatan operasionalnya juga melonjak dari sekitar Rp4 trilun di 2005 menjadi sekitar Rp15 triliun pada 2015.

"Strategic holding mampu meningkatkan value dari korporasi dibanding stand alone atau dikelola dengan model operating holding. Sedangkan bentuk merger akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk berhasil mengkonsolidasikan diri sebagai perusahaan yang solid dan kuat," papar Toto.

Pada aspek lain, opsi merger pun membutuhkan penanganan sangat kritis pada proses Post Merger Integration (PMI). Misalnya, bagaimana menyatukan visi entitas baru, mengkonsolidasikan budaya perusahaan baru, serta standarisasi seluruh fungsi operasional entitas baru. Proses ini membutuhkan waktu panjang dan model kepemimpinan super kuat.

Apabila proses PMI tidak dikelola dengan baik maka dipastikan merger akan mengalami kegagalan. Merger Bank Mandiri jalan di tempat hampir beberapa tahun. Sampai kemudian hadir CEO seperti Robby Djohan dan Agus Martowardojo sebagai "bulldozer", untuk mengikis habis segala warisan terkait tiga hal di atas dari setiap bank yang bergabung dan menumbuhkan identitas baru sebagai Bank Mandiri.

Meski demikian, Toto juga tidak setuju jika merger dianggap menjadi pilihan yang buruk? Karena kenyataannya tidak selalu begitu. "Namun, survey Raymond Noe (2002) menemukan bahwa 60%-80% dari seluruh merger yang dilakukan perusahaan di AS mengalami kegagalan finansial," terangnya.

Dia menambahkan, ukuran yang dipakai Noe yakni kemampuan perusahaan dalam meningkatkan keuntungan atau mendongkrak harga saham perusahaan. Temuan lain mengenai kegagalan merger, berdasarkan survei yang dilakukan AT Kearney, ketiadaan visi dan strategi yang jelas menjadi penyebab ketidakmampuan mewujudkan sinergi.

Kegagalan merger itu juga karena berlangsungnya kevakuman kepemimpinan, pengabaian strategi pertumbuhan, perbedaan kultur perusahaan, penolakan dari karyawan, tiadanya manajemen risiko, dan lemahnya perencanaan pasca-akuisisi untuk merealisasikan sinergi.

Sebelumnya, pemerintah telah menjelaskan bahwa pembentukan holding BUMN Tambang bertujuan meningkatkan skala usaha industri pertambangan nasional demi mampu bersaing dalam skala regional. Maka, upaya ini dapat memberi manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan.

Karena sinergi BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu menciptakan efisiensi dan menambah kekuatan finansial. Sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi.

Diketahui, pemerintah segera membentuk holding pertambangan yang terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk sebagai anggota konsorsium korporasi yang dipimpin oleh PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum).
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5204 seconds (0.1#10.140)