Mereka Tetap Berlari Kendati Ekonomi Berjalan Pelan
A
A
A
JAKARTA - Perekonomian Indonesia di tahun ini tidak ubahnya seperti tahun lalu, masih melemah. Salah satunya tercermin dari penjualan perusahaan properti yang kebanyakan tidak mencapai target. Hal ini diperkuat oleh Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia pada kuartal III 2017 yang menyatakan, pertumbuhan penjualan rumah hanya 2,58%, turun dari kuartal II sebesar 3,61%. Hal ini karena masih terbatasnya permintaan.
Karena penjualan masih lesu, harganya pun hanya naik 0,5% (kuartal III) dibanding 1,18% pada kuartal II. SHPR memperkirakan penurunan pertumbuhan penjualan dan kenaikan harga akan berlanjut pada kuarta IV 2017. Survei menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan bisnis properti adalah bunga KPR (20,36%), persyaratan uang muka (16,57%), pajak (16,13%), perizinan (14,45%), serta kenaikan harga bahan bangunan (11,68%). Lebih dari 76% konsumen masih mengandalkan kredit bank (KPR/KPA) untuk membeli rumah.
Kendati pasar masih lesu, sejumlah perumahan dan apartemen masih mencatat penjualan yang cukup baik. Diantaranya proyek multifungsi 57 Promenade (Jakarta) dan Trans Park Cibubur (Cimanggis, Kota Depok-Jawa Barat), perumahan CitraLand Cibubur (Cileungsi, Bogor-Jawa Barat) dan Lavon di Suvarna Sutera (Pasar Kemis, Tangerang-Banten).
57 Promenade (3,2 ha) misalnya, yang melepas 302 unit apartemen tahap pertama di dua menara pada akhir Agustus 2017. Tidak sampai sebulan, proyek PT Intiland Development Tbk yang berlokasi di dekat Bundaran Hotel Indonesia itu, langsung terpesan 100% dengan nilai penjualan Rp1,8 triliun.
Begitu pula Trans Park Cibubur (4,1 ha), tower pertama apartemennya sebanyak 896 unit langsung habis saat launching akhir Desember 2016. Karena itu, 20 Januari 2017 dipasarkan tower kedua yang langsung terpesan 200 unit. Sampai Oktober di menara kedua sudah terpesan 800 unit lebih. Jika ditotalkan hampir 1.700 unit ludes terjual. Harganya pun sudah meloncat. Kalau Desember 2017, tipe studio dilego Rp287 juta/unit tunai, Januari sudah Rp460 juta.
Hal serupa terjadi pada CitraLand Cibubur (220 ha). Saat launching Mei 2017 langsung terjual 320 unit di dua klaster. Karena kesuksesan itu, September dilansir klaster baru Livistona (250 unit) berisi rumah-rumah kecil satu lantai saja (tipe 34/60 dan 36/72). Dari pemasaran tahap pertama 120 unit, terpesan 60 unit saat launching. Jadi, dalam 3,5 bulan perumahan baru dari Ciputra Group itu bisa menjual 380 rumah dengan nilai penjualan sekitar Rp200 miliar.
Sementara Lavon (60 ha) dari Swan City bisa melepas hampir 1.500 rumah di empat klaster dalam empat bulan sejak dirilis resmi September: Allura, Gracia, Echanta, Lavisa. Allura (479 unit) dan Gracia (390 unit) yang menawarkan tipe 79/66 dan 93/77 dua lantai sudah habis. Sedangkan Echanta (412 unit) sudah laku 90% dan Lavisa (348 unit) 50%. Harganya mulai dari Rp900 juta per unit. Awal 2018, Swan City berencana melansir klaster kelima Grandura berisi tipe 93/77 dan 112/96 yang di dua klaster sebelumnya sudah habis.
Atas keberhasilan mereka yang terus berlari tatkala ekonomi masih berjalan pelan, HousingEstate memberikan “HousingEstate Awards” kepada proyek properti yang mencatat penjualan bagus itu, serta sejumlah produsen bahan bangunan dan bank penyalur KPR yang produknya menjadi favorit di proyek real estate. "Tentu saja masih ada proyek properti lain yang penjualannya bagus tahun ini. Tapi, HousingEstate hanya sempat memberikan HousingEstate Awards 2017 kepada 24 proyek properti, sembilan produsen bahan bangunan dan tiga bank penyalur KPR," ujar Joko Yuwono, pimpinan HousingEtsate kepada SINDOnews, Jumat (15/12/2017).
Menurut Joko, keberhasilan mereka berjualan karena perusahaan pengembangnya sudah dikenal reputasinya. Selain itu, kemampuan developer membaca perkembangan dan kebutuhan pasar, kemudian menawarkan produk yang tepat pada saat yang pas dengan harga yang realistis. Termasuk keberadaan akses dan transportasi massal yang memperlancar mobilitas, sehingga menarik khalayak.
"Dan, itu prospek bagi konsumen. Jadi, akses baru itu sangat membantu pengembang berjualan. Dan beberapa fasilitas di sekitarnya yang terus berkembang," sambungnya. Hal lain yang tidak kalah penting, kata dia, adalah cara pembayaran, dimana pengembang menawarkan produk yang terjangkau kaum menengah urban. Cara bayar yang meringankan juga punya kontribusi terhadap penjualan.
Karena penjualan masih lesu, harganya pun hanya naik 0,5% (kuartal III) dibanding 1,18% pada kuartal II. SHPR memperkirakan penurunan pertumbuhan penjualan dan kenaikan harga akan berlanjut pada kuarta IV 2017. Survei menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan bisnis properti adalah bunga KPR (20,36%), persyaratan uang muka (16,57%), pajak (16,13%), perizinan (14,45%), serta kenaikan harga bahan bangunan (11,68%). Lebih dari 76% konsumen masih mengandalkan kredit bank (KPR/KPA) untuk membeli rumah.
Kendati pasar masih lesu, sejumlah perumahan dan apartemen masih mencatat penjualan yang cukup baik. Diantaranya proyek multifungsi 57 Promenade (Jakarta) dan Trans Park Cibubur (Cimanggis, Kota Depok-Jawa Barat), perumahan CitraLand Cibubur (Cileungsi, Bogor-Jawa Barat) dan Lavon di Suvarna Sutera (Pasar Kemis, Tangerang-Banten).
57 Promenade (3,2 ha) misalnya, yang melepas 302 unit apartemen tahap pertama di dua menara pada akhir Agustus 2017. Tidak sampai sebulan, proyek PT Intiland Development Tbk yang berlokasi di dekat Bundaran Hotel Indonesia itu, langsung terpesan 100% dengan nilai penjualan Rp1,8 triliun.
Begitu pula Trans Park Cibubur (4,1 ha), tower pertama apartemennya sebanyak 896 unit langsung habis saat launching akhir Desember 2016. Karena itu, 20 Januari 2017 dipasarkan tower kedua yang langsung terpesan 200 unit. Sampai Oktober di menara kedua sudah terpesan 800 unit lebih. Jika ditotalkan hampir 1.700 unit ludes terjual. Harganya pun sudah meloncat. Kalau Desember 2017, tipe studio dilego Rp287 juta/unit tunai, Januari sudah Rp460 juta.
Hal serupa terjadi pada CitraLand Cibubur (220 ha). Saat launching Mei 2017 langsung terjual 320 unit di dua klaster. Karena kesuksesan itu, September dilansir klaster baru Livistona (250 unit) berisi rumah-rumah kecil satu lantai saja (tipe 34/60 dan 36/72). Dari pemasaran tahap pertama 120 unit, terpesan 60 unit saat launching. Jadi, dalam 3,5 bulan perumahan baru dari Ciputra Group itu bisa menjual 380 rumah dengan nilai penjualan sekitar Rp200 miliar.
Sementara Lavon (60 ha) dari Swan City bisa melepas hampir 1.500 rumah di empat klaster dalam empat bulan sejak dirilis resmi September: Allura, Gracia, Echanta, Lavisa. Allura (479 unit) dan Gracia (390 unit) yang menawarkan tipe 79/66 dan 93/77 dua lantai sudah habis. Sedangkan Echanta (412 unit) sudah laku 90% dan Lavisa (348 unit) 50%. Harganya mulai dari Rp900 juta per unit. Awal 2018, Swan City berencana melansir klaster kelima Grandura berisi tipe 93/77 dan 112/96 yang di dua klaster sebelumnya sudah habis.
Atas keberhasilan mereka yang terus berlari tatkala ekonomi masih berjalan pelan, HousingEstate memberikan “HousingEstate Awards” kepada proyek properti yang mencatat penjualan bagus itu, serta sejumlah produsen bahan bangunan dan bank penyalur KPR yang produknya menjadi favorit di proyek real estate. "Tentu saja masih ada proyek properti lain yang penjualannya bagus tahun ini. Tapi, HousingEstate hanya sempat memberikan HousingEstate Awards 2017 kepada 24 proyek properti, sembilan produsen bahan bangunan dan tiga bank penyalur KPR," ujar Joko Yuwono, pimpinan HousingEtsate kepada SINDOnews, Jumat (15/12/2017).
Menurut Joko, keberhasilan mereka berjualan karena perusahaan pengembangnya sudah dikenal reputasinya. Selain itu, kemampuan developer membaca perkembangan dan kebutuhan pasar, kemudian menawarkan produk yang tepat pada saat yang pas dengan harga yang realistis. Termasuk keberadaan akses dan transportasi massal yang memperlancar mobilitas, sehingga menarik khalayak.
"Dan, itu prospek bagi konsumen. Jadi, akses baru itu sangat membantu pengembang berjualan. Dan beberapa fasilitas di sekitarnya yang terus berkembang," sambungnya. Hal lain yang tidak kalah penting, kata dia, adalah cara pembayaran, dimana pengembang menawarkan produk yang terjangkau kaum menengah urban. Cara bayar yang meringankan juga punya kontribusi terhadap penjualan.
(ven)