Dirut PLN: Perjalanan Masih Panjang...
A
A
A
TUNTUTLAH ilmu hingga ke Negeri China. Pepatah kuno itu tampaknya masih relevan untuk diikuti. Tak hanya oleh individu, tapi juga korporasi.
China memang diakui memiliki sejarah yang sangat panjang dalam bidang ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan lahir di sana. Sebut saja penemuan kertas, jam, teknologi sawah terasering, hingga garpu untuk alat makan. Di zaman kekinian, China juga gencar mengembangkan infrastruktur mulai dari sektor transportasi, tata kota, hingga kelistrikan.
Tidak terhitung perusahaan besar yang kini mendunia. Korporasi di China juga punya spirit untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan asing yang sangat kuat. Setiap tahun, perusahaan asing yang diakuisisi oleh perusahaan-perusahaan China mencapai 500 perusahaan, bahkan di tahun 2017 ini meningkat hingga 700-an perusahaan. Demikian juga di sektor bisnis berbasis internet. Tak heran jika raksasa ritel online Alibaba menjadi salah satu penguasanya.
Soal teknologi kelistrikan, China bisa juga merupakan salah satu negara yang ada di deretan atas sebagai pengembangnya. Proyek-proyek besar pembangkit listrik di negara itu semuanya hasil karya mereka sendiri. Sebut saja pembangkit listrik berkapasitas 22.500 megawatt (MW) yang berlokasi di Three Gorges Dam. Ini adalah pembangkit listrik terbesar di dunia yang dikembangkan oleh China Yangtze Power.
Selain itu ada juga pengembang listrik lain yang keberadaannya sangat diperhitungkan di China, yakni Shanghai Electric. Perusahaan ini adalah produsen listrik yang memiliki kapasitas terpasang hingga saat ini mencapai 17.162 MW.
Shanghai Electric juga dikenal sebagai produsen yang konsisten menghasilkan energi hijau ramah lingkungan dan energi baru terbarukan (EBT). Kedua perusahaan dengan core business di sektor energi listrik itulah yang menjadi bench mark bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam mengembangkan kelistrikan di Tanah Air.
Potret kelistrikan di China dan kecanggihan teknologinya itulah yang menggugah Direktur Utama PLN Sofyan Basir untuk mengajak kalangan akademisi, anggota dewan energi nasional, perwakilan konsumen serta kalangan media. Tujuannya agar mereka bisa menyaksikan sendiri secara langsung bahwa China adalah negara yang memiliki kemampuan teknologi luar biasa, termasuk kemampuan teknologi dalam membangun pembangkit listrik.
Sofyan Basir tentu punya alasan kuat membawa pihak-pihak yang berkompeten untuk melihat teknologi China secara langsung, karena masih minornya persepsi di Tanah Air dalam melihat kemampuan teknologi China. Selain itu, dengan hadir di China juga dimanfaatkan untuk ajang studi banding PLN sehingga bisa mendapatkan gambaran untuk pengembangan listrik di Tanah Air. Terlebih lagi saat ini banyak perusahaan China yang juga turut terlibat dalam program pembangkit listrik 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah.
Di samping kedua perusahaan tersebut, rombongan PLN juga melakukan kunjungan ke Ninghai Power Plant, yakni PLTU yang dikembangkan oleh Shenhua Guohua Electric Power Corporation. Pembangkit listrik itu menggunakan bahan bakar batu bara dengan teknologi canggih ultra super critical yang paling efisien di dunia. Rata-rata pemakaian batu bara di pembangkit tersebut 312 gram per kilowatt hour (KWH).
Pada kunjungan tersebut, PLN juga melakukan studi banding ke Dongfang Huansheng Photovoltaic, yakni perusahaan yang memproduksi panel surya dan semikonduktor. Selain itu, PLN dan rombongan juga menyambangi Shanghai Jiatong University untuk mempelajari peran perguruan tinggi dalam mengintegrasikan riset dan pengembangan pembangkit listrik antara universitas dan industri.
Dalam pemaparannya di sela-sela kunjungan, Sofyan mengungkapkan kondisi kelistrikan nasional, terutama progres program 35.000 MW yang hingga November 2017 sudah terkontrak 30.456 MW atau 85% dari target. Menurut mantan Direktur Utama BRI itu, pada kurun waktu 2015-2017, kapasitas pembangkit listrik nasional mengalami penambahan sebesar 7.601 MW.
Sofyan juga menyampaikan bahwa saat ini per November 2017 rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 93,08%. Jumlah tersebut melebihi target rasio elektrifikasi tahun ini, yakni 92,75%. "Dua tahun lalu (2015) listrik kita masih defisit, sekarang sudah surplus," ujar dia. Meski kondisi elektrifikasi nasional sudah over dari target, Sofyan merasa pekerjaannya belum selesai. "Ini masih permulaan. Perjalanan kita masih panjang...," kata Sofyan.
Dia benar bahwa tekanan dan hambatan yang dialami Direktur Utama PLN serta jajarannya dalam memperjuangkan ketahanan listrik nasional tidak ringan. Banyak jalan terjal yang harus dihadapi, banyak kerikil yang harus dihindari. Namun, spirit nasionalisme Sofyan dan timnya yang kuat membuat hambatan-hambatan itu diyakini akan bisa teratasi dengan baik.
Sementara itu, pengamat energi Fahmy Radhi, yang ikut dalam kunjungan ke China bersama PLN, dalam catatannya mengatakan ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari kunjungan tersebut. Menurutnya, China berhasil menyerap teknologi dari luar negeri pertama kali mereka mengembangkan pembangkit listrik. China juga dianggap sukses dengan strategi Beli, Bongkar, Amati, Tiru, dan Modifikasi lalu membuatnya secara mandiri.
China memang diakui memiliki sejarah yang sangat panjang dalam bidang ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan lahir di sana. Sebut saja penemuan kertas, jam, teknologi sawah terasering, hingga garpu untuk alat makan. Di zaman kekinian, China juga gencar mengembangkan infrastruktur mulai dari sektor transportasi, tata kota, hingga kelistrikan.
Tidak terhitung perusahaan besar yang kini mendunia. Korporasi di China juga punya spirit untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan asing yang sangat kuat. Setiap tahun, perusahaan asing yang diakuisisi oleh perusahaan-perusahaan China mencapai 500 perusahaan, bahkan di tahun 2017 ini meningkat hingga 700-an perusahaan. Demikian juga di sektor bisnis berbasis internet. Tak heran jika raksasa ritel online Alibaba menjadi salah satu penguasanya.
Soal teknologi kelistrikan, China bisa juga merupakan salah satu negara yang ada di deretan atas sebagai pengembangnya. Proyek-proyek besar pembangkit listrik di negara itu semuanya hasil karya mereka sendiri. Sebut saja pembangkit listrik berkapasitas 22.500 megawatt (MW) yang berlokasi di Three Gorges Dam. Ini adalah pembangkit listrik terbesar di dunia yang dikembangkan oleh China Yangtze Power.
Selain itu ada juga pengembang listrik lain yang keberadaannya sangat diperhitungkan di China, yakni Shanghai Electric. Perusahaan ini adalah produsen listrik yang memiliki kapasitas terpasang hingga saat ini mencapai 17.162 MW.
Shanghai Electric juga dikenal sebagai produsen yang konsisten menghasilkan energi hijau ramah lingkungan dan energi baru terbarukan (EBT). Kedua perusahaan dengan core business di sektor energi listrik itulah yang menjadi bench mark bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam mengembangkan kelistrikan di Tanah Air.
Potret kelistrikan di China dan kecanggihan teknologinya itulah yang menggugah Direktur Utama PLN Sofyan Basir untuk mengajak kalangan akademisi, anggota dewan energi nasional, perwakilan konsumen serta kalangan media. Tujuannya agar mereka bisa menyaksikan sendiri secara langsung bahwa China adalah negara yang memiliki kemampuan teknologi luar biasa, termasuk kemampuan teknologi dalam membangun pembangkit listrik.
Sofyan Basir tentu punya alasan kuat membawa pihak-pihak yang berkompeten untuk melihat teknologi China secara langsung, karena masih minornya persepsi di Tanah Air dalam melihat kemampuan teknologi China. Selain itu, dengan hadir di China juga dimanfaatkan untuk ajang studi banding PLN sehingga bisa mendapatkan gambaran untuk pengembangan listrik di Tanah Air. Terlebih lagi saat ini banyak perusahaan China yang juga turut terlibat dalam program pembangkit listrik 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah.
Di samping kedua perusahaan tersebut, rombongan PLN juga melakukan kunjungan ke Ninghai Power Plant, yakni PLTU yang dikembangkan oleh Shenhua Guohua Electric Power Corporation. Pembangkit listrik itu menggunakan bahan bakar batu bara dengan teknologi canggih ultra super critical yang paling efisien di dunia. Rata-rata pemakaian batu bara di pembangkit tersebut 312 gram per kilowatt hour (KWH).
Pada kunjungan tersebut, PLN juga melakukan studi banding ke Dongfang Huansheng Photovoltaic, yakni perusahaan yang memproduksi panel surya dan semikonduktor. Selain itu, PLN dan rombongan juga menyambangi Shanghai Jiatong University untuk mempelajari peran perguruan tinggi dalam mengintegrasikan riset dan pengembangan pembangkit listrik antara universitas dan industri.
Dalam pemaparannya di sela-sela kunjungan, Sofyan mengungkapkan kondisi kelistrikan nasional, terutama progres program 35.000 MW yang hingga November 2017 sudah terkontrak 30.456 MW atau 85% dari target. Menurut mantan Direktur Utama BRI itu, pada kurun waktu 2015-2017, kapasitas pembangkit listrik nasional mengalami penambahan sebesar 7.601 MW.
Sofyan juga menyampaikan bahwa saat ini per November 2017 rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 93,08%. Jumlah tersebut melebihi target rasio elektrifikasi tahun ini, yakni 92,75%. "Dua tahun lalu (2015) listrik kita masih defisit, sekarang sudah surplus," ujar dia. Meski kondisi elektrifikasi nasional sudah over dari target, Sofyan merasa pekerjaannya belum selesai. "Ini masih permulaan. Perjalanan kita masih panjang...," kata Sofyan.
Dia benar bahwa tekanan dan hambatan yang dialami Direktur Utama PLN serta jajarannya dalam memperjuangkan ketahanan listrik nasional tidak ringan. Banyak jalan terjal yang harus dihadapi, banyak kerikil yang harus dihindari. Namun, spirit nasionalisme Sofyan dan timnya yang kuat membuat hambatan-hambatan itu diyakini akan bisa teratasi dengan baik.
Sementara itu, pengamat energi Fahmy Radhi, yang ikut dalam kunjungan ke China bersama PLN, dalam catatannya mengatakan ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari kunjungan tersebut. Menurutnya, China berhasil menyerap teknologi dari luar negeri pertama kali mereka mengembangkan pembangkit listrik. China juga dianggap sukses dengan strategi Beli, Bongkar, Amati, Tiru, dan Modifikasi lalu membuatnya secara mandiri.
(amm)