Penggunaan Ponsel Marak, Inklusi Keuangan Terus Meningkat

Jum'at, 05 Januari 2018 - 15:45 WIB
Penggunaan Ponsel Marak, Inklusi Keuangan Terus Meningkat
Penggunaan Ponsel Marak, Inklusi Keuangan Terus Meningkat
A A A
JAKARTA - Maraknya penggunaan ponsel pintar (smartphone) menjadi modal untuk meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat. Diharapkan, indeks inklusi keuangan bisa mencapai 70% tahun ini.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks inklusi keuangan nasional pada tahun ke tahun terus meningkat signifikan. Sebagai perbandingan, pada 2017 lalu indeks inklusi keuangan mencapai 63% dan untuk tahun depan ditargetkan mencapai 75%. Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, pada awal program inklusi keuangan diluncurkan, indeksnya baru mencapai 20-30%, dan kini berada di atas 50%.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso optimistis target indeks keuangan inklusif 75% bisa tercapai pada 2019. Pengguna smartphone yang terus meningkat akan membuka akses untuk layanan keuangan perbankan. "Teknologi harus meng-cover. Yang seluler 4G sudah lebih banyak dan ini memungkinkan jangkauannya bisa lebih luas. Bagi daerah-daerah yang tidak mendapat sinyal, coverage-nya akan lebih luas lagi," ujarnya di Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Wimboh menambahkan, untuk mencapai target indeks inklusi keuangan pada 2019, pemerintah telah menetapkan strategi percepatan. Harapannya, percepatan itu dapat menjangkau seluruh masyarakat dalam memperluas layanan keuangan, peningkatan infrastruktur, dan peningkatan kesadaran terhadap literasi keuangan.

Hal lain yang diharapkan mendukung inklusi keuangan adalah percepatan sertifikasi hak properti masyarakat yang dapat dijadikan agunan bank. "Informasi kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) juga bisa mempercepat identifikasi masyarakat untuk sektor keuangan," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, saat ini pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta. Dari jumlah tersebut, 31 juta pengguna menggunakan internet untuk mengakses informasi, 27,6 juta terkait dengan pekerjaan, dan 10,4 juta lainnya untuk berdagang dan pembelian online. Sisanya untuk aktivitas mengisi waktu luang, sosialisasi, pendidikan, dan hiburan.

Program akses sektor keuangan tidak hanya dilihat dari rekening tabungan, tetapi juga dari kreditnya, baik berupa kredit usaha rakyat (KUR) atau kredit kecil lain. Demikian juga identifikasi nasabah asuransi, hal itu bisa dimasukkan dalam komponen penghitungan inklusi finansial. "Sekarang ini (indeks inklusi keuangan) sekitar 63%. Jadi saya rasa bisa cepat dengan cakupan seluler lebih luas sehingga bisa mencapai 75% pada 2019," tuturnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, data mengenai perluasan keuangan inklusif semakin baik dari awalnya hanya 20% menjadi 36% dan kini sudah di atas 50%. "Kami mendiskusikan dari yang dasar tentang apa yang masuk kategori definisi keuangan inklusif. Kita sepakat mengejar keuangan inklusif yang dari 36% pada saat diluncurkan menjadi 75% pada 2019," ujarnya.

Agus menuturkan, strategi untuk mempercepat keuangan inklusif melalui Program Keluarga Harapan yang bisa disalurkan dengan uang nontunai. Dalam hal ini BI bekerja sama dengan Kementerian Sosial dalam menyalurkan kartu keluarga sejahtera. "Melalui kartu keluarga sejahtera pada 2017 bisa tersalur sampai 5,9 juta penerima manfaat itu dan itu semua dilakukan secara nontunai," ungkapnya.

Selain itu, bantuan pangan nontunai yang direncanakan pada 2018 akan meningkat dari 6 juta menjadi 10 juta. Di samping itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menyampaikan mengenai infrastruktur dalam bentuk telekomunikasi yang berbentuk 2G, 3G, dan 4G yang sudah tersedia di seluruh Indonesia. "Kalau 4G sudah di atas 50%, ini akan bisa membantu program keuangan inklusif kita," kata Agus.

Agus menuturkan, inisiatif seperti gerakan nasional nontunai, bantuan sosial secara nontunai, gerakan pemberian subsidi secara nontunai, dan elektronifikasi jalan tol akan meningkatkan indeks keuangan inklusif. "Jadi, kalau sekarang kita sudah di atas 60%. Kita optimistis pada 2019 bisa mencapai 75% seperti yang diamanahkan," tuturnya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil akan mempercepat proses sertifikasi tanah untuk mendorong keuangan inklusif nasional. Menurut dia, sertifikat ini mendukung langsung keuangan inklusif, terutama kepada masyarakat yang selama ini mempunyai tanah, namun tidak memiliki sertifikat.

"Selama ini pedagang-pedagang kecil punya sawah di kampung, tetapi karena tidak punya sertifikat dia jadi tidak punya akses ke perbankan. Dengan sertifikat tanah, mereka bisa mendapatkan akses ke perbankan," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah telah meresmikan Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang dibentuk menyusul terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Pemerintah optimistis dapat meningkatkan indeks inklusi keuangan masyarakat mencapai 75% pada 2019. Angka tersebut sesuai dengan target yang sudah dipatok oleh Presiden Joko Widodo.

Berikut lima pilar penyangga SNKI yang telah ditetapkan pemerintah. Pertama, edukasi keuangan. Kedua, hak properti masyarakat yang konkretnya sudah berjalan dalam bentuk program sertifikasi lahan. Ketiga, fasilitasi intermediasi dan saluran distribusi keuangan. Keempat, perlindungan konsumen. Kelima, layanan keuangan pada sektor pemerintah.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5872 seconds (0.1#10.140)