PUSHEP Nilai Aturan Holding BUMN Tambang Langgar Konstitusi

Jum'at, 05 Januari 2018 - 21:30 WIB
PUSHEP Nilai Aturan...
PUSHEP Nilai Aturan Holding BUMN Tambang Langgar Konstitusi
A A A
JAKARTA - Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) bersama LKBH Universitas Sahid menilai kebijakan pemerintah membentuk Holding BUMN Tambang menabrak aturan.

Pasalnya, pembentukan Holding BUMN Tambang dengan cara mengalihkan saham milik negara di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk kepada PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum (Persero) menjadikan tiga BUMN tambang tersebut tidak lagi berstatus BUMN. Perusahaan-perusahaan tambang negara itu menjadi anak perusahaan PT Inalum selaku induk Holding BUMN Tambang.

"Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi dasar hukum pembentukan Holding BUMN Tambang ini jelas melanggar hukum, tidak hanya melanggar UU Keuangan Negara, UU BUMN, dan UU Minerba, tetapi juga melanggar UUD 1945," tegas Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon Bisman Bakhtiar di Jakarta, Jumat (05/01/2018).

Bisman mengatakan, PT Antam, PT Bukit Asam dan PT Timah adalah BUMN yang melakukan pengelolaan sumber daya alam pertambangan. Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 sumber daya alam harus dikuasai oleh negara. Menurut Mahkamah Konstitusi (MK) bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, yaitu negara memiliki secara langsung saham BUMN yang mempunyai usaha di bidang pengelolaan sumber daya alam.

Bisman yang juga direktur eksekutif PUSHEP ini mengatakan, penyertaan modal negara pada BUMN kepada BUMN lain harus ditetapkan dalam APBN, karena jelas bunyi Pasal 24 ayat (2) UU Keuangan Negara bahwa penyertaan modal harus terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN dan tidak ada pengecualian. Artinya, baik itu penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara yang bersumber dari APBN atau dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dalam bentuk saham negara di BUMN harus tetap melalui APBN.

"Apabila tidak melalui APBN dan di kemudian hari ditemukan kerugian negara, maka termasuk tindak pidana korupsi karena telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara," katanya.

Menurut Bisman, dengan menjadi anak perusahaan dalam holding, maka berpotensi terjadi privatisasi atas PT Antam, PT Bukit Asam dan PT Timah karena sisa saham ketiga bekas BUMN tersebut maupun aset-asetnya dapat kapan saja dijual atau dialihkan cukup hanya dengan persetujuan pemerintah selaku pemegang saham induk holding dan tanpa dapat lagi dikontrol oleh alat negara yang lain, baik DPR, BPK maupun KPK.

"Pembentukan holding BUMN ini sebenarnya mempunyai maksud baik, tetapi seharusnya dilakukan dengan cara yang benar dan sesuai undang-undang agar Negara tidak dirugikan dan dikemudian hari tidak timbul masalah hukum," pungkas Bisman.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0638 seconds (0.1#10.140)