Skema Inbreg Holding BUMN Disebut Hanya Geser Kekayaan Negara
A
A
A
JAKARTA - Skema pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui inbreng saham pemerintah di satu perusahaan pelat merah ke BUMN yang lain dinilai oleh Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar hanya sebatas menggeser kekayaan negara. Menurutnya disinilah letak pemahaman fundamental Kementerian BUMN tentang BUMN Indonesia yang bermasalah.
"Dengan konsep tersebut terlihat jelas bahwa Kementerian BUMN melihat BUMN hanya sebagai tempat investasi kekayaan negara. Negara menentukan dimana tempat berinvestasi dan dapat dipindah kemana pun dengan pertimbangan mana yang memberikan nilai lebih besar. BUMN Indonesia bukan sekedar perusahaan dimana negara menaruh uang disana dan mengharapkan keuntungan untuk sumber pendapatan negara saja, harus dilihat kembali konstitusi kita UUD 1945 terutama pasal 33," ujarnya.
Melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (12/1/2017) lebih lanjut Nasril menerangkan seharusnya BUMN terutama pada sektor yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah bentuk realisasi pengusaan negara untuk dipastikan pengelolaannya sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Menurutnya penguasaan negara di sektor-sektor ini ditunjukan lewat aspek pengelolaan langsung bersamaan dengan aspek lain seperti pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan dan pengawasan.
Dia menambahkan sektor strategis seperti minyak dan gas juga pertambangan termasuk dalam kategori pasal 33 UUD 1945 tersebut. Sehingga terang dia pengelolaan oleh negara ini dilakukan melalui BUMN dimana terdapat penyertaan secara langsung dari negara ke BUMN tersebut.
"Dengan konsep holding BUMN melalui skema inbreng ini, maka BUMN di sektor strategis tersebut seperti Antam, Bukit Asam juga perusahaan gas negara menjadi anak usaha BUMN dan tidak lagi berstatus BUMN. Ini jelas sekali melanggar konsep konstitusi tersebut," paparnya.
Diterangkan olehnya pengelolaan sektor strategis melalui anak usaha BUMN yang merupakan perseroan terbatas atau bukan BUMN yang terkekang oleh UU perseroan terbatas No 40 tahun 2007 dan Kebijakan Holdingnya. "Apakah satu lembar saham dwi warna di anak usaha BUMN bisa memberikan hak yang sama bagi negara seperti hal di BUMN? Jawabnya jelas tidak bisa! Ini bentuk degradasi penguasaan negara," tandasnya.
"Dengan konsep tersebut terlihat jelas bahwa Kementerian BUMN melihat BUMN hanya sebagai tempat investasi kekayaan negara. Negara menentukan dimana tempat berinvestasi dan dapat dipindah kemana pun dengan pertimbangan mana yang memberikan nilai lebih besar. BUMN Indonesia bukan sekedar perusahaan dimana negara menaruh uang disana dan mengharapkan keuntungan untuk sumber pendapatan negara saja, harus dilihat kembali konstitusi kita UUD 1945 terutama pasal 33," ujarnya.
Melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (12/1/2017) lebih lanjut Nasril menerangkan seharusnya BUMN terutama pada sektor yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah bentuk realisasi pengusaan negara untuk dipastikan pengelolaannya sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Menurutnya penguasaan negara di sektor-sektor ini ditunjukan lewat aspek pengelolaan langsung bersamaan dengan aspek lain seperti pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan dan pengawasan.
Dia menambahkan sektor strategis seperti minyak dan gas juga pertambangan termasuk dalam kategori pasal 33 UUD 1945 tersebut. Sehingga terang dia pengelolaan oleh negara ini dilakukan melalui BUMN dimana terdapat penyertaan secara langsung dari negara ke BUMN tersebut.
"Dengan konsep holding BUMN melalui skema inbreng ini, maka BUMN di sektor strategis tersebut seperti Antam, Bukit Asam juga perusahaan gas negara menjadi anak usaha BUMN dan tidak lagi berstatus BUMN. Ini jelas sekali melanggar konsep konstitusi tersebut," paparnya.
Diterangkan olehnya pengelolaan sektor strategis melalui anak usaha BUMN yang merupakan perseroan terbatas atau bukan BUMN yang terkekang oleh UU perseroan terbatas No 40 tahun 2007 dan Kebijakan Holdingnya. "Apakah satu lembar saham dwi warna di anak usaha BUMN bisa memberikan hak yang sama bagi negara seperti hal di BUMN? Jawabnya jelas tidak bisa! Ini bentuk degradasi penguasaan negara," tandasnya.
(akr)