Hingga November 2017 Premi Asuransi Nasional Tumbuh 19%
A
A
A
JAKARTA - Premi bruto industri asuransi nasional dan BPJS (asuransi sosial) per November 2017 tercatat tumbuh 19,7% atau mencapai Rp60 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Asuransi jiwa mendominasi pertumbuhan premi sebesar 35% atau naik Rp43,4 triliun.
Plt Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ichsanuddin mengatakan, hasil dari pendapatan premi asuransi berdampak pada kenaikan aset industri asuransi nasional. Otoritas mencatat aset industri baik konvensional dan BPJS hingga November 2017 mencapai Rp1.097,6 triliun. Dibandingkan periode sama tahun lalu pertumbuhan aset mencapai 20,21% atau Rp184,5 triliun. Pertumbuhan aset terbesar dicapai oleh BPJS yang menerima bantuan pemerintah Rp3,6 triliun.
"Untuk investasi industri asuransi konvensional hingga November 2017 mencapai Rp933,7 triliun. Kenaikannya 23,96% atau Rp180,5 triliun. Investasi didominasi asuransi jiwa dengan porsi 46,98% dan asuransi sosial 33,47%," ujar Ichsanuddin dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kinerja asuransi nasional juga didorong oleh inisiatif program OJK bersama pemerintah yang menghasilkan produk seperti asuransi usaha budidaya udang, usaha tani padi, usaha ternak sapi, asuransi nelayan, hingga asuransi penyingkiran rangka kapal. OJK bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk program perlindungan bagi pembudidaya udang yakni Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU). Program ini menjadi asuransi pertama di dunia untuk petani udang. Sejak dimulai tahun 2016 dan hingga 2017 berakhir premi yang didapat dari program ini mencapai Rp1,48 miliar.
Ichsan menyebut premi sebesar itu didapat dari realisasi 3.300 hektare tambak udang yang diasuransikan. Adapun jumlah pembudidaya udang yang ikut program ini sepanjang tahun lalu mencapai 2.004 pembudidaya. "Semua premi ini 100% merupakan subsidi dari pemerintah. Sepanjang 2017 lalu belum ada klaim yang diajukan dari peserta program ini," ujarnya.
Adapun risiko yang dijamin dari program ini adalah kerugian akibat penyakit yang mengakibatkan udang yang diasuransikan. Atau kegagalan usaha disebabkan bencana alam sehingga menyebabkan kerusakan sarana pembudidayaan di atas 50%.
Plt Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ichsanuddin mengatakan, hasil dari pendapatan premi asuransi berdampak pada kenaikan aset industri asuransi nasional. Otoritas mencatat aset industri baik konvensional dan BPJS hingga November 2017 mencapai Rp1.097,6 triliun. Dibandingkan periode sama tahun lalu pertumbuhan aset mencapai 20,21% atau Rp184,5 triliun. Pertumbuhan aset terbesar dicapai oleh BPJS yang menerima bantuan pemerintah Rp3,6 triliun.
"Untuk investasi industri asuransi konvensional hingga November 2017 mencapai Rp933,7 triliun. Kenaikannya 23,96% atau Rp180,5 triliun. Investasi didominasi asuransi jiwa dengan porsi 46,98% dan asuransi sosial 33,47%," ujar Ichsanuddin dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kinerja asuransi nasional juga didorong oleh inisiatif program OJK bersama pemerintah yang menghasilkan produk seperti asuransi usaha budidaya udang, usaha tani padi, usaha ternak sapi, asuransi nelayan, hingga asuransi penyingkiran rangka kapal. OJK bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk program perlindungan bagi pembudidaya udang yakni Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU). Program ini menjadi asuransi pertama di dunia untuk petani udang. Sejak dimulai tahun 2016 dan hingga 2017 berakhir premi yang didapat dari program ini mencapai Rp1,48 miliar.
Ichsan menyebut premi sebesar itu didapat dari realisasi 3.300 hektare tambak udang yang diasuransikan. Adapun jumlah pembudidaya udang yang ikut program ini sepanjang tahun lalu mencapai 2.004 pembudidaya. "Semua premi ini 100% merupakan subsidi dari pemerintah. Sepanjang 2017 lalu belum ada klaim yang diajukan dari peserta program ini," ujarnya.
Adapun risiko yang dijamin dari program ini adalah kerugian akibat penyakit yang mengakibatkan udang yang diasuransikan. Atau kegagalan usaha disebabkan bencana alam sehingga menyebabkan kerusakan sarana pembudidayaan di atas 50%.
(fjo)