Kesetaraan Bisnis, Pemerintah Diminta Pajaki OTT Asing
A
A
A
JAKARTA - Pengamat perpajakan dari Center Indonesia of Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, pemerintah perlu menerapkan regulasi yang sesuai agar tercipta kesetaraan dalam berbisnis bagi pengusaha domestik maupun perusahaan berbasis daring (over the top/OTT) global, khususnya dalam hal perpajakan.
Pemerintah dinilai perlu memajaki OTT asing secara proporsional sesuai penghasilan yang didapatkan dari Indonesia. Menurutnya, dengan mensyaratkan perusahaan asing untuk membentuk badan usaha tetap (BUT) di Indonesia, akan terbentuk kesetaraan antara perusahaan asing dengan perusahaan dalam negeri baik dalam hukum maupun soal membayar pajak.
Pemerintah pun akhirnya menerbitkan dasar hukum SE - 04/PJ/2017 tentang Penentuan BUT Bagi Subjek Pajak Luar Negeri yang Menyediakan Layanan Aplikasi dan/atau Layanan Konten Melalui Internet.
"Tetapi aturan ini tidak cukup kuat karena hak pemajakan atas penghasilan usaha lintas negara telah diatur dalam P3B yang bersifat lex spesialis," katanya kepada SINDOnews di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Sementara, lanjut dia, peraturan terkait pembagian hak pemajakan atas penghasilan usaha dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berdasarkan kehadiran fisik sudah tidak relevan dalam bisnis ekonomi digital yang berkembang pesat.
Karena itu, diperlukan penyesuaian definisi permanent establishment atau BUT baik dalam UU PPh maupun P3B yang berlaku. "Atau upaya lain dapat dilakukan jika pemerintah mau membuat jenis pajak baru yang dapat memajaki penghasilan OTT, akan tetapi tidak diatur dalam P3B. Tapi ini juga memerlukan proses panjang amandemen UU Perpajakan," jelas Yustinus.
Alternatif lainnya, pemerintah dapat memajaki PPN yang memang tidak diatur dalam P3B. Perluasan objek PPN terhadap penyerahan produk/jasa digital (digital product/ e-service) diharapkan dapat menjadi instrumen baru penggalian potensi penerimaan PPN, baik terhadap transaksi penyerahan jasa digital domestik, maupun yang diserahkan asing kepada konsumen dalam negeri.
"Tapi hal ini perlu didukung dengan percepatan reformasi pajak agar kapasitas institusi pemungut pajak meningkat, administrasi lebih baik, dan kepastian hukum meningkat," kata dia.
Pemerintah dinilai perlu memajaki OTT asing secara proporsional sesuai penghasilan yang didapatkan dari Indonesia. Menurutnya, dengan mensyaratkan perusahaan asing untuk membentuk badan usaha tetap (BUT) di Indonesia, akan terbentuk kesetaraan antara perusahaan asing dengan perusahaan dalam negeri baik dalam hukum maupun soal membayar pajak.
Pemerintah pun akhirnya menerbitkan dasar hukum SE - 04/PJ/2017 tentang Penentuan BUT Bagi Subjek Pajak Luar Negeri yang Menyediakan Layanan Aplikasi dan/atau Layanan Konten Melalui Internet.
"Tetapi aturan ini tidak cukup kuat karena hak pemajakan atas penghasilan usaha lintas negara telah diatur dalam P3B yang bersifat lex spesialis," katanya kepada SINDOnews di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Sementara, lanjut dia, peraturan terkait pembagian hak pemajakan atas penghasilan usaha dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berdasarkan kehadiran fisik sudah tidak relevan dalam bisnis ekonomi digital yang berkembang pesat.
Karena itu, diperlukan penyesuaian definisi permanent establishment atau BUT baik dalam UU PPh maupun P3B yang berlaku. "Atau upaya lain dapat dilakukan jika pemerintah mau membuat jenis pajak baru yang dapat memajaki penghasilan OTT, akan tetapi tidak diatur dalam P3B. Tapi ini juga memerlukan proses panjang amandemen UU Perpajakan," jelas Yustinus.
Alternatif lainnya, pemerintah dapat memajaki PPN yang memang tidak diatur dalam P3B. Perluasan objek PPN terhadap penyerahan produk/jasa digital (digital product/ e-service) diharapkan dapat menjadi instrumen baru penggalian potensi penerimaan PPN, baik terhadap transaksi penyerahan jasa digital domestik, maupun yang diserahkan asing kepada konsumen dalam negeri.
"Tapi hal ini perlu didukung dengan percepatan reformasi pajak agar kapasitas institusi pemungut pajak meningkat, administrasi lebih baik, dan kepastian hukum meningkat," kata dia.
(izz)