Buka Keran Impor Garam Tanpa Rekomendasi KKP Langgar UU
A
A
A
JAKARTA - Upaya Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Koordinator Perekonomian membuka keran impor garam dinilai melanggar Undang-undang (UU) jika tidak disertai rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR Rahmad Handoyo yang mengatakan semestinya melakukan impor garam sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan rekomendasi KKP.
Pernyataan tersebut merupakan respon dari silang pendapat seputar rencana impor garam bermula keputusan Kemendag untuk membuka keran impor garam sebanyak 3,7 juta ton. Sementara, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti jumlah tersebut terlalu besar.
“Izin impor harus mendapat rekomendasi dari KKP. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Jika impor garam dilakukan tanpa rekomendasi dari KKP, itu namanya pelanggaran undang-undang,” ucap Rahmad di Gedung DPR, Selasa (23/1).
Menurutnya, jika impor garam melebihi kebutuhan, akibatnya akan merusak harga garam di pasaran. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bahkan mengancam petambak garam, dan akan berakibat fatal.
“Petani garam tidak akan bersemangat dan yang lebih parah lagi, mereka (petambak garam) bisa exodus, ramai-ramai beralih ke profesi lain. Dan kalau hal ini terjadi, nantinya kita akan semakin tergantung impor garam,” ungkapnya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mengingatkan, kondisi adanya silang pendapat seputar impor garam inilah yang diharapkan para pedagang dan pemburu rente yang hanya ingin memburu keuntungan tanpa memperhatikan kesejahteraan petani dan petambak garam.
“Negara harus hadir dalam melindungi petambak garam melalui tata niaga garam yang tepat. Negara harus mengendalikan impor garam sesuai kebutuhan. Perlu langkah nyata dan perlindungan petambak garam dengan pembatasan impor garam sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Anggota Komisi VI DPR Sartono Utomo turut menanggapi rencana pemerintah melakukan impor garam, yang sebelumnya ingin impor beras. Menurutnya, kebutuhan bahan pangan merupakan kebutuhan yang teramat krusial, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah diminta fokus terhadap program kedaulatan pangan melalui industrialisasi pangan.
Sartono mengatakan sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo ini ingin target utamanya ialah swasembada pangan. Komisi VI DPR mendorong dan mendukung pemerintah dalam membuat industri pangan.
"Masa kita tidak bisa membuat industri garam ini. Ya otomatis fokus harusnya untuk swasembada kebutuhan bahan pokok ini. Investasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) difokuskan kepada industrialisasi, seperti garam, pertanian, dan sebagainya ini," ucapnya di Gedung DPR.
Dia juga mengatakan pada pemerintah, bahwa pembangunan negara tidak hanya terfokus pada pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek yang besar. Sedangkan satu sisi kita kekurangan bahan pangan, dari garam, gula, daging, bahkan beras.
"Kita perlu berani melihat kembali 3 tahun yang lalu janji kampanye beliau (Joko Widodo), berbicara tentang swasembada pangan ini. Sekarang-kan meleset dari janjinya. Kami dari DPR mengingatkan selalu, masa kita akan terus impor pangan," terang dia.
Oleh karena itu, industri pangan ini harus terus digenjot, karena sesuai dengan janji Presiden Joko Widodo dengan mewujudkan industri pangan. Pangan adalah kebutuhan yang mendasar dari kehidupan ini dan negara Indonesia yang subur dan makmur ini kita bisa kekurangan kebutuhan bahan pangan.
"Perlu ada koreksi dalam membangun bangsa ini. Keseriusan dari negara ini, apakah serius ini benar-benar swasembada pangan atau tidak, kalau tidak, yang akan diuntungkan hanya pedagang saja, jalan pintas tidak perlu keras-keras tidak perlu industri dan yang dirugikan ya petani dan masyarakat luas. Kita di situ tidak akan menumbuhkan tenaga kerja. Dengan industrialisasi pangan dapat menyerap tenaga kerja," imbuhnya.
Seperti diketahui, Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (22/1) Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan, kebijakan impor garam tersebut seakan mengabaikan peran petani garam lokal. Susi menuturkan, jumlah impor garam seharusnya dapat diperkecil menjadi 2,1 juta ton saja. "KKP telah menghitung dan memastikan bahwa untuk impor garam, kuota yang kita rekomendasikan hanya 2,1 juta ton saja," jelas Susi.
Susi juga menyesalkan keputusan untuk mengimpor (garam) 3,7 juta ton dari Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Perdagangan seakan tidak mengindahkan rekomendasi KKP yang hanya menyarankan impor sebesar 2,1 juta ton saja.
Pernyataan tersebut merupakan respon dari silang pendapat seputar rencana impor garam bermula keputusan Kemendag untuk membuka keran impor garam sebanyak 3,7 juta ton. Sementara, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti jumlah tersebut terlalu besar.
“Izin impor harus mendapat rekomendasi dari KKP. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Jika impor garam dilakukan tanpa rekomendasi dari KKP, itu namanya pelanggaran undang-undang,” ucap Rahmad di Gedung DPR, Selasa (23/1).
Menurutnya, jika impor garam melebihi kebutuhan, akibatnya akan merusak harga garam di pasaran. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bahkan mengancam petambak garam, dan akan berakibat fatal.
“Petani garam tidak akan bersemangat dan yang lebih parah lagi, mereka (petambak garam) bisa exodus, ramai-ramai beralih ke profesi lain. Dan kalau hal ini terjadi, nantinya kita akan semakin tergantung impor garam,” ungkapnya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mengingatkan, kondisi adanya silang pendapat seputar impor garam inilah yang diharapkan para pedagang dan pemburu rente yang hanya ingin memburu keuntungan tanpa memperhatikan kesejahteraan petani dan petambak garam.
“Negara harus hadir dalam melindungi petambak garam melalui tata niaga garam yang tepat. Negara harus mengendalikan impor garam sesuai kebutuhan. Perlu langkah nyata dan perlindungan petambak garam dengan pembatasan impor garam sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Anggota Komisi VI DPR Sartono Utomo turut menanggapi rencana pemerintah melakukan impor garam, yang sebelumnya ingin impor beras. Menurutnya, kebutuhan bahan pangan merupakan kebutuhan yang teramat krusial, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah diminta fokus terhadap program kedaulatan pangan melalui industrialisasi pangan.
Sartono mengatakan sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo ini ingin target utamanya ialah swasembada pangan. Komisi VI DPR mendorong dan mendukung pemerintah dalam membuat industri pangan.
"Masa kita tidak bisa membuat industri garam ini. Ya otomatis fokus harusnya untuk swasembada kebutuhan bahan pokok ini. Investasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) difokuskan kepada industrialisasi, seperti garam, pertanian, dan sebagainya ini," ucapnya di Gedung DPR.
Dia juga mengatakan pada pemerintah, bahwa pembangunan negara tidak hanya terfokus pada pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek yang besar. Sedangkan satu sisi kita kekurangan bahan pangan, dari garam, gula, daging, bahkan beras.
"Kita perlu berani melihat kembali 3 tahun yang lalu janji kampanye beliau (Joko Widodo), berbicara tentang swasembada pangan ini. Sekarang-kan meleset dari janjinya. Kami dari DPR mengingatkan selalu, masa kita akan terus impor pangan," terang dia.
Oleh karena itu, industri pangan ini harus terus digenjot, karena sesuai dengan janji Presiden Joko Widodo dengan mewujudkan industri pangan. Pangan adalah kebutuhan yang mendasar dari kehidupan ini dan negara Indonesia yang subur dan makmur ini kita bisa kekurangan kebutuhan bahan pangan.
"Perlu ada koreksi dalam membangun bangsa ini. Keseriusan dari negara ini, apakah serius ini benar-benar swasembada pangan atau tidak, kalau tidak, yang akan diuntungkan hanya pedagang saja, jalan pintas tidak perlu keras-keras tidak perlu industri dan yang dirugikan ya petani dan masyarakat luas. Kita di situ tidak akan menumbuhkan tenaga kerja. Dengan industrialisasi pangan dapat menyerap tenaga kerja," imbuhnya.
Seperti diketahui, Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (22/1) Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan, kebijakan impor garam tersebut seakan mengabaikan peran petani garam lokal. Susi menuturkan, jumlah impor garam seharusnya dapat diperkecil menjadi 2,1 juta ton saja. "KKP telah menghitung dan memastikan bahwa untuk impor garam, kuota yang kita rekomendasikan hanya 2,1 juta ton saja," jelas Susi.
Susi juga menyesalkan keputusan untuk mengimpor (garam) 3,7 juta ton dari Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Perdagangan seakan tidak mengindahkan rekomendasi KKP yang hanya menyarankan impor sebesar 2,1 juta ton saja.
(akr)