Indonesia Krisis Pilot Berkualitas
A
A
A
JAKARTA - Tumbuhnya industri penerbangan nasional ternyata tidak diikuti kesiapan skill, terutama pilot. Ratusan pilot baru kini berstatus menganggur dan belum terserap maskapai.
Di sisi lain, kebutuhan pilot untuk maskapai domestik diperkirakan terus meningkat seiring dengan ekspansi rute dan bertambahnya jumlah pesawat dalam beberapa tahun ke depan. Data Kementerian Perhubungan menyebutkan, saat ini ada sekitar 600 pilot baru atau AB Initio yang masih menganggur. Mereka adalah pilot-pilot baru yang nol jam terbang di maskapai penerbangan, namun sudah meraih sertifikat pilot komersial. Padahal, untuk bisa memiliki sertifikat tersebut, biaya yang diperlukan tidak lah murah. Sepanjang pendidikan, calon pilot harus merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah.
"Kita tidak boleh menutupi ada 600 pilot pemula tidak berkesempatan mendapatkan pekerjaan, ini menyedihkan bagi saya sebagai menteri. Untuk itu, kami mengajak semua kom ponen untuk perbaikan diri," kata Menteri Perhubungan Budi Sumadi di Jakarta, Rabu (24/1/2018). Secara total, saat ini jumlah pilot di Indonesia mencapai 7.150 orang untuk melayani penerbangan dalam dan luar negeri. Dari jumlah tersebut, jumlah pilot asing hingga 2016 mencapai 564 orang.
Keberadaan pilot menganggur ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, New Straits Times melaporkan bahwa di Malaysia pada 2012 lalu terdapat 1.100 pilot yang menganggur. Berdasarkan data Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), institusi pelatihan pilot saat ini hanya mampu menyediakan 3.200 pilot dari total kebutuhan 9.150 pilot. Masalahnya, menurut ICAO, kualifikasi untuk menjadi pilot maskapai sangat tinggi menyebabkan hanya beberapa orang yang lulus ujian.
Industri penerbangan di Tanah Air dalam satu dekade terakhir memang tumbuh signifikan. Ini bisa dilihat dari jumlah pesanan pesawat yang mencapai ratusan unit oleh maskapai nasional seperti Lion Air Group sejak empat tahun lalu. Di samping itu, sekolah-sekolah penerbangan swasta untuk mencetak pilot baru juga bermunculan. Baik yang berdiri sendiri maupun berafiliasi dengan maskapai penerbangan tertentu.
Namun, jumlahnya dari tahun ke tahun menyusut. Jika pada 2016 terdapat 23 sekolah penerbangan, di 2017 hanya 20 sekolah. Sementara tahun ini di perkirakan hanya tinggal 18 sekolah ka rena ditutup lantaran dianggap tidak bisa mencetak pilot yang andal dan berdaya saing.
Melihat banyaknya pilot yang menganggur, Budi Karya berpesan agar para pilot pemula dapat meningkatkan kompetensi agar bisa bersaing dan penyerapan tenaga pilot bisa dilakukan secara optimal. Dia meminta pilot muda tersebut mengikuti magang terlebih dahulu selama enam bulan atau satu tahun. "Contoh bule-bule yang mengumpulkan jam terbang di Papua, anggap saja mengabdi terhadap negeri ini," katanya.
Menurut Budi Karya, para "pilot bule" itu rela dibayar murah di lokasi yang jauh dari ingar-bingar kota besar, semata menjaga agar kompetensi mereka tetap terasah dan lisensi penerbang mereka tidak mati.
Managing Director Lion Air Group Capt Daniel Putut mengakui, selama ini kualitas pilot pemula di Indonesia masih kurang. Dia mencontohkan di lingkungan Lion Group saja, dari 300 calon pilot yang mengikuti tes menjadi pilot Lion, hanya dua orang yang diterima. "Yang kurang itu ada pada kemauan untuk belajar lagi sebenarnya. Jadi bukan soal kualitas sekolah penerbangnya, tapi bagaimana calon pilot ini memacu diri untuk belajar lebih giat lagi," ujar Daniel.
Dia menambahkan, pilot pemula yang mendaftar ke Lion Group banyak yang tidak lolos di tes dasar seperti bahasa Inggris dan aviation knowledge. Meski demikian, ujar dia, Lion memberikan kesempatan kepada pilot muda untuk tes ulang hingga tujuh kali berturut-turut. Dia menambahkan, Lion Group sendiri saat ini memiliki sekolah penerbangan internal namun belum mampu menyerap kebutuhan pilot dengan ketersediaan armada yang ada.
Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo mengatakan, angka kegagalan tes calon pilot di maskapai anak usaha Garuda Indonesia itu sangat tinggi. "Berdasarkan hasil yang kita lakukan gugur di tes tertulis, dan tes di simulator," katanya. Juliandra mengatakan, pihaknya tidak dapat menoleransi hal tersebut karena berkaitan langsung dengan keselamatan. "Kita juga tidak bisa langsung menerima banyak pilot baru karena harus menyesuaikan dengan jumlah kapten," katanya.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman berpendapat tidak terserapnya pilot lulusan sekolah pilot di Indonesia bergantung pada kemampuan dan daya serap maskapai nasional. Dia mencontohkan, pada 2014-2016 pertumbuhan pesawat baru tidak banyak sehingga maskapai tidak mampu menyerap lulusan sekolah pilot yang ada. "Kemudian patut diperhatikan juga bahwa tidak semua maskapai bisa membiayai seorang pilot untuk memiliki rating," ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahan pilot yang tidak terserap atau menganggur tidak harus dibesar-besarkan. Menurutnya, profesi pilot hendaknya diperhatikan sama dengan profesi lain. "Coba lihat berapa banyak lulusan S-1 yang menganggur? Banyak juga yang menganggur dan nggak ada yang teriak. Banyak arsitek menganggur begitu juga sarjana lain. Jadi harus dilihat bahwa keluaran sekolah pilot tidak menjadi jaminan dia langsung menjadi pilot. Anggapan seperti itu yang perlu diubah," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk membuat lulusan sekolah pilot berdaya saing, siswa sekolah penerbangan harus meningkatkan motivasinya. Menurutnya, tidak ada kata untuk berpuas diri sebelum lulus menjadi seorang pilot.
Pelatihan Pilot Pemula
Banyaknya lulusan sekolah pilot yang masih menganggur mendorong Kementerian Perhubungan untuk menggelar pelatihan pilot pemula. Kemarin sedikitnya 300 pilot pemula (AB Initio) mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan, saat ini ada rantai yang terputus (missing link) antara keinginan para pilot dan maskapai penerbangan dengan sekolah pilot sebagai pencetak pilot AB Initio.
"Kami prihatin dengan hal tersebut. Namun, kami tidak akan tinggal diam. Kami akan mengajak semua pihak untuk melakukan koreksi diri, memperbaiki dan menyambung missing link tersebut untuk menyelesaikan masalah di masa depan," ujarnya.
Budi Karya mengapresiasi acara pembekalan yang dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Udara ini sebagai salah satu rangkaian proses perbaikan. Pada acara pelatihan tersebut juga diundang para direktur maskapai penerbangan untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam penyerapan SDM berkompetensi pilot AB Initio. Budi Karya berharap semua pilot AB Initio yang hadir pada upgrading training ini mempersiapkan diri untuk mengikuti proses seleksi di maskapai penerbangan dan dengan penuh keyakinan.
Budi Karya juga mengimbau kepada sekolah penerbangan untuk senantiasa mematuhi ketentuan regulasi yang berlaku dan meningkatkan kualitas instruktur, silabus, fasilitas pelatihan yang didukung kualitas manajemen yang baik sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan standar maskapai penerbangan dalam negeri dan asing.
Dalam laporannya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso mengatakan penyelenggaraan Upgrading Training Aeronautical Knowledge kepada para Pilot AB Initio ini merupakan salah satu tindak lanjut program optimalisasi penyerap an pilot AB Initio di maskapai domestik. Sebanyak 350 pilot AB Initio yang mengikuti pelatihan tersebut berasal dari sekolah penerbang domestik, di antaranya Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (BP3B), Deraya Flying School, Perkasa Flying School, serta Deraya Flying School.
Di sisi lain, kebutuhan pilot untuk maskapai domestik diperkirakan terus meningkat seiring dengan ekspansi rute dan bertambahnya jumlah pesawat dalam beberapa tahun ke depan. Data Kementerian Perhubungan menyebutkan, saat ini ada sekitar 600 pilot baru atau AB Initio yang masih menganggur. Mereka adalah pilot-pilot baru yang nol jam terbang di maskapai penerbangan, namun sudah meraih sertifikat pilot komersial. Padahal, untuk bisa memiliki sertifikat tersebut, biaya yang diperlukan tidak lah murah. Sepanjang pendidikan, calon pilot harus merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah.
"Kita tidak boleh menutupi ada 600 pilot pemula tidak berkesempatan mendapatkan pekerjaan, ini menyedihkan bagi saya sebagai menteri. Untuk itu, kami mengajak semua kom ponen untuk perbaikan diri," kata Menteri Perhubungan Budi Sumadi di Jakarta, Rabu (24/1/2018). Secara total, saat ini jumlah pilot di Indonesia mencapai 7.150 orang untuk melayani penerbangan dalam dan luar negeri. Dari jumlah tersebut, jumlah pilot asing hingga 2016 mencapai 564 orang.
Keberadaan pilot menganggur ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, New Straits Times melaporkan bahwa di Malaysia pada 2012 lalu terdapat 1.100 pilot yang menganggur. Berdasarkan data Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), institusi pelatihan pilot saat ini hanya mampu menyediakan 3.200 pilot dari total kebutuhan 9.150 pilot. Masalahnya, menurut ICAO, kualifikasi untuk menjadi pilot maskapai sangat tinggi menyebabkan hanya beberapa orang yang lulus ujian.
Industri penerbangan di Tanah Air dalam satu dekade terakhir memang tumbuh signifikan. Ini bisa dilihat dari jumlah pesanan pesawat yang mencapai ratusan unit oleh maskapai nasional seperti Lion Air Group sejak empat tahun lalu. Di samping itu, sekolah-sekolah penerbangan swasta untuk mencetak pilot baru juga bermunculan. Baik yang berdiri sendiri maupun berafiliasi dengan maskapai penerbangan tertentu.
Namun, jumlahnya dari tahun ke tahun menyusut. Jika pada 2016 terdapat 23 sekolah penerbangan, di 2017 hanya 20 sekolah. Sementara tahun ini di perkirakan hanya tinggal 18 sekolah ka rena ditutup lantaran dianggap tidak bisa mencetak pilot yang andal dan berdaya saing.
Melihat banyaknya pilot yang menganggur, Budi Karya berpesan agar para pilot pemula dapat meningkatkan kompetensi agar bisa bersaing dan penyerapan tenaga pilot bisa dilakukan secara optimal. Dia meminta pilot muda tersebut mengikuti magang terlebih dahulu selama enam bulan atau satu tahun. "Contoh bule-bule yang mengumpulkan jam terbang di Papua, anggap saja mengabdi terhadap negeri ini," katanya.
Menurut Budi Karya, para "pilot bule" itu rela dibayar murah di lokasi yang jauh dari ingar-bingar kota besar, semata menjaga agar kompetensi mereka tetap terasah dan lisensi penerbang mereka tidak mati.
Managing Director Lion Air Group Capt Daniel Putut mengakui, selama ini kualitas pilot pemula di Indonesia masih kurang. Dia mencontohkan di lingkungan Lion Group saja, dari 300 calon pilot yang mengikuti tes menjadi pilot Lion, hanya dua orang yang diterima. "Yang kurang itu ada pada kemauan untuk belajar lagi sebenarnya. Jadi bukan soal kualitas sekolah penerbangnya, tapi bagaimana calon pilot ini memacu diri untuk belajar lebih giat lagi," ujar Daniel.
Dia menambahkan, pilot pemula yang mendaftar ke Lion Group banyak yang tidak lolos di tes dasar seperti bahasa Inggris dan aviation knowledge. Meski demikian, ujar dia, Lion memberikan kesempatan kepada pilot muda untuk tes ulang hingga tujuh kali berturut-turut. Dia menambahkan, Lion Group sendiri saat ini memiliki sekolah penerbangan internal namun belum mampu menyerap kebutuhan pilot dengan ketersediaan armada yang ada.
Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo mengatakan, angka kegagalan tes calon pilot di maskapai anak usaha Garuda Indonesia itu sangat tinggi. "Berdasarkan hasil yang kita lakukan gugur di tes tertulis, dan tes di simulator," katanya. Juliandra mengatakan, pihaknya tidak dapat menoleransi hal tersebut karena berkaitan langsung dengan keselamatan. "Kita juga tidak bisa langsung menerima banyak pilot baru karena harus menyesuaikan dengan jumlah kapten," katanya.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman berpendapat tidak terserapnya pilot lulusan sekolah pilot di Indonesia bergantung pada kemampuan dan daya serap maskapai nasional. Dia mencontohkan, pada 2014-2016 pertumbuhan pesawat baru tidak banyak sehingga maskapai tidak mampu menyerap lulusan sekolah pilot yang ada. "Kemudian patut diperhatikan juga bahwa tidak semua maskapai bisa membiayai seorang pilot untuk memiliki rating," ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahan pilot yang tidak terserap atau menganggur tidak harus dibesar-besarkan. Menurutnya, profesi pilot hendaknya diperhatikan sama dengan profesi lain. "Coba lihat berapa banyak lulusan S-1 yang menganggur? Banyak juga yang menganggur dan nggak ada yang teriak. Banyak arsitek menganggur begitu juga sarjana lain. Jadi harus dilihat bahwa keluaran sekolah pilot tidak menjadi jaminan dia langsung menjadi pilot. Anggapan seperti itu yang perlu diubah," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk membuat lulusan sekolah pilot berdaya saing, siswa sekolah penerbangan harus meningkatkan motivasinya. Menurutnya, tidak ada kata untuk berpuas diri sebelum lulus menjadi seorang pilot.
Pelatihan Pilot Pemula
Banyaknya lulusan sekolah pilot yang masih menganggur mendorong Kementerian Perhubungan untuk menggelar pelatihan pilot pemula. Kemarin sedikitnya 300 pilot pemula (AB Initio) mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan, saat ini ada rantai yang terputus (missing link) antara keinginan para pilot dan maskapai penerbangan dengan sekolah pilot sebagai pencetak pilot AB Initio.
"Kami prihatin dengan hal tersebut. Namun, kami tidak akan tinggal diam. Kami akan mengajak semua pihak untuk melakukan koreksi diri, memperbaiki dan menyambung missing link tersebut untuk menyelesaikan masalah di masa depan," ujarnya.
Budi Karya mengapresiasi acara pembekalan yang dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Udara ini sebagai salah satu rangkaian proses perbaikan. Pada acara pelatihan tersebut juga diundang para direktur maskapai penerbangan untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam penyerapan SDM berkompetensi pilot AB Initio. Budi Karya berharap semua pilot AB Initio yang hadir pada upgrading training ini mempersiapkan diri untuk mengikuti proses seleksi di maskapai penerbangan dan dengan penuh keyakinan.
Budi Karya juga mengimbau kepada sekolah penerbangan untuk senantiasa mematuhi ketentuan regulasi yang berlaku dan meningkatkan kualitas instruktur, silabus, fasilitas pelatihan yang didukung kualitas manajemen yang baik sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan standar maskapai penerbangan dalam negeri dan asing.
Dalam laporannya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso mengatakan penyelenggaraan Upgrading Training Aeronautical Knowledge kepada para Pilot AB Initio ini merupakan salah satu tindak lanjut program optimalisasi penyerap an pilot AB Initio di maskapai domestik. Sebanyak 350 pilot AB Initio yang mengikuti pelatihan tersebut berasal dari sekolah penerbang domestik, di antaranya Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (BP3B), Deraya Flying School, Perkasa Flying School, serta Deraya Flying School.
(amm)